ATM 🕸 Seri 1 #HantuGentayangan

MIELS
Chapter #2

LILIT MENCEKIK

Malam ini aku tidur berdesakan dengan 4 orang teman sebayaku. 1 kamar 2 tempat tidur single bed. 1 ranjang yang seharusnya diisi 2 orang jadi penuh sesak karena ditambah kehadiranku, otomatis ranjang 2 dijadikan satu supaya cukup.

Alamak tidak bisa tidur nih! Payah! Padahal sebelum berangkat tadi aku membayangkan bisa tidur nyenyak di kamar hotel yang mewah dan indah. Batal deh! Ternyata cuma dalam khayalanku saja. 

Sialnya lagi, aku dapat giliran mandi paling terakhir, kasur pun terisi penuh, mereka berempat sudah tidur lebih dulu. Terus aku tidur di mana?

O ya! Aku ke kamarnya Rina saja, siapa tahu di sana masih kosong. Centang satu, dia tidak membaca pesanku.

Kukenakan jaket Parka merah maroon yang kuletakkan di atas nakas, tak lupa membawa serta ponsel dan dompet, keluar dari dalam kamar.

Dan ternyata …, banyak juga murid – murid cowok yang masih terjaga, mungkin mereka juga belum bisa tidur. Ada beberapa guru pria yang terlihat duduk mengobrol, bercerita dengan beberapa murid cowok lainnya di bangku panjang sebelah pintu kamar.

Yah, ini wisma lain dengan hotel, kalau wisma di depan kamar ada bangku dan kursi untuk mengobrol, mirip ruang tamu kecil.

Aku tertunduk, sungkan berjalan sendirian malam – malam. Langkahku terhenti, kuurungkan niat. Saat akan berbalik arah, tanpa sengaja aku menyenggol bahu seseorang yang tengah berjalan. “Auch! Maaf, maaf. Tidak sengaja,” ucapku tertunduk dalam, meminta maaf.

“Tidak apa.”

Suaranya merdu banget, parau sedikit berat. Sudut mata hitamku spontan menoleh pada si empunya suara. Cowok berpakaian hoddy hitam, dengan topi bisbol merah menutup separuh wajahnya—memakai earphone hanya sebelah telinga. Tubuh jangkungnya hampir semeter lebih tinggi dari jarak pandangku. Aku harus mendongak untuk mencuri tahu bentuk ruas wajahnya.

“Hei! Kenapa kau ini?” jari telunjuknya mendorong jidatku menjauh. Tampaknya dia risih dengan ke kepo - an - ku. 

Saat dia akan bergerak hendak pergi. “Eh, tunggu! Apa kau tahu kamar no. 11?” tanyaku terlalu berani.

“Enggak tahu. Cari saja sendiri,” ujarnya cuek, tak peduli. 

Songong banget nih cowok! Bikin kesal saja. Lembut sedikit, kenapa? Batinku dalam hati menggerutu sendiri. Saat akan bergerak untuk pergi, mendadak ia bertanya, “Memang kamu mau ke mana? Sudah malam, tidur sana,” tuturnya menggurui.

“Bukan urusanmu. Bweee …” umpatku sembari meleletkan lidah mengejek seraya berlalu dari hadapannya. 

Di bawah sinar bulan bulat sempurna, semilir angin berembus hangat malam ini. Di bawah penerangan lampu depan kamar yang menyala temaram.

Aku tahu dia menguntitku dari belakang, tepat di depan pintu kamar aku memutar badan. “Hei! Kau mau apa? Kenapa mengikutiku?”

“Kenapa belum tidur?” timpalnya balik bertanya—sudut matanya mengawasi, curiga.

Lihat selengkapnya