Pak Mandala, sang kepsek, tidak perlu repot-repot memanggil semua siswa yang terlibat. Ia sendiri mendatangi mereka di ruang perawatan. Ia lantas menggeleng, berdecak, dan tak habis pikir--lebih ditujukan untuk Archie yang kini diawasi ketat oleh seorang penjaga bertubuh kekar, salah seorang minotaur. Petugas keamanan sekolah itu berjaga-jaga andai Archie kehilangan kendali lagi dan berniat menyerang rekan serta rivalnya.
Pak Mandala memastikan sebentar kondisi korban terparah akibat amukan Archie, yakni Anggun. Gadis itu mungkin tidak akan senang ketika bercermin selama beberapa hari ke depan. Lebam biru dan dagu yang bengkak bukanlah pemandangan indah untuk dilihat. Penyangga leher yang mengalunginya pun seakan pelengkap kekacauan yang sempurna. Dada Pak Mandala rasanya sampai berdentum hebat membayangkan reaksi orang tua Anggun jika mengetahui insiden yang menimpa putri mereka di sekolah--lagi-lagi.
Sementara, kondisi Levi tidak kalah memprihatinkan. Levi memang bukan tandingan Archie. Sebelah bahunya terkilir ringan dalam pergulatan sehingga harus difiksasi. Di saat ia dan Anggun babak belur, Archie hanya bersandar kaku di kursi perawatan dengan kulit dan wajah nyaris mulus tanpa meninggalkan bekas-bekas perkelahian. Justru, Archielah yang mencetak jejak kekerasan pada tubuh mereka.
Sang kepsek bersedekap gusar ketika berpindah ke sisi Archimadea. Nyaris saja emosi pria muda itu meledak, tetapi ia segera mengambil kursi seraya menghimpun segenap kesabaran, lalu duduk di hadapan Archie agar gumpalan kemarahan dalam dadanya sedikit menyusut. Itu pun harus ditambah dengan beberapa hela napas panjang dan dalam layaknya meditasi. Ya, butuh banyak meditasi untuk menghadapi kekacauan hari ini.
“Nah, Archimadea. Katakan sekarang, hukuman apa yang pantas kauterima?” Pria itu bicara langsung pada sasaran. Archie mendengkus tak senang dengan menarik salah satu sudut bibir remeh. Dasar remaja keras kepala.
“Sebenarnya, saya ingin menskorsingmu sebulan penuh atas kejadian ini.”
Archie memutar bola mata.
“Ya, kau hebat sekali telah membuat banyak kekacauan hanya dalam waktu satu minggu tanpa merasa bersalah sedikit pun.”
“Apakah Bapak sedang mengancam saya?” cela Archie berani. Sang penjaga yang berdiri tak jauh, mengerling penuh arti pada sang kepsek, tetapi Pak Mandala memberi isyarat agar penjaga itu tidak bertindak gegabah. Ia tidak butuh tambahan masalah lagi walau mungkin Archie pantas menerimanya sebagai pelajaran. Kekerasan tenaga pendidik terhadap siswa hanya akan mencoreng nama sekolah. Sementara, kebrutalan sesama siswa terdengar lebih wajar untuk ditoleransi sebagai kenakalan remaja biasa, asalkan sang pelaku dihukum dengan keras. Sangat keras.
“Archimadea, apa kamu tidak takut jika dikeluarkan dari sekolah?” Pak Mandala bersungguh-sungguh mengancamnya. Archie tersenyum kecut. “Itu tidak akan mengubah fakta bahwa saya adalah alfa mereka dan saya masih punya basis kekuatan meski tidak lagi bersekolah di sini,” tandas Archie kurang ajar. Alih-alih tersinggung, Pak Mandala hanya terkekeh geli.
“Ya. Gampang saja jika saya putuskan begitu. Jika demikian, otomatis rekomendasimu untuk Alfa One akan gugur.”
“Apa maksud Bapak?” Archie memandang pria itu dengan serius kemudian.
“Seusai tes tempo hari, mereka segera mengambil keputusan tentang nasib kalian dalam program dominator, dan mereka memutuskan untuk merekrut dua orang di antara kalian untuk menjalani pelatihan di Octagon setelah lulus. Saya diberi kesempatan untuk memberikan satu rekomendasi di luar keputusan mereka sebagai bahan pertimbangan. Namun, sepertinya saya akan membatalkan rekomendasi itu dan menerima keputusan awal saja.”
“Tolong, katakan dengan jelas, Pak!” Nada suara Archie meninggi.
“Tolong? Apakah itu sebuah permintaan atau perintah, Nak?” Pria itu menatap Archie tajam.
“Tolong ….” Suara Archie melunak.
“Berikan saya bukti kalau kamu memang pantas untuk menerima rekomendasi itu!”
“Saya akan melakukan apa pun! Beri saya kesempatan!”
Pak kepsek tersenyum kecut. “Kesempatan itu sudah kamu hancurkan sendiri, Archie. Anggun Arunika dan Levine Adam. Selamat, kalian terpilih untuk pergi ke markas pelatihan Octagon.”
“Tidak!”
Pak Mandala mengabaikan teriakan frustrasi penuh amarah Archie. Sang penjaga sigap menahan cowok serigala itu tetap di tempatnya selagi sang kepsek mendekati ranjang Anggun dan Levi yang bersisian untuk mengungkapkan apresiasinya kepada mereka berdua.
“Ini sebuah kesalahan! Bapak menyabotase kesempatan milik saya!”
“Seharusnya kamu senang tetap menjadi alfa di tempat ini tanpa harus berseteru dengan Anggun di Octagon,” cela pria itu sambil menyeringai.
Archie terus saja menggerundel, sementara kepala Anggun terasa sakit. Gadis itu melewatkan binar kesenangan di wajah Levi usai mendengar kabar bahwa mereka berdualah yang akan pergi ke Octagon. Ah, semakin rumit saja. Anggun berharap bahwa ialah yang mendapat rekomendasi dari Pak Mandala. Tentu saja ia senang hati karena Pak Mandala kemudian membatalkannya. Anggun berharap kalau ia menghilang saja dan tidak akan pernah ditemukan lagi selama-lamanya.
***
Harapan muskil itu lantas digulung oleh gelombang kebahagiaan teman-temannya yang telah menyiapkan pesta penyambutan meriah atas kabar menyenangkan dari Octagon. Seluruh kelas larut dalam euforia yang Anggun sendiri sama sekali kebas merasakannya. Tidak ada yang tahu perasaan gadis itu karena Anggun hanya bisa memendam dalam diam. Mungkin hanya Mirna, sang sahabat yang mampu menangkap riak tak wajar pada wajah pias Anggun.
“Anggun, ada yang salah?” tanya Mirna hati-hati tanpa ketahuan siapa pun.
“Apanya?”
“Kamu. Sikapmu aneh sejak kemarin dan ekspresimu sekarang kelihatan habis dikenai denda pajak karbon saja.” Mirna menyindir.
“Ah, itu. Aku bingung jika harus pulang dengan collar neck, Mir. Ayah dan Bunda pasti bakal ribut.” Anggun beralasan.
“Kamu tinggal bilang kalau Archie pelakunya. Pak Mandala juga aneh, beliau nggak pernah menghukum cowok gila itu sesekali. Orang tua kita juga tidak diberitahu kejadian sebenarnya,” ujar Mirna heran kepada siapa Pak Mandala sebenarnya berpihak.
“Mungkin kasihan. Archie, kan, sudah dihukum.”