Suara lonceng yang ada di atas pintu masuk café berbunyi ketika ada seorang pelanggan baru yang baru memasuki café tersebut. Sea yang sedang berdiri di belakang meja kasir, langsung mengalihkan pandangannya kearah pintu. Disana ada seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik di usianya yang mungkin diperkirakan Sea sekitar 40 tahunan sedang berjalan kearah meja kasir tempat Sea berada.
“Selamat malam. Ada yang bisa saya bantu?”
Wanita itu tersenyum ramah. “Saya mau pesan hot chocolate satu, sama ice latte satu ya. Take away.” kata wanita itu lembut.
Sea mengangguk mengiyakan. Kemudian segera mencatat pesanan pembeli kedalam sebuah komputer yang ada dihadapannya.
“Total semuanya lima puluh ribu.” Sea menyerahkan struck yang diprintnya kepada pembeli. Wanita paruh baya itu menerima struck pemberian Sea, dan segera mengeluarkan satu lembar mata uang lima puluh ribuan dari dalam dompet dan menyerahkannya kembali kepada Sea.
Sea menerimanya dengan sebuah senyuman. “Terima kasih. Mohon ditunggu sebentar.”
Sea segera berbalik menuju mesin kopi yang ada di belakangnya untuk menyiapkan pesanan. Gadis itu menyiapkannya dengan telaten dan hati-hati. Setelah dirasa satu cup hot chocolate dan satu cup ice latte sudah selesai dibuatnya, Sea segera mengambil kantong plastik dan memasukkan kedua cup minuman itu kedalamnya. Tidak lupa Sea menambahkan dua buah sedotan sebagai pelengkap.
“Ini Bu.” Sea mengulurkan kantong plastik itu dengan sopan.
“Terima kasih yaa nak.” Wanita itu tersenyum lebar kearah Sea.
“Sama-sama.”
Wanita paruh baya itu membalikkan badannya, dan kemudian berjalan menjauhi Sea dengan menenteng satu kantong plastik di tangan kirinya. Sea terus memperhatikan kepergian wanita paruh baya itu. Sampai akhirnya punggung wanita itu menghilang dari balik pintu café, berbaur dengan gelapnya langit malam.
Sea kembali memfokuskan kegiatannya. Mulai mengambil buku catatan penghasilan yang di peroleh café malam ini. Hari ini memang Sea yang bertugas untuk menjaga dibalik mesin kasir. Sehingga dirinya juga harus bertanggung jawab untuk laporan keuangan pendapatan yang memang selalu dikerjakan setiap harinya untuk dilaporkan keesokan harinya pada pemilik café.
“Sea?”
Panggilan singkat itu membuat Sea menghentikan kegiatannya, dan menatap pada seorang gadis cantik seumuran dirinya yang tengah berdiri dihadapan Sea sambil kedua tangannya bertumpu pada meja kasir.
“Kenapa Raina?”
“Jadwal libur kamu minggu depan kapan Sea?” tanya gadis yang dipanggil Raina itu, yang tak lain adalah teman Sea yang juga bekerja di café itu.
Sea terdiam sesaat. Matanya menerawang. Mencoba mengingat-ingat kapan jatahnya libur dalam minggu ini. “Kayaknya jumat deh Ra. Emangnya kenapa?”
Raina menatap Sea begitu dalam, seakan ingin mengatakan sesuatu yang begitu penting pada Sea. Namun sepertinya niat itu ia urungkan karena lagi-lagi Raina merasa sungkan jika harus mengatakan maksudnya.
“Ra, kok diem? Kenapa? Ada perlu?” tanya Sea sekali lagi saat melihat temannya itu tak kunjung mengatakan apa tujuan dirinya menanyakan perihal jadwal libur Sea.
Raina menghembuskan nafasnya pelan, kemudian mulai mengungkapkan maksud dan tujuannya. “Gini Sea, aku mau minta tolong sama kamu lagi. Bisa gak kalau jadwal libur kamu jumat minggu depan aku ambil lagi?” tanya Raina hati-hati.
Sea mengernyitkan dahinya. “Kenapa Ra? Ada kegiatan mendadak lagi?” tanya Sea.