Astara dan Buku Catatan Pendahulu

Swaradtri
Chapter #4

BAB 4 : ANGGOTA KE EMPAT

KARYA : SWARADTRI


    Sebuah kedai makan dan minum yang selalu ramai baik pagi, siang dan malam. Tempat berkumpulnya warga desa di saat senggang. Tertulis Kedai Jenggot di salah satu sudut tembok bangunan tersebut, tertulis besar dan jelas. Sebuah tempat yang sering dikunjungi oleh warga desa Senguana untuk sekedar minum, makan dan mengobrol bergosip. Tempat tersebut sungguh ramai dikala malam menjelang semakin malam tempat itu semakin ramai. Sesaat sosok berjubah hitam panjang menutupi seluruh tubuhnya dari mulai kepala hingga kaki, begitu tertutupnya hingga bagian bawah mantel tersebut mengepel lantai. Sosok tersebut masuk secara dramatis di tengah riuh meriah suasana kedai tersebut, seketika itu juga suasana menjadi sunyi dan semua mata menuju ke arah sosok misterius berjubah hitam tersebut.

Pria gemuk dan berjenggot tebal yang akrab disapa Naren sang pemilik kedai, sedang sibuk membersihkan gelas-gelas besar yang akan diisi dengan minuman, ditemani dengan istrinya Yuais, mereka berdua kompak berada di bagian bar untuk melayani semua pengunjung kedainya malam itu. Sosok berjubah hitam itu berjalan perlahan diiringi bunyi seperti dentingan besi dari dalam jubahnya, berjalan mendekati meja panjang dan duduk di salah satu kursi yang kosong.

"Selamat datang di Kedai Jenggot, ada yang ingin kau pesan kawan?" sapa Naren kepada sosok berjubah hitam itu dengan ramah bersahabat.

Naren tahu, suasana kedainya saat itu tiba-tiba sunyi dan semua pengunjung terdiam, membuatnya sedikit ngeri dan harus secepat mungkin mencairkan suasana tegang tersebut. Namun jika diamati lebih detail sosok berjubah itu sepertinya seorang pengelana yang tak jelas asal usulnya dari mana, terlihat dari mantelnya yang dipenuhi noda lumpur di beberapa tempat terutama di bagian bawah mantelnya.

"Ballo" ucap sosok misterius itu pelan dengan nada yang datar dan dingin.

"Heeem... Pilihan yang tepat kawan, Ballooo ..." teriak Naren memecah suasana yang sempat tegang dan dingin.

Sontak dalam kedai itu ramai kembali dengan suara musik, tertawaan dan juga suara bergosip di semua sudut kedai tersebut.


TUUUUK ...

Suara benturan meja dengan bagian bawah gelas kayu.


"Ambil kembaliannya ..." Ucap sosok misterius itu seraya melemparkan koin perak dengan ibu jarinya kepada Naren untuk membayar minumannya.

Naren hanya membalasnya dengan senyuman senang dengan sedikit anggukan kepalanya. Di salah satu sudut kedai tersebut ada seorang pria yang sedang memperhatikan kejadian tersebut dan dia mulai beraksi. Pria kurus tinggi itu beranjak dari kursinya dengan membawa gelas berisi minuman yang tinggal sedikit, dia berjalan santai mendekati sosok berjubah hitam tersebut.

"Hai orang asing, sepertinya kau bukan penduduk sekitar sini ya?" Sapa pria kurus itu sambil meneguk minuman yang ada di tangannya.

Sama sekali tak bergeming sedikitpun, bahkan menolehkan kepalanya saja tidak, sosok berjubah hitam itu tetap fokus untuk menikmati segelas minumannya.

"Waaah ... Rupanya kau sulit juga yah untuk diajak ngobrol, hahaha ..." Usik si pria kurus lagi sembari memutar tubuhnya.

Saat tangan kanannya akan menyentuh pundak kiri sosok berjubah itu, dengan cepat ia menodongkan sebuah belati tepat di tenggorokan pria kurus tersebut.

SLIIING …

"Aku tak ada urusan dengan mu!!" Tegas sosok misterius itu.

"Woow ... Wooow ... Tenanglah pengelana, aku hanya berusaha untuk ramah kepada pendatang" Ucap pria kurus itu sambil mengangkat kedua tangannya yang mulai lembab.

Belati yang menempel erat di tenggorokannya itu perlahan mulai mengendur dan menjauh, dimasukkannya lagi belati itu ke tempat yang seharusnya di dalam jubah. Seiring dengan menjauhnya pria kurus pengganggu tadi, Naren mendekat kepada sosok misterius itu sambil mengelap meja yang ada di hadapan mereka.

"Eghm.. Bukan bermaksud tidak sopan ... Tapi apa kau sedang mencari sesuatu?" Ucap Naren berhati-hati, takut-takut kejadian yang serupa terjadi, pada dirinya.

"Aku tidak mencari sesuatu tapi lebih tepatnya aku sedang menunggu sesuatu" Jawab sosok berjubah hitam itu singkat.

"Lalu apa yang kau tunggu sudah datang?" Tanya Naren lagi.

Sosok berjubah hitam itu hanya menggelengkan kepalanya dengan perlahan sambil berucap "Segera ..."

"Huuuuh ... Baiklah kawan, tunggulah selama yang kau butuhkan, jika butuh sesuatu cukup panggil saja aku" pungkas Naren menyudahi perbincangan itu.

Tanpa menjawab lagi sosok misterius itu kembali menenggak minumannya.


#####


     Bulan Juli adalah bulan terpanas selama musim kemarau setiap tahunnya, maka tak heran jika setiap malam bulan bersinar begitu terang tanpa halangan, cahayanya yang keabuan menyinari bumi yang gelap. Malam itu mendadak Astara terhenyak dari tidurnya karena sebuah mimpi, di ruangan berbeda ibu Iani juga mengalami hal yang sama, wajahnya terlihat pucat dan dipenuhi keringat seperti habis berlari maraton, tubuh astara pun juga demikian wajah dan tubuhnya dibanjiri keringat dengan nafas yang pendek dan cepat. Detak jantungnya begitu memacu bahkan saat dia baru saja terbangun dari tidurnya. Malam itu terasa begitu panas hingga Astara tak betah untuk tidak membuka jendela kamarnya, sedikit celah di jendelanya cukup untuk membuat angin sejuk masuk menyelinap dan mendinginkan kamarnya.

Lihat selengkapnya