Malam kian terasa panjang berselimut langit gelap, jauh diatas sana taburan miliran bintang selalu mengedipkan mata kecilnya seraya mengajak bercanda dua mata sedang terlelap dalam tidur.
Apalagi sinar rembulan malamnya, sinar cahaya terang rembulan sangat menyilaukan pandangan wajah terduduk diatas jok motor matic. Masih tergurat hatinya sedang larah dalam kesedihan, padahal sinar rembulan malam ingin mengajaknya agar cepat terjaga tidak bersedih.
Terkadang saat sinar terik matahari terlalu menyengat kalah siang berkepanjangan disertai dengan aroma aneka harum udara pekat bercampur asap knalpot. Namun ia harus tetap bertahan hanya untuk menyambung kehidupan, yang katanya tidak pasti.
Sehari-hari hanya berteman dengan sepeda motor matic warna biru tua, itu juga masih kridit.
Andai saja telat membayar. cicilan, mungkin akan segera di terkam cakar-cakar tajam mata-mata elang, yang siap merampas motor matic, jika menunggak bayar cicilan. Karena hanya motor itu satu-satunya ladang penyambung kehidupannya.
Pasti akan timbul rasa kesedihan, putus asa untuk tidak percaya lagi dengan kehidupan itu, yang katanya memang tidak pasti.
Yang pasti dalam jagat fana ini, hanya mutlak kematian itu sudah di garisi oleh setiap pemberi napas, yaitu Sang Pencipta.
Tapi malam itu tidak seindah bayangan yang selalu tergurat dalam kesedihan. Masih tergurat diwajahnya seseorang kakak yang sangat kehilangan adiknya yang sangat dicintainya. Adiknya telah hilang bagai ditelan lapisan bumi terdalam.
Ia hanya berteman dengan dinginnya malam, kadang rintik hujan begitu setianya selalu menyelimuti dalam menahan kedinginan. Ia tetap gigih semata-mata hanya bercita-cita menyandingkan status keinginan keras adiknya ingin bersekolah di sekolah favorit.
Tapi tidak tahu dimana adiknya kini, ia begitu saja pergi hilang tanpa meninggalkan atau meninggalkan jejak pada secarik kertas.
"Dimana sebenarnya, Erly?" guman tergurat bingung.
Sejak tadi sepanjang guratan wajah tampan Martin selalu terundung sedih. Pastinya ia sangat kehilangan seseorang yang begitu sangat disayanginya.
Motor matic warna biru terus dua roda bannya berputar kedepan mengajak ia berjalan mencari sesuap nasi atau bahkan bila rejeki menghampirinya, bukan hanya sesuap nasi tapi sebungkus nasi lengkap.
Jaket biru berlambang berlogo motor pada dada kiri itu pasti jadi proteksi dari dinginnya malam, tidak akan terlepas dari tubuhnya untuk menghalau angin malam yang dingin.
Lihat saja langit malam itu, sinar rembulan malam mulai malas perintahkan sinarnya untuk menerangi jagat fana.
Apalagi yang tadinya miliran kedipan bintang bermain mata dengan mata yang sedang terlelap, kini keduanya seraya malas untuk mengulik jagat langit yang gelap.
Wajah tampannya sungguh tampan seperti actor layar kaca selalu tampil terbayar dengan puluhan juta untuk perepisodenya.
Tapi walau berwajah tampan, tapi nasibnya Martin beda. Ia tidak mungkin semudah itu mendapatkan puluhan juta untuk setiap perepisodenya, apalagi untuk jadi bintang iklan.