Tidak biasanya Lucas bangun di pagi hari saat libur kuliah. Sebulan terakhir telah dia habiskan dengan bermain online games bersama teman-teman terdekatnya sampai menjelang dini hari dan bangun saat para pekerja kantoran tengah mempersiapkan diri untuk pulang. Jika bosan, dia akan berlari ke menonton film atau acara televisi lainnya meski ini jarang terjadi. Tidak pernah ada hari libur di mana dia dengan senang hati memilih untuk mengikuti jam normal.
Anehnya, setelah makan malam kemarin dia merasa begitu letih dan langsung berbaring. Mungkin badannya memaksa ganti rugi atas gaya hidup tidak sehatnya, tapi tiba-tiba dia membuka mata dan melihat cahaya dari balik tirai jendela kamarnya. Di obrolan grup semalam, ada puluhan pesan yang ditinggalkan untuknya. Kebanyakan adalah pertanyaan tentang keberadaannya, dan sebagian lain adalah gurauan tentang dirinya yang sudah lelah menghadapi kebodohan pemain lain yang mati dengan mudahnya.
Dia bangkit dari kasur tanpa berpikir untuk merapikan seprai atau melipat selimutnya. Kemungkinan besar dia akan memaksakan diri untuk tidur sampai sore supaya dia memiliki cukup energi untuk bertahan sampai esok, jadi tidak ada manfaat menata sesuatu yang akan dibuatnya berantakan lagi. Sebenarnya dia tidak ingat kapan terakhir kali dia membersihkan kamarnya secara keseluruhan. Andai saja ibunya mau mengambil alih tugas ini seperti waktu dia masih kecil.
Setelah mencuci muka dan menyikat gigi di kamar mandi, dia turun ke lantai pertama di mana ibunya sedang membaca koran di ruang makan. Tepat di depan ibunya, Ethan, adik laki-lakinya sedang menikmati semangkuk sereal jagung madu sambil menonton sebuah drama komedi terkenal di tablet. Ethan tidaklah jauh berbeda darinya. Mereka berdua sama-sama suka menghabiskan waktu senggang di dalam kamar daripada berkeluyuran sampai tengah malam. Perbedaan terbesar tentu saja terletak di Ethan yang memilih untuk bangun selagi burung-burung di taman belakang mereka masih bernyanyi.
“Kau belum tidur?” tanya ibunya tanpa mengalihkan pandangan dari koran yang terpapar di atas meja.
“Aku baru bangun,” jawabnya santai. Dia mengambil mangkuk dan sendok dari salah satu lemari di dapur dan kembali ke ruang makan untuk duduk di samping ibunya. Kotak sereal dan botol susu yang dikonsumsi Ethan masih ada di meja, jadi dia menuangkan seporsi sarapan untuk dirinya sendiri. Biasanya dia akan memanggang roti dan memakannya dengan selai cokelat, tapi dia terlalu malas untuk mempersiapkan bahan-bahannya.
“Apa kau bisa pergi ke supermarket setelah ini? Sereal kita habis, dan Ibu butuh beberapa barang lainnya,” kata ibunya, kali ini mata mereka bertemu.
“Aku ingin tidur lagi.” Lucas menolak dengan alasan yang tidak sepenuhnya salah. “Bagaimana kalau sesekali Ibu menyuruh Ethan melakukan sesuatu?”
Ethan menjeda videonya sambil tersenyum, seakan-akan yakin bahwa apa yang akan dikatakannya tidak bisa dicela. “Aku belum mempunyai surat izin mengemudi mobil dan sepeda kita belum diperbaiki.”
“Aku tidak menyangka kau akan beralasan begitu,” kata Lucas sarkastis. Keluarga ini memiliki dua buah mobil. Mobil pertama adalah keluaran tahun lalu yang selalu digunakan ayah mereka ke kantor. Mobil kedua dibeli enam tahun lalu dan dibiarkan begitu saja di rumah untuk siapa pun yang ingin mengurusnya. Lucas hanya mengendarai mobil setiap dia telat berangkat ke kampus. Sama seperti Ethan, dia lebih memilih untuk menaiki bus karena orang tuanya tidak semudah itu memberikan uang lebih untuk bensin. Dengan kata lain, dia bisa menyuruh Ethan untuk menggunakan kendaraan umum, tapi dia terlalu malas untuk berdebat.
Tak dibutuhkan waktu lama bagi Lucas untuk menyelesaikan sarapannya. Dia meletakkan mangkuk dan sendok kotornya di bak cuci piring dan mengambil sebotol air dari dalam kulkas. Ada banyak hal yang berhenti dilakukan ibunya semenjak kedua anaknya beranjak dewasa, tapi mempersiapkan air dingin di botol daur ulang adalah salah satu hal yang tidak pernah dilupakannya. Lucas yakin alasan utama adalah karena ibunya ingin ketiga pria di keluarga ini meminum air putih sebanyak mungkin.
“Luc, Ibu akan memberi catatan tentang apa saja yang harus kau beli,” kata ibunya sebelum dia beranjak dari ruang makan.
“Aku akan pergi sore nanti karena aku benar-benar malas keluar rumah di jam seperti ini. Tolong jangan didebatkan.” Lucas menatap ibunya sebelum melirik ke Ethan yang sedang membuka mulut lebar-lebar. “Ethan, aku bosan mendengar lelucon tentang menggunakan tabir surya mahal milik Ibu jika takut kulitku terbakar. Kau pasti bisa merangkai sesuatu yang baru,” sambungnya sebelum Ethan sempat mengeluarkan satu kata.
“He? Berhenti berpikiran buruk tentangku. Aku hanya ingin bilang kalau aku ingin menitip es krim rum,” kata Ethan.
Lucas mengangkat kedua bahunya. “Selamat pagi. Aku kembali tidur.”
Orang yang tidak mengenal Lucas pasti akan menggerutu tentang respons tidak jelasnya, tapi Ethan telah mengenalnya seumur hidup. Sekalipun keduanya sering memberikan kesan bahwa sedang ada perang dingin di antara mereka, tapi itu tidak lebih dari gaya berbicara mereka terhadap satu sama lain. Hal di saat Lucas harus melakukan sesuatu untuk keluarga ini karena Ethan tidak bisa diandalkan telah menjadi hal yang sangat lumrah.
Pada awalnya, Lucas merasa orang tuanya tidak adil. Apa dia harus lebih bertanggung jawab hanya karena dia setahun lebih tua? Kenapa mereka tidak memaksa Ethan melakukan sesuatu yang bahkan bisa diselesaikan oleh seorang balita? Tapi ada saat ketika Ethan tidak menghadiri pesta ulang tahun sahabatnya karena memilih untuk menemani ibunya yang demam, atau saat dia pergi seorang diri ke ujung kota demi memesan burger favorit Lucas. Ada begitu banyak hal yang tidak memungkinkan Lucas untuk memendam amarah apalagi dendam.
***
Lucas tidak langsung memejamkan mata setelah sampai di kamar tidurnya. Dia lebih dulu menonton banyak hal di internet sampai sekitar pukul dua belas siang dan baru kembali bangun sebelum pukul empat sore. Terlalu lama rebahan selalu membuatnya jauh lebih pusing daripada kekurangan istirahat, tapi dia tahu dia akan membaik setelah duduk atau berdiri selama setengah jam. Meneguk sisa air di botol yang di bawanya tadi juga sangat membantu.
Beberapa jam lalu, ibunya telah mengirim pesan instan berisi daftar barang yang harus dibelinya dari supermarket, tapi dia memutuskan untuk mandi terlebih dahulu. Sehari-hari dia lebih senang mengenakan kemeja atau kaos berkerah. Kali ini, dia memilih kaos lengan pendek putih dan celana panjang cokelat tua yang terbuat dari bahan yang menyejukkan kulit. Satu-satunya alasan adalah karena dia malas untuk mengganti pakaian lagi saat ingin tidur.
Sepanjang perjalanannya ke garasi, dia tidak berpapasan dengan satu orang pun. Ibunya kemungkinan besar sedang mengunjungi istri rumah sebelah yang merangkap sebagai sahabatnya, Ethan pasti belum keluar dari kamarnya sejak sarapan tadi, sedangkan ayahnya akan tiba di rumah sekitar dua jam lagi. Mereka selalu menyempatkan waktu untuk makan malam bersama, dan liburan adalah saat di mana mereka bisa melakukannya setiap hari.
Ada banyak pasar swalayan di kawasan perumahan Lucas, tapi Focus Supermarket adalah tempat yang selalu dikunjungi keluarganya saat berbelanja kebutuhan pangan. Jaraknya hanya sepuluh menit dan gedungnya lebih tua dibanding bangunan sekitar. Konon, supermarket ini sudah ada sejak zaman perang dunia pertama, tapi semua barang yang dijualnya paling murah dan lengkap dari yang lain.
Di hari Minggu seperti ini, Lucas beruntung bisa mendapatkan tempat parkir yang terletak tepat di depan supermarket. Dia mengambil ponsel dari saku samping celananya dan membaca pesan dari ibunya. Tidak ada daging atau bahan mentah lainnya yang harus dibeli. Semuanya adalah beberapa saus, makanan beku, dan tentu saja sereal yang harus dikonsumsi oleh keluarganya besok pagi atau mereka akan merengus seharian.