“Kasih tau PD, Mir!”
Anggun mengambil jalan pintas dengan menyeberangi lapangan, melewati Paskibraka yang sedang berlatih untuk upacara tujuh belasan besok. Akan lebih bagus jika interupsinya menarik perhatian hingga mereka bersedia bergabung, tetapi harapan itu sungguh kekanak-kanakan. Semua orang sedang disibukkan oleh urusan masing-masing.
Pengawas Disiplin tampaknya kecolongan lagi. Bukan salah mereka, tetapi salah Archie dan kawan-kawan.
Tak butuh banyak waktu bagi Anggun untuk mencapai ruangan di mana mesin bernama Pseudorealm berada. Namun, waktu untuk menghentikan ulah Archie-lah yang tidak akan sebentar. Setiap kali menggila, Archie tidak akan berhenti sampai energinya habis dan Anggun kadang bertanya kapan itu terjadi.
Riuh rendah keseruan yang terperangkap dalam ruangan kedap suara segera menyebar ke luar begitu Anggun membuka pintu tebal berlapis penyekat. Sekumpulan siswa berkerumun di sekitar device berbentuk piringan bundar raksasa yang sedang aktif. Pendar biru keunguan terpantul pada wajah-wajah tersebut, tampak menikmati aksi dua orang di dalam Pseudorealm.
“Archie! Ayo, Alfa! ”
“ Jegal tungkai kirinya, Levi!”
Teriakan-teriakan bersahutan memprovokasi Archimadea dan Levine yang sedang berpacu di atas sepatu hover bermesin pendorong jet mereka. Kaki keduanya menggilas perairan gua kapur sambil bermanuver gesit di antara stalaktit-stalaktit runcing yang berjuluran dari langit-langit. Levi menempel ketat di sisi Archie, sedangkan sang alfa masih unggul memimpin.
Di sebuah belokan tajam, Levi berusaha mencuri kesempatan untuk menyalip, sementara Archie tak mau kalah. Formasi mereka bersilangan sesaat dengan tubuh condong ke samping sehingga tercipta sudut di sisi hover yang membelah permukaan air. Citra dalam Pseudorealm kini dipenuhi oleh cipratan-cipratan keras bak tirai nyaris menyentuh langit gua. Sorak-sorai pun terdengar makin panas dan membakar aksi balapan ilegal tersebut.
Pada satu kesempatan cemerlang, Levi berhasil menyalip Archie. Sang Alfa sempat lengah sepersekian detik ketika Levi sengaja mencipratkan air ke matanya.
Archie meradang, ia tidak terima dikalahkan oleh Levi begitu saja. Tanpa mengindahkan tingkat kesulitan rintangan yang menghadang di depan, Archie pun meningkatkan laju hover ke batas maksimal.
Langsung terdengar suara tiruan bernada alto dari mesin Pseudorealm, “Peringatan keamanan! Peringatan keamanan! Manuver beresiko tinggi! Diulangi—“
Semua menahan napas, termasuk Levi yang kini berada cukup jauh di depan. Bukan rahasia bagi mereka kalau Pseudorealm yang diretas memiliki sejarah tingkat keamanan yang labil. Tindakan Archie sungguh berani dan tidak seorang pun berani membayangkan syok saraf yang akan ditanggung oleh cowok itu jika Archie berani mencelakakan dirinya sendiri.
Archie sadar betul itu. Tubuhnya meliuk-liuk menggila menghindari stalagmit, lalu merunduk dengan gesit sembari meluncur cepat di bawah kumpulan stalaktit yang memadat. Tatapannya terus terfokus pada bentangan bersih tanpa rintangan yang hampir berhasil dicapai oleh Levi. Sebentar lagi, si beta akan menabrak dinding kapur di depan – garis akhir balapan.
Setelah berhasil keluar dari jalur penuh formasi stalagmit dan stalaktit, Archie refleks memindahkan bobotnya ke satu sisi agar lebih lebih aerodinamis seraya condong ke belakang sejauh mungkin, nyaris mencium permukaan air. Dengan mengandalkan kombinasi antara keseimbangan sempurna dan laju maksimal hover, ia menyasar tungkai Levi dalam kecepatan luar biasa. Nyaris saja rekannya itu kehilangan tungkai andai Levi tidak segera bersalto di udara.
Archie sang juara.
Ya — Ruangan bergema merayakan kemenangan sang alfa yang fantastis, menggenapi rekor tak terkalahkan miliknya dalam sejarah Borneo International School sepanjang masa. Sanaya sang kekasih, gadis berambut jatuh dengan potongan meruncing sepanjang tepian dagu, melompat-lompat kegirangan lantaran turut merasakan sensasi di atas angin milik Archie. Kemenangan Archie otomatis miliknya juga.