“Aku tidak bisa hari ini. Kepalaku pusing sejak bangun tadi. Maafkan aku.”
Lucas tertegun saat Clara menolak ajakannya untuk menginap. Ini tidak seharusnya terjadi. Sejauh ini tidak ada satu pun hal yang berubah dari mimpinya, dan dia pun makin bertanya-tanya. Sebelumnya, Clara selalu ceria dan bersemangat seperti biasanya. Hari ini, dia mengaku tidak enak badan. Mungkinkah energi Clara terkuras setiap kali dia mati? Andai saja Lucas bisa mendapatkan jawabannya dengan mudah.
“Bagaimana kalau aku yang menginap di rumahmu?” tawar Lucas. Dia jarang menginap di rumah Clara daripada sebaliknya, tapi dia tidak boleh menyerah. Di tempatnya atau tempat orang lain, dia harus setia mendampingi Clara.
“Hmm... Begitu?” Tidak salah jika Clara langsung curiga. “Tampaknya ‘menonton miniseri’ hanyalah alasan. Apa yang kau sembunyikan? Apa ada barang terlarang milikmu yang tertinggal di rumahku dan kau tidak ingin aku menemukannya?”
“Clara,” ucap Lucas dengan tegas. “Aku akan ke rumahmu jam empat sore, entah kau suka atau tidak. Kalau kau tidak mau membukakan pintu, aku akan menghubungi ibumu. Tidak mungkin dia akan membiarkanku menunggu di luar.”
“Aku tidak melarangmu menginap, Lucas, tapi ini terdengar aneh. Apa kau sendiri tidak sadar dengan apa yang kau katakan? Tidak biasanya kau memaksa seperti ini. Anehkah kalau aku jadi mencurigaimu?”
“Tunggu aku jam empat sore. Istirahatlah yang cukup. Jangan lupa minum obat,” kata Lucas sebelum menutup teleponnya, tidak membiarkan Clara melanjutkan protesnya.
Saat Lucas kembali ke ruang tamu, ada ibunya yang sedang memakan jeruk mandarin dan Ethan yang melanjutkan sarapannya yang sempat tertunda. Ibunya bukan tipe orang tua yang selalu ingin tahu urusan anaknya, tapi Lucas yakin kali ini berbeda karena dia tiba-tiba saja kabur dari ruang makan seperti sedang kerasukan setan. Dengan menghembuskan napas panjang, Lucas duduk di kursi awalnya untuk memakan tiramisu yang masih dibiarkan di atas meja.
“Lain kali jangan sembarangan pesan makan. Kalau masih sakit perut sampai nanti malam, kita bisa ke dokter,” kata ibunya tiba-tiba, mengejutkannya. Dia melirik Ethan yang lebih dulu melihatnya sambil menyengir. Dari sana, dia langsung tahu apa yang terjadi; Ethan sudah membuat alasan untuk mereka berdua.
“Omong-omong, bulan depan ulang tahun Kak Clara,” sahut Ethan yang tampaknya juga ingin mengalihkan perhatian ibunya. Meski di waktu yang berbeda, dia tetap saja membahas ulang tahun Clara. Ketertarikannya pasti pertanda bahwa dia sudah merencanakan sesuatu yang spesial sejak jauh hari.
“Apa yang akan kau berikan?” tanya Lucas.
“Selama ini, kita selalu patungan. Tahun ini, aku ingin membeli hadiahku sendiri. Mungkin satu set alat rias karena dia lumayan suka berdandan.”
“Ide bagus.”
“Kau harus memberinya hadiah yang tidak akan bisa dilupakannya.” Saat ibu mereka beranjak dari kursi untuk membuang sampah, Ethan berbisik ke Lucas sambil mencondongkan badannya ke depan. “Kalau kau berhasil menyelamatkannya, lamar langsung saja dia.”
Lucas mengernyitkan dahinya. “Apa maksudmu mengatakan hal seperti itu? Kau jangan menganggap enteng apa yang sedang aku alami.”
“Siapa yang menganggap enteng? Aku hanya berpikir mungkin saja ini teguran dari Tuhan supaya kau bisa lebih jujur dengan perasaanmu.”
“Dari jutaan cara, Tuhan rupanya memilih untuk berbuat usil, huh?”
“Usil atau tidak, Dia bisa melakukan apa pun yang diinginkan-Nya,” kata Ethan sambil membenarkan posisi duduknya sebelum ibu mereka kembali ke meja makan.
Jujur saja Lucas akan marah besar jika teori Ethan terbukti benar. Bodoh sekali rasanya jika cara dia menyelamatkan Clara rupanya sedangkal menyatakan perasaannya. Lagi pula, perasaan apa yang harus dinyatakannya? Seumur hidup, dia tidak pernah membayangkan memiliki hubungan romantis dengan Clara. Kalau pun mereka memang ditakdirkan menjadi lebih dari sahabat, haruskah hal tidak masuk akal seperti ini yang dijalaninya?
***
Ada banyak hal bodoh yang dikatakan Ethan, tapi sarannya tentang memberikan kado ulang tahun spesial untuk Clara memang ada benarnya. Sepanjang hari, Lucas tidak bisa berhenti memikirkan tentang sesuatu yang harus dilakukannya—tentu saja bukan sebuah lamaran. Biasanya, dia dan Ethan akan membelikan sepasang sepatu atau sebuah tas. Waktu Clara berumur delapan belas tahun, mereka berdua memberinya sebuah buket besar berisi bunga mawar segar dan cokelat bulat.
Ibu Lucas sempat melarangnya menginap di rumah Clara karena dia masih “sakit”, tapi dia sanggup meyakinkan bahwa dirinya sudah baik-baik saja. Sebelum berangkat, dia kembali menghubungi Clara untuk menanyakan apa dia membutuhkan sesuatu. Sesuai dugaannya, Clara mengirimkan foto sabun pembersih wajah. Dia pergi ke minimarket terdekat karena dia tidak butuh tempat sebesar Focus Supermarket untuk mendapatkan sabun itu.