Seperti yang sudah Davyn janjikan ia akan mengantar adiknya untuk membeli bunga mawar kesukaannya. Jarak usia keduanya hanya satu tahun, dan dulu mereka berbeda sekolah sehingga harus saling mengerti satu sama lain. Davyn setia menunggu adiknya dengan menikmati es cendol di sebuah warung yang terlihat sederhana. Letaknya tidak terlalu jauh dari sekolah Lisa.
Matanya hanya setia menikmati es cendol hijau itu dengan saksama. Ia teringat bagaimana asal mulanya ia bisa menyukai es ini, namun kembali lagi pada kenyataan yang tidak mungkin. "Kenapa gue kepikiran sama tu cewek sih?!" Davyn frustasi sendiri memikirkan hal itu.
Satu persatu murid SMA Angkasa keluar dari gerbang dan Davyn hanya mencari keberadaan Lisa, adiknya yang sampai saat ini belum juga terlihat oleh matanya. Sulit memang jika harus menunggu pada jarak yang cukup jauh. Namun, matanya melihat sosok gadis dengan gambut panjang dan berwarna sedikit kemerahan itu yang asik membeli jajanan di dekat pagar sekolah.
"Tuh, temennya dah muncul. Kemana adik gue sih?" Davyn uringan sendiri menunggu kehadiran Lisa yang tidak kunjung datang.
"Nah, baru muncul!"
***
Lisa berjalan berdampingan dengan Anza, dengan tangan kanannya membawa Totebag berisi buku cetak. Terlintas di pikiran Davyn, jika adiknya begitu ambisius. Lisa memang suka membawa buku cetak jika memang ada jadwal pelajarannya, namun di balik semua itu ia hanya gabut.
"Oo mana kok belum kelihatan?" Lisa bertanya pada Anza yang sibuk pada ponselnya.
Anza memasukkan ponselnya ke dalam saku seragamnya. "Mau beli cilor sama es cendol dulu katanya. Lo mau pulang bareng siapa?"
"Aku sendiri, soalnya mau mampir beli bunga dulu," jawabnya dengan tersenyum. Lisa memang terkenal dengan senyumannya yang begitu manis dan juga menarik. Namun, tidak ada seorang pun yang berhasil menarik perhatiannya.
"Mawar lagi?" Anza menebaknya. Dan jawaban itu benar, saat Lisa mengangguk dan kembali tersenyum.
Kadang Anza heran melihat tingkah Lisa. "Gue heran berapa banyak koleksi bunga mawar lo?!" Ya, Anza kenal dengan Lisa yang suka dengan bunga mawar, tapi ia tidak pernah melihat secara langsung bagaimana bentuknya dan juga seperti apa rumahnya. Lisa tidak pernah mengajak temannya bahkan sahabat dekatnya untuk berkunjung ke rumahnya. Ia akan selalu mengatakan berbagai macam alasan agar bisa menghindarinya. Sampai detik ini pun mereka hanya mengenal Lisa sebagai gadis yang sederhana.
Lama kelamaan rasa penasaran menghantui Anza. Tingkah serta kebiasaan Lisa berbeda pada orang lainnya. Meskipun, Lisa terlihat biasa saja tapi semua barang serta pakaiannya begitu bermerk. Sampai bingung untuk mengatakan hal apa yang sebenarnya terjadi pada gadis ini.
"Bunga mawar yang lagi lo pengenin itukan mahal Au! Lo punya duit?" Anza melirik pada Lisa yang masih sibuk menunggu Oline membeli jajanan.
"Punya kalau duit. Gue rencananya mau bikin taman bunga yang bagus atau bahkan gue mau buka toko bunga," ujar Lisa.
"Tapi, apa nggak sayang beli bunga?" Lisa menggelengkan pelan kepalanya dan mengangguk yakin. Jika, Lisa sudah mengangguk dan wajahnya yakin, Anza tidak bisa berbuat lebih banyak lagi. Ia hanya akan mengangguk dan mendukung sahabatnya ini. "Semoga kita masih sekelas ya untuk kelas 12-nya."
"Semoga aja. Lagian gue juga nggak mau pisah sama kalian berdua," ujar Lisa.
Lisa, Anza serta Oline adalah tiga serangkai yang sulit untuk di pisahkan. Ketiganya sangat dekat karena mereka satu kelompok saat kegiatan MPLS dulu. Lisa dan Anza mendekati Oline yang mana saat itu tidak ada yang mau mendekatinya dan satu kelompok dengannya. Karena Lisa orangnya tidak tegaan dia mengajak Oline untuk bergabung bersama kelompoknya. Meskipun, agak sedikit sulit ya mau bagaimana lagi. Setiap manusia pasti memiliki sisi empati untuk orang lain.
"GUYS! GUE BELIIN KALIAN ES CENDOL! DI JAMIN KALIAN BAKALAN SUKA DEH!" Oline yang baru datang sudah berteriak membuat telinga mereka harus di jaga lebih ketat. Suaranya begitu kuat dan mengalahkan suara toak sekolah.
Anza menggosok kedua telinganya saat Oline berteriak dengan tidak memperhatikan sekitarnya. Malu harus di hadapi oleh Anza dan juga Lisa yang notabennya sahabat karib yang hidup senang selalu berbelit pikiran.