Astray

Psychedelic
Chapter #3

Bab 2

Lucas tersentak kaget saat membuka matanya. Napasnya tidak beraturan seperti dia baru berlari maraton tanpa berhenti sedetik pun, dan kepalanya begitu ngilu seperti dia kekurangan cairan. Dia harus berpegangan pada tembok di samping kasurnya supaya tidak terjatuh setelah mendudukkan diri dengan paksa. Butuh waktu untuknya menenangkan diri sebelum berhasil mengecek keadaan di sekitar kamarnya yang sama sekali tidak berubah.

Dia hampir tidak pernah bermimpi. Jika ditanya tentang mimpi yang sampai sekarang tidak bisa dilupakannya, dia tidak bisa menjawab. Dia tidak pernah peduli maupun memiliki kemampuan untuk mengingat sebuah mimpi. Maka dari itu, kenapa mimpi buruk tentang Clara yang baru saja dialaminya terasa begitu nyata? Beberapa menit sudah berlalu, tapi dia masih bisa mengingat setiap jalan maupun detail percakapan yang dilaluinya.

Dadanya terasa sesak, tapi dia tidak bisa menjelaskan apa yang mengganjal di sana. Dia membuka ponselnya dan membaca beberapa pesan dari teman-teman di grup mainnya yang sama dengan mimpinya. Dia menebak bahwa mereka akan membahas tentang dirinya yang sudah muak dengan pemain bodoh lainnya, dan dugaannya seratus persen benar. Setiap tulisan mereka sama persis dengan apa yang ada di dalam mimpinya.

Ini pasti hanya kebetulan saja. Dia tidak seharusnya terlalu memikirkan apa yang sedang terjadi, tapi sekedar untuk memastikan, dia harus keluar dari kamarnya. Dia tidak membersihkan diri di kamar mandi dan langsung menuju ke ruang makan di lantai satu. Di meja makan, ibunya tengah membaca koran, sedangkan Ethan asyik memakan semangkuk sereal sambil menonton drama komedi di tablet—drama komedi yang sama dengan yang ada mimpinya.

“Kau belum tidur?” Lucas belum selesai berpikir saat ibunya melontarkan pertanyaan yang juga sama persis dengan mimpinya. Ibunya juga tidak mendongak untuk memandangnya.

“A-aku baru bangun,” jawab Lucas sebelum berlari ke dapur dan meletakkan kedua tangannya yang tergenggam di atas meja dapur. Tubuhnya tiba-tiba melemas. Apa yang sebenarnya terjadi? Bahkan warna mangkuk dan jenis sereal yang dimakan Ethan juga sama. Jika hari ini berlanjut, apakah Clara akan mati?

“Kau kenapa?” Ibunya menanyakan sesuatu yang lain, tapi Lucas tidak bisa sepenuhnya yakin.

“Tidak. Aku tidak apa-apa.” Lucas bergegas membuka kulkas supaya ibunya tidak makin mencurigainya. Di mimpinya, dia memakan sereal dan susu yang diletakkan Ethan di atas meja makan. Untuk melakukan sesuatu yang berbeda, dia mengambil sebuah apel dari kotak plastik yang ditata dengan rapi oleh ibunya sebelum pergi dari dapur. Tubuhnya masih terasa sangat letih, jadi mungkin dia butuh istirahat sebelum semuanya akan kembali normal.

“Apa kau bisa pergi ke supermarket setelah ini?” Hanya beberapa langkah setelah Lucas melewati meja makan, ibunya langsung bertanya. Mata mereka akhirnya bertemu, tapi Lucas terlihat begitu takut. “Luc, kau kenapa?” tanya ibunya seketika itu juga.

“Dia sedang menyembunyikan sesuatu.” Ethan yang dari tadi diam akhirnya membuka suara. Dia tidak sepenuhnya salah. Jika mereka bertukar posisi, Lucas juga pasti merasa bahwa tingkah Ethan mirip seseorang yang sedang menyimpan sebuah rahasia negara yang tidak sepatutnya diketahui oleh orang awam seperti mereka.

Tanpa menghabiskan waktu lebih lama lagi, Lucas pergi ke kamar tidurnya. Dia meletakkan apel di atas meja belajarnya, mengambil ponsel dari atas kasurnya, dan duduk di tepi kasur. Tangannya sedikit gemetaran saat dia mencoba menelepon Clara. Biasanya, Clara sedang membersihkan rumahnya di jam seperti ini. Dia harap Clara sedang berada di dekat ponselnya, tapi dia masih bisa menghubungi nomor rumah Clara jika teleponnya tidak diangkat.

“Hai, Lucas. Ada apa?” Untungnya, tidak butuh waktu lama bagi Clara untuk mengangkat telepon Lucas. Mereka sudah bertahun-tahun saling mengenal, tapi ini pertama kalinya Lucas merasa begitu bahagia bisa mendengar suara sahabatnya itu.

“Kau ada di mana?” tanya Lucas.

“Di rumah. Kenapa?”

“Oh...” Lucas terdengar lega, begitu juga hatinya. “Apa yang akan kau lakukan nanti?”

“Aku masih belum tahu. Kenapa? Kau ingin mengajakku pergi?”

Lucas tidak ingin bertemu dengan Clara saat pikirannya masih di ambang kecemasan karena dia tidak mungkin bisa bertingkah seperti biasa. Tidak mungkin juga dia bisa menceritakan mimpinya tanpa ditertawakan oleh Clara. Saat semuanya ternyata baik-baik saja, bisa-bisa dia akan dicemooh selama bertahun-tahun. Dia ingin melarang Clara untuk keluar rumah sampai hari berganti, tapi dia tahu bahwa Clara akan marah jika dipaksa tanpa alasan yang jelas.

“Halo? Kau masih di sana?” tanya Clara saat Lucas tidak kunjung menjawab.

“Maaf. Aku baru ingat kalau aku harus mengantar Ethan membeli peralatan untuk tim basketnya,” kata Lucas. “Nanti kalau ada waktu kosong, aku akan menghubungimu lagi.”

“Lalu untuk apa kau meneleponku? Dasar aneh.”

“Aku baru ingat janjiku dengan Ethan. Sampai jumpa nanti.”

“Terserah.”

Lucas membiarkan Clara mematikan teleponnya terlebih dahulu. Dia menghela napas beberapa kali untuk menenangkan diri sebelum membaringkan diri di atas kasurnya. Tanpa mencoba, dia sudah yakin bahwa dia tidak mungkin bisa tidur lagi. Dia butuh seseorang untuk mendengarkannya, tapi siapa yang bisa mempercayainya? Bahkan sahabat terbaiknya pun akan terbahak-bahak dan menyarankan untuk jangan terlalu memikirkan sebuah mimpi.

Mungkin jalan terbaik adalah menunggu sampai dia bertemu Clara di supermarket. Dia bisa mempersiapkan diri dari sekarang; jangan panik, jangan sampai keceplosan, dan tetap bersikap sewajarnya meski pada akhirnya Clara juga akan mengatakan dan melakukan hal yang sama seperti mimpinya. Setelah dia yakin bahwa mimpinya akan selalu menjadi kenyataan, dia akan menahan Clara sedikit lebih lama sebelum kecelakaan maut itu terjadi. Ini rencana yang baik.

***

Lucas menghabiskan sisa waktunya untuk mencari informasi lebih lanjut tentang fenomena yang menimpanya. Ada beberapa orang mengaku pernah memimpikan seseorang dan pada akhirnya bertemu dengan orang yang sama di kehidupan nyata, entah satu hari atau sepuluh tahun kemudian. Biasanya orang tersebut adalah orang yang akhirnya mereka nikahi atau dalam kata lain; jodoh. Sebagian lainnya bermimpi menghadiri sebuah acara, bisa sebuah pesta atau pertemuan lainnya.

Dia juga mempelajari lebih jauh tentang déjà vu, di mana seseorang merasa seperti sudah pernah mengalami suatu kejadian, tapi mereka tidak ingat kapan. Perbedaan terbesar dari semua informasi ini adalah mimpinya yang begitu detail. Bahkan sampai sekarang, dia masih mengingat setiap kata yang telah dan akan dilontarkan oleh orang-orang di sekitarnya. Dia tidak bisa mengingat waktu, tapi itu pasti karena dia hanya sesekali mengecek jam.

Pukul empat sore adalah saat dia akhirnya pergi. Ibunya sudah mengirimkan daftar belanjaan sekitar setengah jam yang lalu, tapi ada pesan dari Ethan yang memesan es krim rum. Sebelumnya, Ethan hanya mengatakannya sekali saat mereka ada di meja makan tanpa meninggalkan pesan lagi. Dia masih tidak berpapasan dengan siapa pun saat berjalan ke garasi dan mengeluarkan mobil keluarganya.

Kondisi jalan yang dia lalui untuk menuju ke Focus Supermarket sedikit berbeda karena dia berangkat beberapa menit lebih awal, tapi dia tetap berusaha untuk mengingat lebih banyak. Setelah sampai, dia mendapatkan tempat parkir yang berbeda karena ada area yang kosong dan lebih dekat dengan pintu masuk supermarket. Namun, dia tidak merasa lebih baik saat masuk ke dalam bangunan dan menemui kasir-kasir yang sama.

Lihat selengkapnya