“Waraka! Bagaimana makhluk itu bisa sampai sini?” ungkap Kurila terkejut.
“Ghaghagha… Kita berjumpa lagi manusia kecil!, kali ini aku tidak akan membiarkan kalian selamat. Bersiaplah menemui ajalmu!” kata Waraka dengan suara yang berat dan penuh kebencian. “Sepertinya aku harus menyelesaikan pekerjaan ini sendiri.”
Mereka bertiga merasakan darahnya mendidih. Waraka adalah sosok yang telah menyebabkan begitu banyak penderitaan dan kehancuran, dari mulai Kampung Nelayan hingga Lembah Cendrawasih mungkin juga tempat-tempat lainnya yang belum pernah mereka kunjungi. “Waraka!! Sebelumnya kami sudah pernah mengalahkan mu. Akan kami pastikan kejahatan mu cukup sampai disini!” Teriak Raen dengan suara penuh tekad, sambil mengangkat pedang nya tinggi-tinggi.
“Cuiih! sombong sekali kamu lalat. Pertarungan kali ini akan merubah segalanya! Akan kutunjukan kekuatanku yang sebenarnya.” jawab Waraka marah sambil mengangkat tombaknya. Dan dengan satu gerakan cepat, dia menghantam tanah dengan ujung tombak itu. Getaran hebat segera merambat melalui tanah, membuat tanah yang mereka pijak retak dan bergetar.
Raen berhasil melompat menghindar, namun Kurila Astara dan juga Kakek Sinole terjatuh terjerembab di antara tanah yang runtuh. Mereka bersusah payah untuk bangkit dan segera bersiap untuk bertarung. Raen menghunuskan pedangnya, sementara Kurila mengepalkan telapak tangannya yang besarnya untuk bersiap menumbuk musuhnya. Mereka tahu bahwa pertempuran ini akan menjadi tantangan yang paling berat yang pernah mereka hadapi.
Namun, serangan Waraka bukan hanya sebatas serangan fisik, dia juga bisa melakukan serangan sihir. Setelah serangan area yang dahsyat itu, dia mulai mengucapkan mantra sihir, dan tiba-tiba segerombolan bayangan hitam mulai merayap di atas tanah yang mereka pijak, membentuk sosok-sosok makhluk yang menakutkan seraya menyerang mereka.
Raen melompat maju, mengayunkan pedangnya ke arah Waraka, tetapi panglima itu dengan mudah menghindar dan menyerang balik dengan kekuatan yang luar biasa. Pukulan telak mendarat di tubuh Raen, membuatnya terdorong mundur dan kehilangan keseimbangannya.
Kurila, menyilangkan kedua tangan besarnya untuk menahan serangan yang bertubi-tubi menahan serangan dari makhluk bayangan yang diciptakan oleh Waraka. Dia berusaha melindungi Astara dan Raen dari serangan yang datang dari segala arah. “Astara, kita harus bersatu! Gunakan kekuatan sihir mu seperti tadi!” Teriak Kurila.
“Aaah… Aku tidak yakin dapat melakukannya lagi!” jawab Astara singkat.
“Apa maksud mu!? Idak ada waktu untuk bermain-main.” teriak Raen.
“Maafkan aku, tapi aku tidak dapat melakukannya.” jawab Astara lemah ketakutan.
Plaaak…
Tamparan mendarat telak di pipi kiri Astara, ungkapan kekecewaan Raen atas sikapnya yang belum berubah.