ATLAS

Ravistara
Chapter #2

Awal Sebuah Akhir (2)

"Archimadea, tolong berhentilah!" Sekjen Maurich memegang kepala frustrasi.

Rahang pria yang dipanggil namanya tadi mengeras, meskipun pundaknya kini bersandar lemas pada kursi. Pria itu terus saja mengetuk-ngetuk meja pertemuan oval dari galena berwarna kelabu penuh goresan mengilap di sana sini dengan air muka tidak terbaca. Dari kalimat-kalimat yang memenuhi udara dalam ruang pertemuan kecil yang nyaris sesak akibat lenguh napas penuh kecemasan, tak sepatah kata pun tertangkap olehnya lantaran gelisah. Tatapan Sekjen Maurich lantas beralih pada pada sosok di sebelah pria itu untuk meminta bantuan.

"Archie ...." Anggun menangkup lembut jemari Archie, berusaha menghentikan kegilaan si Alfa. "Kendalikan dirimu."

Berhasil. Anggun mencuri perhatian pria akhir 30-an dengan rambut sepundak mencuat di beberapa tempat itu--satu dua helai uban bahkan mulai tumbuh. Archie lalu menghentikan aktivitasnya yang sangat mengganggu konsentrasi dengan satu ketukan urung beberapa senti dari permukaan meja.

Tidak ada yang pernah lancang untuk menegur Archie terang-terangan. Bukan karena pangkatnya sebagai pimpinan dalam pasukan Atlas, tetapi lebih karena rasa sungkan akan cerita kepatriotikan seorang Archie yang melegenda, juga kesedihan si pria mutan serigala yang patut memperoleh simpati. Andai bukan Archie seorang yang telah kehilangan segala-galanya .... Kini, semua dari mereka adalah sesama.

Setelah tersadar dari lamunan, Archie mengedarkan pandangan ke sekeliling, mencari sebab di mata orang-orang. Atas dasar apa mereka mengembalikannya dalam kenyataan, selagi ia berjuang memulihkan status quo dalam kepalanya?

"Ada yang ingin kau sampaikan? Itu akan lebih baik." Sekjen Maurich seolah memberi saran ketika tatapan dua orang pria itu bertemu. Inilah yang Archie tidak suka dari Tuan Sekjen. Memperlakukan ia seperti anak kecil yang butuh perhatian, meskipun usia mereka sepantaran. Maurich pasti terpilih sebagai sekjen karena alasan ini, kalau bukan karena figurnya yang mewakili simbol "pahlawan impian" dengan musculus-musculus bak binaragawan itu. Sayang, pita suaranya tipis bak biduan.

"Are ya kiddin' me? Every time ya all ask for my attention which means nonsense b'coz i dunno better than ya!"

Mereka semua yang jumlahnya hanya bertujuh di dalam ruangan, menggaruk-garuk kuping karena terasa gatal.

"Berhentilah bicara kasar!"

Sekjen Maurich menegur. Namun, tidak ada seringaian iseng dari bibir berlekuk milik Archie seperti biasa, sesuatu yang anehnya mereka rindukan saat ini. Sekadar pengingat bahwa Archie masih normal dan baik-baik saja, begitu pula mereka. Sebaliknya, pria itu terlihat menghela napas dengan binar mata kosong. "Tuan dan Nyonya sekalian .... Aku tidak punya pandangan untuk disampaikan dari kacamata serigalaku yang sudah lelah kebasahan ini. Seharusnya, kalian menanyakan itu pada si Amara. Mungkin dia bisa bercerita tentang kekasih wolverine-nya yang jago berenang?"

Anggun mendelik tajam pada Archie. Sementara yang lain, entah kenapa kali ini gagal tertawa setelah terperangkap dalam syok akibat penjelasan Profesor Senora sebelumnya. Teori roti basah yang sering dilontarkan oleh Archie tadi sudah basi, apalagi sekarang kasusnya berbeda.

"Ya. Ya. Baiklah, kita sekarang sedang membicarakan tentang oven dan panggangan antariksa, ya?" Archie berusaha mengoreksi kesalahannya, sengaja menekan setiap kata sambil membuka kedua telapak tangan.

"Kau memang serigala yang manis dan hangat, Archimadea. Terimakasih." Profesor Senora sama sekali tidak senang mendengar kelakar tersebut.

"Aku hanya menunggu instruksi di sini, Prof. Nah, apakah itu?" Archie balik bertanya. Tidak perlu menjadi seorang ahli geofisika untuk menduga ke arah mana teori penguapan yang dialami oleh seluruh samudra akan bermuara. Dalam waktu empat tahun, seperti dalam penjelasan wanita berambut abu perak itu, bumi mereka akan menjadi bola keju renyah di tengah lautan antariksa. Tentu saja nasib mereka di sini sudah jelas!

"Ini bukan sekadar soal penguapan. Masih ada ancaman lain seperti daya magnetik bumi, sabuk Van Allen yang melemah, kadar ozon, regenerasi plankton, semuanya saling berkaitan," Profesor Senora bertukar pandang penuh kekhawatiran sejenak pada seluruh orang dalam ruangan yang masih mendengarkan dengan terguncang sambil memijit pelipis. "Empat tahun bukan angka pasti. Kemungkinan, tanpa itu pun, sejarah kita tak bisa menunggu lebih lama--"

"Instruksi!" Archie menyela.

"Belum selesai, Archie ...."

"Instruksi!"

"Kita belum berhasil berkomunikasi dengan New Moon. Belakangan ini, mereka susah sekali dihubungi. Mungkin karena suar matahari." Sekjen Maurich bersuara.

"Ya, ada berbagai kemungkinan yang harus dipertimbangkan seperti--"

"Diamlah kalian semua!" Archie membungkuk menggebrak meja sehingga berdebam keras. Tangannya terasa kebas ketika beradu dalam momentum besar dengan galena, tetapi tidak sesakit kepala, juga perasaannya sekarang.

"Hentikan semua omong kosong ini! Kita semua akan mati, bukan?"

Lihat selengkapnya