Sudah hampir pukul setengah satu siang ketika aku menginjakkan kaki di lobi sekolah. Tampak lobi mulai penuh dengan para siswa kelas 1 dan sebagian kelas 2.
“Audy!”
Aku menghentikan langkah dan menoleh ketika seseorang memanggilku. Dina melambaikan tangannya. Teman-temanku sepertinya berhasil “menguasai” salah satu sudut. Entah sedang apa mereka. Yang jelas, sebagian besar warga kelas I-2 menumpuk di sana. Aku pun melangkah untuk bergabung.
Dua buah bangku batu tampak dikelilingi para siswa. Tidak ada yang duduk karena kedua bangku tersebut dijadikan meja tulis, sementara anak-anak duduk di lantai. Kertas-kertas tampak berserakan di atas bangku.
Aku tebak mereka tengah kelabakan mengerjakan PR fisika dari Pak Chris.
“Udah bikin PR?” tanya Dina.
“PR fisika?” Aku memastikan.
“Iya….” Dina mengangguk, lalu menghela napas seperti putus asa.
“Oh. Udah,” jawabku singkat.
“Lihat, dong. Please.” Dina memelas.
Aku melihat teman-temanku yang “menguasai” dua bangku batu sebagai meja itu. Mereka memang menulis di kertas folio bergaris. Dua buah penggaris pun tergeletak di sana–ingat, harus diberi pembatas garis dua sentimeter di sisi kiri pada kertasnya. Tidak boleh kurang maupun lebih!