Clara curiga hari Lucas juga terulang saat sahabatnya itu menyapanya lebih dulu di Focus Supermarket. Tatapan Lucas yang kurang fokus dan gerak-geriknya yang aneh makin meyakinkannya, tapi dia masih bertanya tentang masalah lain yang mungkin dialaminya. Berkali-kali, dan Lucas selalu beralasan kurang tidur. Clara mencoba untuk tertawa seperti biasa karena dia juga tidak ingin Lucas mencurigainya.
Sampai akhirnya Lucas melama-lamakan diri berbelanja, memberinya izin untuk menginap, dan pucat bukan main setelah mendengar tentang kecelakaan yang terjadi di depan supermarket. Dari semua pertanyaan yang muncul di otak Clara, dua yang paling menonjol; kenapa kejadian serupa harus terjadi untuk kedua kalinya di hari yang sama, dan apakah satu tahun yang lalu Lucas juga sadar bahwa hari mereka terulang?
Clara tahu kali ini berbeda karena Lucas sudah menyelamatkannya, tapi dia masih mati karena hal setolol terjatuh dari tangga. Ada sesuatu yang merasuki tubuhnya dan membiarkannya terdorong ke depan, lalu sekujur tubuhnya seperti ditusuk oleh ribuan jarum secara bersamaan sebelum dia kembali membuka matanya di pagi yang baru. Dia takut. Dia gelisah. Di atas segalanya, dia geram karena apa gunanya membuatnya dan Lucas mengalami hal yang, di lihat dari sisi mana pun, tidak ada untungnya ini?
Hari-hari berikutnya—meski semuanya adalah hari yang sama—dihabiskannya dengan menangis sendirian di kamar dan mencari tahu tentang apa yang sebenarnya terjadi. Dia sampai beralasan sedang tidak enak badan supaya Lucas tidak mengusik risetnya. Menurut beberapa berita yang dibacanya, kecelakaan tahun lalu terjadi pukul setengah empat sore. Itu sekitar satu jam lebih awal dari kecelakaan yang seharusnya menimpanya di depan Focus Supermarket.
Dia tidak perlu lulus S3 untuk menyambungkan semua informasi yang didapatkannya guna menemukan satu jawaban yang paling pasti di fenomena tidak masuk akal ini; kali ini, Clara seharusnya mati di waktu yang sama saat Lucas seharusnya menghembuskan napas terakhirnya di rumah sakit. Lain kata, Lucas seharusnya mati tahun lalu, tapi dia selamat. Alam semesta marah dan sekarang ingin mengambil nyawa Clara sebagai gantinya.
Clara jujur saja tidak terima. Jika memang itu yang dunia inginkan, kenapa tahun lalu harus repot-repot memberinya penglihatan masa depan? Kenapa Lucas tidak langsung mati di malam itu? Memang pasti akan menyakitkan, tapi semua makhluk hidup akan kehilangan seseorang yang berharga di hidup mereka untuk selama-lamanya. Jika seorang bocah sanggup mengatasi kematian orang tuanya, maka Clara yang sudah dewasa pasti bisa lebih kuat.
Tapi makin lama, makin sulit dia menahan keinginannya untuk menangis di depan Lucas. Penderitaan Lucas yang mulai kehabisan cara untuk menyelamatkannya terlihat jelas—jika dia yang harus melewatinya sekali bisa merasa frustrasi, bagaimana dengan Lucas yang sudah berkali-kali mengalaminya? Dia selalu cekikikan, berusaha untuk meringankan beban Lucas, tapi wajahnya selalu berubah pedih setiap membuang muka.
Dia menyukai Lucas yang berani menegur orang lain, namun tetap menjaga kosa katanya agar tidak menyinggung orang itu meski sering gagal. Dia menyukai Lucas yang memberikan kursinya di bus untuk ibu hamil, sekalipun kakinya terasa mau patah setelah dihukum berlari karena lupa membawa seragam olahraga. Dia menyukai Lucas yang rela kehujanan untuk membeli payung, hanya untuk kembali ke halaman sekolah dan berjalan dengannya ke halte bus.
Tidak ada yang perlu memberitahu Clara untuk sadar diri bahwa Lucas adalah manusia yang lebih baik darinya. Keluarga yang memiliki anak, saudara, dan ayah seperti Lucas pasti akan menjadi keluarga paling bahagia. Maka dari itu, Clara memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Dia membuka jendela kamarnya, menarik napas dalam-dalam, dan melompat. Pasti otaknya sudah tidak sehat karena dia sama sekali tidak takut akan rasa sakit yang pasti menimpanya.
Sayangnya, cara itu tidak berhasil dan malah membuat Lucas makin gundah. Sesekali, Clara masih berhasil membuat Lucas tersenyum, tapi dia sendiri merasa tidak stabil. Setiap menutup matanya, dia membayangkan mengambil pisau dari dapur dan menusuk perutnya sendiri, atau paling gampang; melompat di tengah jalan raya yang ramai. Karena perbuatannya satu tahun lalu, dia tidak bisa menatap Lucas tanpa mengutuk dirinya sendiri.
***
Clara, angkat teleponku. Kau harus menjelaskan semuanya padaku. Clara, kau tidak bisa melakukan ini padaku setelah apa yang kau katakan di Kota Kuil. Aku ingin melihatmu. Aku harus menemui. Aku tidak pernah meminta apa-apa darimu, tapi kali ini aku mohon. Clara, aku tahu kau di sana. Itulah pesan yang ditinggalkan Lucas di ponsel Clara, lengkap dengan belasan panggilan tidak terjawab yang masih berlanjut sampai sekarang.
Air mata Clara tidak berhenti mengalir. Dia memukul-mukul dadanya, berusaha untuk mengurangi pilu hatinya. Saat dirasa itu tidak bekerja, dia mulai menarik-narik rambutnya dan mengerang. Sebagai seseorang yang sudah berpikir berkali-kali untuk mengorbankan dirinya, dia tidak lagi memedulikan luka yang akan membekas di tubuhnya. Dia merasa begitu gelisah, seperti ada sesuatu di dalam dirinya yang harus dikeluarkan dengan paksa.