Clara ingin menjerit saat membuka matanya, tapi dia langsung sadar bahwa ada banyak hal yang berbeda di sekitarnya. Pertama-tama, tidak ada bau kayu manis di kamarnya, maupun lampu aroma terapi pemberian ibu Lucas. Rambutnya jauh lebih panjang dan seprai yang dikenakannya juga berbeda dari sebelumnya. Dia menoleh ke nakas di sampingnya dan terkejut bukan main saat mendapati ponsel lama yang sudah digantinya.
Seperti biasa, dia bisa dengan cepat menebak apa yang sebenarnya terjadi, tapi tidak ada salahnya mengecek tanggal dan jam di ponselnya. Benar saja, dia kembali ke satu tahun yang lalu, ke hari di mana Lucas seharusnya mati. Ini berarti dunia telah memilih untuk mengembalikan mereka ke jalur hidup yang semula. Apa hasilnya akan berbeda jika Lucas tidak ikut tertabrak truk? Clara mungkin tidak akan pernah tahu jawabannya.
Aku ingin menghabiskan waktu dengan keluargaku. Nanti siang aku akan ke rumahmu dengan Ethan. Clara kira Lucas akan meneleponnya seperti beberapa waktu terakhir, tapi hanya dua kalimatnya yang didapatkannya. Dia bisa paham. Jika Lucas tahu dia akan meninggal hari ini, maka dia pasti ingin bersama dengan keluarganya selama yang dia bisa. Clara juga positif Lucas akan menceritakan semua yang telah terjadi pada Ethan.
Clara membersihkan dirinya dan mengganti pakaian tidurnya ke setelan yang lebih sopan. Kemudian dia turun ke lantai satu dan melihat ibunya sedang menggoreng sesuatu di dapur. Benar juga. Waktu itu, ibunya mendapat jatah cuti dari kantor selama hampir seminggu. Clara tidak ingat ini hari libur yang ke berapa untuk ibunya, tapi dia senang karena tidak harus sendirian sampai Lucas datang nanti. Dia yakin ibunya juga tidak akan keluar rumah seharian.
“Selamat pagi,” sapa ibunya. “Kau mau telur mata sapi dan roti panggang juga?”
“Boleh.” Clara berjalan ke dapur dan menuangkan secangkir kopi dari mesin kopi yang sudah disiapkan oleh ibunya. Dia menambahkan dua sendok gula dan duduk di kursi meja makan.
“Kau jadi pergi dengan Lucas?”
“Aku tidak tahu, tapi Lucas akan ke sini siang nanti dengan Ethan. Mungkin kita hanya pergi sebentar.”
“Oh, begitu...”
Clara menyeruput kopinya sebelum meletakkan cangkirnya di atas meja. “Ibu.”
Ibunya menoleh. “Iya?”
“Apa kau pernah mengira aku akan menikahi Lucas?”
“Eh...?” Ibunya melebarkan kedua mata sebelum tertawa keras. “Kenapa kau menanyakan hal seperti itu?”
“Aku rasa aku selalu bermimpi untuk menikahinya. Sejak dulu, setiap aku melihat sesuatu yang romantis, aku selalu membayangkan melakukannya dengan Lucas. Seperti ciuman di TV atau pasangan yang mengelilingi dunia bersama.”
“Jadi kau akhirnya mengakui kalau kau menyukai Lucas?”
“Selama ini aku memang tidak mau mengakuinya, ya...?” Clara melipat kedua tangannya dan meletakkannya di atas meja. “Aku selalu takut Lucas menolakku. Aku takut dia hanya mengiraku sebagai saudaranya dan aku patah hati seumur hidup. Aku bodoh sekali...”
“Kau memang suka melakukan hal yang tidak penting, Clara.” Ibu Clara datang dengan dua piring berisi satu telur goreng dan dua iris roti panggang. Dia menaruhnya di atas meja sebelum duduk di depan Clara. “Tapi aku tidak sepantasnya mengatakan hal seperti itu karena dulu aku juga tidak ingin mengakui perasaanku ke ayahmu. Untung saja dia menembakku waktu kami berumur dua-puluh-sekian, dan kami langsung menikah tiga bulan setelahnya.”
“Aku juga dua-puluh-sekian, dan kami juga sudah—” Clara berhenti berbicara dan meminum kopinya. Dia hampir saja keceplosan tentang apa yang dirinya dan Lucas lakukan di kamar hotel. Sekalipun ibunya mengenal baik Lucas, dia pasti akan tetap marah jika anaknya tidur berdua saja dengan seorang pria di hotel.
Ibunya tersenyum dan menggeser satu piring supaya lebih dekat dengannya. “Sudah apa?”
“Tidak ada apa-apa.”