"Do you remember when we first met?"
Langkah Nary terhenti di depan gerbang sekolah. Dia menghela napas perlahan sebelum mulai beranjak masuk ke kompleks sekolah. Matanya masih terasa berat. Nary menguap pelan sambil menutup mulutnya menggunakan telapak tangan.
Pandangannya kini beredar ke sekitar sekolah yang mulai ramai. Semua orang, baik cowok maupun cewek, membuat kelompok masing-masing untuk bercerita mengenai liburannya.
Bahkan, sudah ada yang bergosip di pagi yang cerah ini.
Hari pertama masuk sekolah membuat Nary tak bersemangat. Bagaimana tidak, di hari libur dia bisa bangun siang, tetapi kini harus bangun pagi-pagi. Belum lagi upacara yang pasti memakan waktu cukup lama.
Kakinya terus melangkah melewati koridor sekolah yang cukup sepi. Kebanyakan siswa masih nongkrong di dekat gerbang.
Satu hal lagi yang membuat Nary malas di hari pertama masuk sekolah: untuk mengetahui kelasnya, dia harus mencari namanya di papan mading. Masalahnya, tinggi papan mading itu berlebihan, membuatnya ingin mengabsen seluruh nama hewan yang diketahui.
Dan, di sinilah ia sekarang. Di depan papan mading yang menjulang. Nary mendongak, menatap kertas-kertas yang tertempel, lalu mendengkus. Daftar kelas XI tertempel di atas.
Semester awal yang menjengkelkan.
Tak ingin membuang-buang waktu, Nary segera berjinjit agar dapat melihat namanya. Silih berganti, beberapa orang mengambil tempat di sampingnya, lalu pergi begitu saja ketika sudah menemukan nama mereka. Sementara itu, Nary kini tidak lagi berjinjit. Ia memandang sinis papan mading, lalu memukulnya dengan kesal.
“Awh!” Gadis itu meniup-niup tangannya yang terasa sakit karena memukul papan tersebut. Dia ingin sekali menendang benda tersebut, tetapi langsung diurungkannya. Tidak ingin menyakiti diri sendiri, Nary berjinjit lagi, berharap bisa melihat namanya.
Kembali seseorang berdiri di sampingnya. Awalnya, Nary tak mau memedulikan, tetapi aroma tubuh maskulin itu sungguh memikat. Membuat dia menoleh. Dia mendongak karena yang berada di sampingnya adalah seorang cowok dengan postur badan tegap dan tinggi.
Merasa diperhatikan, cowok itu menoleh, lalu membalas tatapan Nary sambil menaikkan satu alis.
“Ya ampun!” pekik Nary pelan saat melihat wajah cowok itu. Penuh luka dan memar. Walaupun itu cukup menambah ketampanannya.
Cowok itu pun berbalik, berjalan meninggalkan Nary yang masih terdiam. Tersadar ditinggal sendiri, dengan cepat Nary mengadang jalan cowok tersebut dan merentangkan kedua tangan lebar-lebar.