Nomi berlari layaknya anak kecil yang dikejar-kejar penjahat. Ya, penjahatnya itu Wirda, selama ini yang selalu dipanggil bunda oleh Nomi sangatlah kejam. Meskipun kejamnya hanya saat tak ada ayahnya Nomi. Bukan berarti Nomi takut pada Wirda, tetapi dia hanya takut kalau Wirda dan Firman akan berpisah dan memilih tinggal sendiri-sendiri.
“NOMIII! JANGAN LARII! BERHENTI KAMU!” Teriakan Wirda membuat jantung Nomi berdetak lebih kencang. Saat seperti ini Nomi memilih untuk mengumpat.
“Mungkin di sini aman,” gumam Nomi saat ia berjongkok di bawah meja tenis.
Nomi yang bisa melihat Wirda mencarinya ke arah yang berbeda membuat Nomi menghela napas tenang. Dia menyandarkan badannya lega.
“Lo ngapain di situ?”
Bugh!
Kepala Nomi terbentur meja tenis, membuatnya mengaduh sambil memegang kepalanya yang tampak benjol. Mengusap kepalanya adalah pencegahan awal yang baik daripada Nomi diamkan malah akan semakin parah.
“Nggak apa-apa?”
Nomi menggeleng, tetapi tangannya masih memegang kepalanya yang sakit.
Memang benar sakit kok, cobain saja kalau kepala lo kepentok meja tenis, terus ditanya sama cogan di depannya. On the way bilang nggak apa-apa ataupun menggeleng pasrah.
“Mau ke UKS aja? Kebetulan deket dari sini,” tawar cowok yang ada di depan Nomi.
Nomi celingak-celinguk, siapa tau bunda nya masih berkeliaran. “UKS di mana?”
“Di lantai empat.”
Nomi membulatkan matanya. “Lantai empat? Itu kan jauh, bukan deket,” cibirnya.
Cowok di hadapan Nomi hanya tertawa. “Biar lo mau ke UKS, biasanya anak cewek pada nggak mau, soalnya di sana pernah ada—”
“Gue mau kok,” jawab Nomi terbata-bata, lalu mencoba pergi dari hadapan cowok tadi.
Nomi menaiki tangga, gila aja tangganya kayak tangga mal yang tingginya berkilo-kilo meter. Ditambah UKS-nya ada di lantai empat. Nomi hanya berpikir ini sekolah atau hotel.
“UKS di mana sih? Ini lantai empat kan, masa iya gue harus nbegitung satu per satu tiap naik,” umpat Nomi saat kebingungan melihat banyak ruangan di lantai empat.
Nomi berjalan lurus sampai akhirnya melihat ada ruangan yang pada bagian atas pintunya bertuliskan kata UKS, dengan gaya jalan cepat Nomi berjalan ke arah ruang UKS.
“Nah akhirnya, tapi kok sepi? Apa sekolah ini nggak punya PMR?” gumam Nomi saat masuk ke ruang UKS yang sepi dan juga berdebu.
“Bodo ah, yang penting pala gue nggak benjol. Lebih baik sendirian di sini, daripada diamuk Bunda gara-gara pala gue benjol sebelah,” ucap Nomi sambil mengambil kotak P3K yang ada di dekat ranjang UKS.
Srek!
“Hah? Suara apa itu?” tanya Nomi saat melihat ke sekitarnya sekali lagi. Namun, di UKS hanya ada dirinya seorang diri saja.
Srekk ….
Tiba-tiba kaki Nomi terasa hangat, Nomi mencoba positive thinking. Nomi mencoba melirik ke arah kakinya yang serasa dipegang seseorang. Dan … Nomi terkejut saat kakinya di pegang oleh tangan yang berlumuran darah.
“ARGHHHHHHH!!” Nomi berteriak, lalu berlari keluar dari UKS. Teriakan Nomi sangat kencang, membuat perhatian siswa-siswi yang kelasnya di lantai empat dekat UKS langsung mengerubungi ruang UKS.
Nomi keluar dari ruang UKS dengan kondisi mengejutkan, kaki kanan yang putih mulusnya berlumuran darah dengan jejak tangan di sana.
“Tuh kan korban lagi.”
“Ya salah siapa udah tau UKS sekolah ini angker, masih aja masuk ke dalem.”
“Mungkin dia nggak tau, atau mungkin dia anak baru di sini.”
“Mungkin aja dia kudet, hahahah.”
Nomi jelas-jelas sangat mendengar cibiran dari cewek-cewek sekolah ini. Kudetlah. Inilah itulah. Memang Nomi terlalu banyak memikirkan kata-kata orang, akan tetapi perihal ini berbeda. Dia adalah anak baru di sini, dan di sini dia dijebak.
“Tro, bukannya itu si Nomi ya? Kok dia, eh tunggu di kakinya ada darah tuh. Jangan-jangan dia korban ruang UKS lagi?” tanya Arga saat melihat kerumunan yang mengerubungi Nomi.
Jelas-jelas Astro bisa melihatnya, Astro menatap Nomi dari atas sampai bawah. Matanya tersorot pada kaki kanan Nomi yang membentuk tangan dan bercakan darah.
Jangan-jangan sampai Nomi menjadi jebakan selanjutnya.
“Mungkin aja,” jawab Astro tiba-tiba.
“Wah sayang ya, baru aja anak baru, tapi udah dapet kejadian begini aja,” cibir Wahyu membuat Astro terus menatap raut muka Nomi yang ketakutan.
“Ehhh itu si Yoga tuh! Mau ngapain dia? Jangan-jangan mau nyamperin Nomi lagi?!” Arga heboh saat melihat Yoga datang terburu-buru ke arah UKS.
Nomi memperhatikan kakinya yang banyak bercak darah, sebenarnya dia masih ada rasa ketakutan. Namun, ia tahan supaya enggak nangis, takut saja dia jadi bahan bully.
“Lo nggak apa-apa? Kaki lo? Bercak darah? Lo di pegang sama hantu UKS?” tanya cowok yang jelas-jelas tadi menyuruh Nomi pergi ke UKS.
Nomi memendam rasa kesal yang amat dalam. “Jangan-jangan lo sengaja ya nyuruh gue ke UKS? Yang jelas-jelas ruang itu angker?”
“Gue ... nggak sengaja.”
Nomi memegang kakinya yang berlumuran bercak darah, tidak mau diperhatikan oleh siswa-siswi sekolah ini lagi. Nomi berjalan ke arah tangga tengah, di sana ada Astro dan teman-temanya yang tadi pagi bertemu di dekat lemari piala.
“Misi!”
“Eits, biasa aja dong,” ucap Arga saat Nomi berjalan menerobos Arga dan Astro begitu saja. “Jangan marah-marah, nanti imutnya ilang,” teriak Arga.