Ethan hanya terdiam saat memandang Lucas mengetuk pintu kamar Clara berkali-kali. Tidak butuh waktu lama bagi Lucas untuk menyerah dan menarik napas panjang. Clara, aku pergi dulu. Jaga dirimu baik-baik. adalah kata-kata terakhir yang diucapkannya pada Clara sebelum berbalik badan dan turun ke lantai satu untuk berpamitan dengan ibu Clara. Di mata Ethan, kakaknya terlihat seperti sedang menanggung seluruh penderitaan dunia ini.
Perjalanan kembali ke rumah diwarnai oleh kesunyian dari keduanya. Ini tidak biasanya terjadi, tapi bagaimana Ethan harus bersikap ketika kakak satu-satunya tiba-tiba memanggilnya hanya untuk mengatakan bahwa dia akan mati sore nanti? Dia bisa mempercayai cerita tentang lingkaran waktu karena bukti-bukti yang cukup akurat, tapi kenyataan bahwa satu tahun lalu Clara juga mengalami hal yang sama dan sekarang takdir menginginkan Lucas mati membuatnya geli.
“Ethan.” Baru Ethan mau menaiki tangga ke lantai dua, tapi Lucas sudah menarik lengannya, menghentikannya dengan paksa. “Dengar, Ethan. Aku harus pergi. Kau ingat semua perkataanku ‘kan? Kau harus mempunyai surat izin mengemudi karena aku tidak bisa mengantarmu lagi, lalu kau jangan pernah menolak permintaan orang tua kita tiap mereka menyuruhmu melakukan sesuatu. Maafkan aku, tapi beban keluarga ini sekarang harus kau tanggung sendiri.”
Ethan menyengir, menatap Lucas dengan nanar. “Kak... Apa yang sebenarnya kau lakukan?”
“Apa maksudmu?”
“Kau bersikap terlalu biasa untuk seseorang yang akan mati.”
“Aku berusaha untuk mensyukuri bonus setahun yang sudah kudapatkan, walaupun kau tidak ingat apa saja yang sudah kita alami semasa itu.” Lucas menepuk pundak Ethan. “Clara pasti mengingatnya. Dia bisa menceritakan semuanya padamu.”
“Tidakkah kau merasa sedih?”
Senyuman Lucas seperti sedang menahan sakit di sekujur tubuhnya. “Tangisanku tidak akan menjadi hal terakhir yang kau ingat dariku.”
Jangan pergi. Ethan membuka mulut untuk memuntahkan semua isi hatinya, tapi tidak ada satu pun kata yang bisa keluar, entah karena dia terlalu malu atau ragu. Aku sangat menyayangimu. Kau kakak terbaik yang bisa didapatkan seseorang. Kau tidak pernah menyakitiku meski sedang marah besar. Dan bagaimana dengan Ayah dan Ibu? Aku tidak bisa menggantikanmu. Aku tidak bisa menjaga mereka kalau kau tidak ada di sampingku. Semua orang membutuhkanmu.
“Terima kasih,” kata Lucas. “Aku beruntung sudah memiliki adik sepertimu.”
Ethan langsung berbalik badan karena dia tidak ingin Lucas melihat genangan air di ujung matanya. Dia tidak akan percaya sampai melihatnya sendiri, tapi gerak-gerik Clara yang seakan-akan tidak ingin terlepas dari Lucas membuatnya yakin. Jika Lucas tidak ingin tangisannya menjadi hal terakhir yang dilihat Ethan, maka sama halnya dengan Ethan; dia tidak ingin tangisannya memberatkan pilihan Lucas.
“Aku harus pergi. Selamat tinggal, Ethan,” kata Lucas sebelum berjalan menjauh. Ethan benar-benar tidak bisa menerima kenyataan bahwa “aku harus pergi” hanyalah versi halus dari “aku akan naik ke bus, kecelakaan, dan mati di rumah sakit”. Bahkan saat nyawanya sudah dipertaruhkan, Lucas masih memikirkan perasaan orang-orang di sekitarnya.
***
Seumur hidupnya, Ethan tidak pernah kehilangan seseorang yang dekat dengannya. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya saat terduduk di ruang tunggu rumah sakit dan mendengar kabar bahwa Lucas tidak berhasil diselamatkan. Andai saja dia belum tahu apa-apa, mungkinkah dia akan menangis histeris seperti ibunya? Andai dia lebih dewasa, apakah dia hanya menundukkan wajahnya dalam diam seperti ayahnya?