Saat Clara tertabrak di depan Focus Supermarket dan bangun untuk mengulangi harinya, dia langsung bisa menebak di mana letak kesalahannya. Untuk memastikan bahwa dugaannya akurat—dan sambil berharap bahwa semua hanya kebetulan saja—dia mengecek galeri ponselnya dan mencari foto-foto dari satu tahun yang lalu. Jumat, 9 Agustus 2019, hari di mana dia dan Lucas pergi menonton film romantis berlatar belakang perang saudara Amerika yang sudah mereka nantikan sejak lama.
Di hari itu, Lucas tidak bisa menjemput Clara karena mobilnya sedang diperbaiki. Mereka berdua akhirnya menaiki bus dari rumah masing-masing dan bertemu di bioskop yang terletak di dekat SMA lama mereka. Selepas menonton, Lucas menemani Clara membeli baju di salah satu toko sekitar dan kemudian mengakhiri kegiatan mereka dengan makan siang di kedai ramen yang sudah sering mereka kunjungi sejak kecil.
Biasanya, mereka akan menaiki bus pulang yang sama, tapi waktu itu Lucas ingin mampir ke rumah sepupu wanitanya yang baru saja melahirkan anak pertamanya. Dia belum sempat menjenguk sepupu yang sangat dekat dengannya itu, jadi sekalian saja karena kebetulan langit masih terang. Bus Lucas datang terlebih dahulu dan Clara melambaikan tangannya sambil tersenyum seperti biasa.
Clara tidak langsung pulang. Dia menyempatkan diri untuk mengantre di toko mantau yang begitu ramai dan membeli sekotak mantau rebus untuk keluarganya. Sesampainya di rumah, ibunya sedang menelepon seseorang di ruang tamu. Tatapan yang dia berikan kepada Clara sudah sama seperti tatapan untuk makhluk astral buas yang kebetulan saja menjadi buronan dan juga momok satu negara.
“Clara baru saja pulang,” kata ibunya pada orang di telepon. “Iya. Aku akan... Iya. Tolong kuatkan dirimu dan yang lain. Hubungi aku kalau terjadi apa-apa.”
“Ada apa?” Perasaan Clara mulai tidak enak.
“Clara.” Setelah mematikan telepon, ibunya langsung berdiri dan menggenggam kedua tangan Clara. “Barusan ayah Lucas yang menelepon. Tenanglah saat mendengar ini, oke? Bus yang dinaiki Lucas mengalami kecelakaan dan terbakar. Dia sudah dilarikan ke rumah sakit. Kondisinya kritis, jadi kita harus berdoa supaya dia baik-baik saja.”
Jika saja ibunya tidak langsung mendekapnya, Clara pasti sudah jatuh dan membenturkan kepalanya. Kantong plastik berisi oleh-oleh untuk keluarganya juga tergeletak karena tiba-tiba dia kehilangan kekuatan untuk memegangnya. Lucas mengalami kecelakaan. Kondisinya kritis. Seumur hidup, Clara tidak pernah bermimpi untuk mendengar kedua kalimat itu. Dia cemas setiap Lucas tidak masuk sekolah karena sakit, jadi bagaimana dengan sekarang?
Dunia seakan-akan menggelap saat dirinya dan ibunya menaiki taksi ke rumah sakit tempat Lucas dirawat. Kakinya terasa mengambang saat ibunya menuntunnya menaiki elevator dan melewati begitu banyak lorong berwarna putih. Hidung Lucas cenderung sensitif, jadi dia pasti tidak betah tinggal berlama-lama di tempat yang memiliki bau obat yang cukup keras. Apa gigi Lucas ada yang patah? Clara harus menyiapkan bahan cemooh untuk setelah Lucas sadar.
“Kak Clara.”
Orang pertama yang memeluk Clara di ruang tunggu adalah Ethan. Sosok yang jauh lebih tinggi darinya itu menyembunyikan wajah di bahunya, mungkin berusaha untuk meredam suaranya. Triknya gagal karena tangisannya meledak setelah Clara mengusap-usap punggungnya. Clara tidak tahu harus berbuat apa. Dari semua orang yang dikenalnya, Ethan adalah anak yang tidak pernah menangis, bahkan sejak masih kecil.
“Lucas.” Setelah beberapa menit terdiam, Clara akhirnya membuka mulutnya. Dia mulai sadar akan apa yang terjadi di sekitarnya; ibu Lucas menangis di pelukan ibunya sendiri, sedangkan ayah Lucas duduk sambil menundukkan wajah dalam-dalam. “Apa Lucas baik-baik saja?” tanyanya dengan lantang.
Tidak ada yang mau langsung menjawabnya, tapi seharusnya dia sudah tahu. Jika dokter masih bekerja untuk Lucas, ibunya pasti sedikit lebih tenang dan mengatupkan kedua tangannya untuk berdoa. Jika nasib Lucas masih tidak menentu, ayahnya pasti masih mampu untuk berbincang-bincang dengan mereka semua. Jika Lucas masih hidup, Ethan tidak mungkin menangis sampai seperti ini.
***
Air mata Clara keluar saat dia membuka matanya. Dia tidak ingat bagaimana dia bisa tidur, tapi badannya yang meriang kemungkinan besar menandakan bahwa dia pingsan di rumah sakit. Tangisan Ethan masih terngiang-ngiang di telinganya, membuat dadanya makin sesak. Sulit baginya untuk menerima kenyataan bahwa Lucas tiba-tiba saja tidak ada lagi di dunia ini. Dia tidak ingin sendiri. Dia butuh seseorang untuk menemaninya sebelum pikirannya mulai ke mana-mana.
Ponsel yang terletak di atas nakasnya tiba-tiba menyala dan mengejutkannya—untungnya, dia selalu mematikan suara ponselnya saat tidur. Awal-awalnya dia tidak mau mengangkat dan ingin langsung menemui keluarganya di lantai satu, tapi dia mengurungkan niat dan segera meraih ponsel itu. Jantungnya mau jatuh saat melihat nama di layarnya. Lucas. Setelah semua yang terjadi semalam, orang gila macam apa yang tega menghubunginya melalui ponsel Lucas?