Lucas membangunkan Clara tepat pada pukul satu siang setelah ibunya selesai menyiapkan beberapa roti lapis ayam dan semangkuk besar kentang goreng untuk makan siang satu keluarga. Clara kembali girang setelah tidur selama hampir tiga jam, jadi Lucas ingin percaya bahwa kelakuan absurdnya tadi adalah karena dia benar-benar kurang tidur. Wajahnya cerah seperti sedia kala, terutama setelah dia mencuci muka dan mengikat tinggi rambutnya.
“Ethan! Halo!” sapa Clara saat menemui Ethan yang sudah asyik memakan kentang goreng. Tablet tidak pernah lepas dari sisinya, tapi dia mengunci layarnya dan tersenyum pada Clara.
“Kakak. Apa kabar?” tanya Ethan. Suaranya bahkan dibuat lebih manis seperti bocah SD yang haus perhatian guru favoritnya.
“Kita baru saja bertemu, jadi tidak ada yang berbeda. Aku masih menghabiskan kebanyakan waktu luangku di rumah. Apa yang sedang kau tonton?” Clara duduk di depan Ethan, sedangkan Lucas memilih kursi di sampingnya, di mana ibunya duduk pagi ini. Secara hampir bersamaan, mereka berdua mengambil setumpuk roti lapis dan mulai memakannya.
“Reality show tentang sekumpulan komedian. Keluar sekitar tiga tahun yang lalu, tapi masih berlanjut sampai sekarang,” jawab Ethan.
“Bagus?”
“Aku ketagihan. Kau wajib menontonnya kalau ada waktu.”
Clara tersenyum. “Akan kucoba. Malam ini aku mau menonton miniseri dengan Lucas. Apa kau mau ikut?”
“Apa judulnya?”
“Bodyguard Lines.”
“Oh, aku belum pernah mendengarnya, tapi tidak, terima kasih. Aku tidak ingin menjadi orang ketiga di antara kalian,” kata Ethan dengan wajah datar yang sangat bertolak belakang dengan pernyataan candanya.
“Astaga. Kau masih suka mengatakan itu?” tanya Clara sambil terkekeh. Sejak dulu, dia dan Lucas sudah kebal dengan godaan banyak orang tentang hubungan mereka. Semakin mereka beranjak dewasa, semakin mereka tidak peduli dengan dugaan-dugaan yang tidak berbasis.
“Ethan, aku membelikan es krim rum untukmu. Coba cek di freezer,” Lucas mencoba mengganti arah pembicaraan.
“Sungguh? Tumben sekali.” Ethan menaikkan kedua alisnya. “Tapi ini lucu. Aku sebenarnya ingin pesan padamu sebelum kau pergi, tapi aku ketiduran sebelum sempat bilang.”
“Heh... Hari ini Lucas seperti punya kemampuan untuk membaca isi hati seseorang. Dia juga membelikan roti tawar untukku, dan kebetulan saja ibuku kehabisan roti tawar dan aku berencana untuk membelinya dari tempat yang sama,” tambah Clara. “Benarkah itu, Lucas?”
“Apanya?” tanya Lucas.
“Kau mempunyai kemampuan membaca isi hati seseorang.”
Lucas mendengus geli sebelum bangkit berdiri dan berjalan ke dapur. “Akan kusiapkan kola untuk nanti.”
“Kau tidak seru sekali. Apa salahnya menjawab?” Clara menoleh ke Lucas yang mengambil sebotol besar kola dari salah satu kardus di ujung dapur dan memasukkannya ke dalam kulkas. Tidak ada tanggapan dari Lucas, tapi dia berpikir keras; mungkin lain kali dia harus lebih berhati-hati dengan pengetahuannya tentang masa depan, tapi dia berharap tidak akan ada lain kali lagi.
“Kak, bukannya kau akan berulang tahun bulan depan?” tanya Ethan yang akhirnya meraih roti lapis setelah menghabiskan sepertiga kentang goreng.
“Iya.” Clara kembali memandang Ethan dan menyengir lebar. “Apa kau sudah menyiapkan sesuatu yang istimewa untukku? Sekedar informasi, di beberapa negara ulang tahun kedua puluh satu itu yang paling penting.”
“Kalau dipikir-pikir, selama ini aku hanya memberimu kado patungan dengan Kak Lucas. Aku ada sedikit uang. Apa ada sesuatu yang kau inginkan?”