Clara kembali dengan mata yang sedikit sembab. Dia duduk dan langsung mengecek ponselnya—sangat jelas dia mencoba untuk menutupi kenyataan bahwa dia baru saja menangis di toilet dan tidak punya cukup waktu untuk membenahi penampilannya. Lucas dan Ethan saling melirik, seakan-akan bertelepati bahwa mereka bingung kenapa Clara harus menangis. Apa dia malu karena perasaannya sudah diketahui oleh Lucas?
“Steak-nya enak sekali dan harganya sepadan. Kau sudah memilih tempat yang bagus, Kak Clara,” Ethanlah yang pertama membuka mulut supaya tidak ada kecanggungan di antara mereka. Hal terbijak adalah tidak menginterogasi Clara yang malah akan membuatnya tidak nyaman. Setidaknya Clara tidak mengenakan maskara yang malah akan menyulitkan dirinya sendiri.
“Nanti malam kita harus pergi ke restoran yang lebih bagus,” imbuh Lucas.
“Kalau tidak salah ada restoran masakan Italia di dekat danau yang harganya juga tidak terlalu mahal. Kita bisa melihat matahari terbenam dari sana.”
“Kapan kita akan menjenguk temanmu?” tanya Clara tanpa memandang lawan bicaranya, meski dia sudah meletakkan ponselnya dan mulai mengiris steak-nya. Suaranya tidak jauh berbeda dari sebelumnya, jadi dia pasti tidak menangis terlalu keras.
“Kita baru bisa ke rumahnya sekitar jam enam sore. Dia sedang dijenguk oleh keluarga lain, jadi tidak enak kalau kita tiba-tiba muncul,” jawab Ethan dengan begitu lancar, lagi-lagi membuat Lucas kagum. Lucas juga paham kenapa Ethan memilih jam enam sore; Ethan pasti positif bahwa Clara tidak akan hidup selama itu. Tragis, tapi memang itu kenyataannya sejauh ini.
“Kenapa malam sekali? Kalau kita juga mau mampir ke restoran Italia itu, jam berapa kita akan pulang?”
“Temanku hanya butuh setengah jam untuk dijenguk. Aku bahkan tidak berencana untuk membeli oleh-oleh. Aku beri uang saja,” kata Ethan sambil mengunyah dagingnya. “Kita mungkin baru pulang jam sembilan atau sepuluh malam, jadi kemungkinan besar kau akan sampai di rumah tengah malam. Ibumu tidak masalah, ‘kan?”
“Harusnya dia tidak keberatan selama aku pergi dengan kalian.”
“Bagus. Omong-omong, apa kau percaya dengan hal mistis?” Tanpa menunggu lebih lama, Ethan langsung menuju ke topik terpenting siang ini.
Clara akhirnya mendongak. “Seperti hantu?”
“Iya,” kata Ethan. “Aku ingin mencoba pergi ke cenayang atau peramal yang tinggal di distrik ini. Mungkin aku akan bertanya tentang jodoh dan karierku. Apa kau tertarik?”
Clara melirik Lucas sebelum kembali memandang Ethan. “Aku belum pernah mencoba hal seperti itu, tapi aku percaya kalau ada orang-orang yang diberkati kemampuan khusus seperti melihat hantu atau mengetahui masa depan seseorang. Masalahnya, mereka butuh dibayar dan kakakmu tidak mungkin mau.”
“Oh, jangan khawatir.” Ethan menepuk punggung Lucas. “Kali ini, dia juga ingin mencoba.”
“Tumben sekali.” Clara menoleh ke Lucas. “Apa yang ingin kau ketahui?”
“Mungkin sama seperti Ethan,” jawab Lucas seadanya. Tidak mungkin dia menjelaskan dengan spesifik bahwa dia ingin tahu kutukan apa yang sedang menghinggapinya. Lebih baik lagi jika dia mengerti cara pasti untuk menyelamatkan Clara.
“Pfft.” Ethan mengeluarkan suara yang membuat Lucas ingin menonjoknya. “Karier? Oke. Jodoh? Apa kau buta?”
“Bisakah kau berhenti mengomentari setiap perkataanku?” Lucas menegur Ethan yang tentu saja membalas dengan cekikikan. Biasanya Clara akan ikut mengatakan sesuatu agar Ethan berhenti menggoda mereka berdua, tapi kali ini dia diam saja. Percakapannya dengan Lucas pasti telah membuatnya lebih berhati-hati dari biasanya.
***
“Ini cenayang yang paling banyak diulas di internet,” kata Lucas saat dirinya, Ethan, dan Clara berdiri di depan rumah berpagar biru yang terlihat sama normalnya dengan rumah-rumah di sekitar. Ada beberapa pohon lemon di halaman depan, tapi tidak ada tanaman mencekam yang menunjukkan bahwa ini merupakan tempat tinggal seseorang dengan kemampuan berinteraksi dengan makhluk halus.
“Seperti apa ulasannya?” tanya Ethan setelah menekan bel di depan rumah.
“Orang-orang berterima kasih karena bisa berbincang-bincang dengan kerabat mereka yang sudah meninggal. Ada juga yang berhasil menemukan barang mereka yang hilang.”