Memecahkan permasalahan tentang perasaanku pada Fatah, pada akhirnya aku memilih bercerita pada Kalila. Sebelumnya Kalila memang sudah tau, tapi hanya secara sekilas saja. Maka dari itu, kali ini aku mencoba memberitahunya lebih detail lagi, sekaligus untuk mencari jalan keluarnya.
“Gimana, ya, Sha? Aku juga bingung sebenarnya. Secara aku juga belum pernah ngalamin hal kayak gini. Maksudnya, aku bimbang tentang keputusanmu untuk mengatakan pada Fatah.”
“Nah, iya, Kal. Aku aja ragu. Belum pernah seumur hidupku ada kejadian yang kayak gini. Mentok-mentok, ya, paling temen-temen yang suka ngolok gitu. Sampe akhirnya si dia tau kalau akunya suka,” tanggapku ikut bingung.
“Makanya itu, Sha. Gimana, ya?”
“Tapi, Kal. Rasanya memang tertahan banget kalo aku enggak bilang ke Fatah. Kayak ada yang mengganjal gitu. Apalagi kita bakal pisah jauh, mau sampe kapan aku simpan ini sendirian? Jujur aku sama sekali enggak berharap Fatah bakal balas perasanku, aku cuman pengen dia tau. Itu aja.”
“Bener. Aku paham banget kalo itu. Memang enggak enak kalo disimpan-simpan kayak gini,” ujar Kalila seraya menghela napasnya.
“Itu dia,” balasku masih buntu. Menyatakan? Rasanya masih belum sampai hati untukku harus melakukannya. Di sini aku tidak menyatakan untuk meminta Fatah agar bersamaku. Aku hanya ingin dia tau. Benar-benar hanya itu.
“Oh, gini. Coba searching, deh, Sha. Cari tau gimana sih tanggapan orang-orang tentang perempuan yang nyatain perasaannya lebih dulu ke laki-laki. Atau yang sejenis gitu deh, pokoknya. Cara-caranya, kek. Atau apa lah yang berkaitan.”
“Iya, ya, bener. Oke, aku coba liat dulu,” jawabku antusias seolah mendapat titik terang.
“Ya udah, coba dimatikan dulu aja teleponnya. Biar kamunya fokus. Habis ini kita bahas lagi kalo kamu udah nemu,” saran Kalila.
“Oh boleh, Kal. Ya udah. Nanti lagi ya, Kal.”
Setelah itu, sambungan teleponku dengan Kalila terputus. Aku segera mencari tahu tindakan apa yang sekiranya harus aku kulakukan untuk masalah seperti ini — tentunya berdasarkan syariat Islam. Aku terus saja mencari, memperhatikan, dan memahami apa yang kutemui dalam penelusuranku.
Dari yang aku dapatkan, ternyata ada banyak perempuan yang menyatakan perasaannya lebih dulu kepada lawan jenisnya. Bahkan, Ibunda Khadijah juga demikian kepada Rasulullah.
Iya, ya? Mengapa aku tidak terpikir?
*****
Kalila mendadak tidak bisa dihubungi. Huh! Padahal aku sangat ingin membahas ini lagi dengannya. Ke mana sih kamu, Kal?
Tapi tidak terlalu masalah, sih. Setidaknya aku sudah punya gambaran tentang apa yang harus kulakukan ke depannya. Tekadku untuk mengutarakan pada Fatah sudah bulat. Kurasa ini memang bukan perbuatan yang salah. Juga dari yang kutelusuri tadi, aku melihat bahwa ada tingkatan yang lebih tinggi dari ini. Yaitu tentang seorang perempuan yang mengajukan CV Ta’aruf kepada seorang laki-laki. Mengejutkan, bukan? Namun memang ada yang seperti ini, dan hukumnya boleh.
Mencoba untuk membebaskan sedikit beban pikiran, aku lagi-lagi menghibur diri dengan menonton story teman-temanku. Setidaknya ada beberapa video, foto, dan caption yang bisa membuatku tersenyum, bahkan tertawa. Sampai akhirnya pada sisa beberapa story ke bawah, untuk kedua kalinya aku melihat video klip Attar dan grup band-nya di salah satu unggahan story milik temanku. Lagunya memang sangat bagus, sih, menurutku.
Lambat laun, aku jadi ikutan suka melihatnya. Sampai-sampai aku juga mencoba men-download video dan lagu tersebut untuk kusimpan di galeri.