15 April 2015
Hari ini, tepat dua hari setelah hari wisuda SMA ku. Masa memakai seragam sekolah telah berakhir. Sedih, sepi rasanya. Biasanya, suara adik kelas dan teman seangkatanku selalu saja menghantui. Aku belum terbiasa. Baru sebentar saja aku sudah merindukan mereka dan segala suasananya. Mungkin untuk bisa mengumpulkan mereka dalam keadaan lengkap suatu saat nanti bisa saja diwujudkan. Namun tidak dengan suasananya. Satu detik setelah perpisahan, kita sudah memeluk semesta masing-masing. Itu kenyataan yang sudah pasti terjadi. Pada dasarnya, semuanya takkan lagi sama.
Statusku sekarang adalah alumni, alumni pesantren lebih tepatnya. Aku menghabiskan masa tiga tahun SMA ku di sebuah pesantren yang terletak di ibu kota provinsiku, Banda Aceh. Jaraknya kurang lebih delapan sampai sembilan jam dari tempatku tinggal.
Aku meraih ponsel. Semua grup yang berkaitan dengan SMA ku terus saja memberi notif secara bergantian. Dimulai dari grup angkatan, grup kelas, grup organisasi dan grup persahabatan yang entah berapa jumlahnya. Inti dari semua pesannya masih sama. Semuanya tentang kesedihan dan kerinduan yang menggema. Mereka berlomba-lomba menyuarakan isi hatinya tanpa henti di dalam sana.
Aku mulai membaca pesan mereka satu per satu, membuka gambar ataupun video yang mereka kirim. Ada yang isinya tentang motivasi dan ceramah bermanfaat, ada juga yang berisikan lelucon. Itu semua mereka lakukan agar grup-grup itu tidak sepi.
Aku merasa bangga.
Berbicara tentang pesantren, tentu saja sudah ada ketentuan bahwa antara putra dan putri tidak boleh digabungkan dari segi kelas, asrama, dan lainnya, kecuali dalam beberapa hal. Tapi entah kenapa, tetap saja kita semua bisa merasakan dekat antara satu sama lain. Dan saat ini, kita benar-benar merasa kehilangan. Merasa kehilangan sebuah komunitas pertemanan yang layaknya sudah seperti keluarga sendiri.
Mataku terfokus pada satu video yang sedang aku putar sekarang. Sebuah video tentang perpisahan yang dinyanyikan oleh empat orang santri Pesantren Ad-Dhuha di Magelang. Nama angkatannya adalah “Best Ever” dan lagu yang mereka bawakan berjudul “Adalah Kita”. Tidak tau kenapa, aku begitu tertarik pada video ini. Lagunya terasa sangat sesuai dengan suasana kami sekarang. Pembawaan mereka begitu menenangkan.
Tapi, sebenarnya bukan hanya karena itu. Mataku tertuju pada salah seorang yang ada di video tersebut. Seorang laki-laki dengan kacamatanya.
*****
Waktu sudah menunjukkan pukul setengah 10 malam. Aku bergegas menuju kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok gigi. Usai, aku beranjak menuju ranjang dan merebahkan tubuhku di sana. Baru beberapa detik aku mulai terlelap, ponselku berdering dan membuatku mau tak mau harus mengeceknya.
Sebuah nama tertera di layar. Kalila.
"Assalamualaikum, Sha."
“Waalaikumsalam, Kal.”
Kalila adalah salah satu dari teman dekatku. Selama di pesantren, teman yang berada di dekatku tidak selalu sama. Terkadang aku bareng Kalila jika ingin makan bersama, terkadang akrab dengan Arumi jika ingin bercerita panjang lebar tentang pertemanan dan lingkungan, terkadang bersama Zahra jika ingin berdiskusi soal pelajaran dan lain sebagainya. Semenjak kelas satu sampai kelas tiga, aku juga tidak menargetkan duduk dengan orang yang sama. Tujuan semua itu agar aku bisa merasakan suasana dan pengalaman baru dari orang-orang yang berbeda. Dengan begitu, jaringanku juga akan lebih luas.