Aku sungguh penasaran dengan anak laki-laki yang kemarin itu. Makanya, hari ini sebelum pelajaran dimulai, aku sengaja berkeliling dulu dari kelas ke kelas. Mulai dari sisi barat, melewati ruang guru, ruang tata usaha, perpustakaan, lalu tiga ruang kelas 2 di sisi utara, baru kemudian deretan ruang kelas 1.
Aku memelankan langkah dan mulai melongok-longok. Kalau melihat sikapnya yang berwibawa, rasanya mustahil ia dari kelas I-7 atau I-6 yang slengekan. Jadi, tebakanku antara I-5 atau I-4.
Aku memelankan langkah ketika berada di depan pintu kelas I-5 dan melongok ke dalam. Tampak para siswa yang tengah riuh. Namun, sosok yang kucari tidak ada. Aku pun melanjutkan langkah hingga ke depan pintu kelas I-4.
“Cari siapa?”
Aku tersentak ketika salah seorang siswi–sepertinya warga kelas I-4–menegurku.
“Eh, enggak, kok.” Aku tersenyum gugup. “Duluan, ya?” Aku buru-buru pamit dan mempercepat langkah menuju kelasku.
Dan langkahku terhenti tepat di depan pintu kelas.
“Aduh!” Aku sepertinya terlalu buru-buru sampai tidak melihat ada orang di depanku.
“Eh, aduh … sori….” Suara anak laki-laki terdengar meminta maaf.
Aku pun mendongkak. Dan tampaklah sosok tampan seorang siswa melempar senyum kepadaku. Tubuhnya tinggi, rambutnya yang sedikit bergelombang dipotong pendek dan disisir belah tengah. Kulitnya tidak terlalu terang, tetapi tidak gelap juga. Khas orang Indonesia kebanyakan.
Namun, yang paling mencolok darinya adalah senyumnya yang manis. Aku sempat melihat deretan giginya yang putih dan rapi, persis seperti para model iklan pasta gigi.
“Ini kelas I-2?” tanyanya.
Aku mengernyitkan dahi. Dia anak kelas I-2? Kok, aku belum pernah melihatnya, ya? Aku memang sering lupa wajah. Tapi aku yakin belum pernah melihatnya di kelas ini.
“Eh, kamu Ferry, ya? Tunggu sebentar, ya?” Bu Mayang tiba-tiba sudah berada di depan kelas.
“Baik, Bu.” Siswa yang dipanggil Ferry itu menjawab.
Aku segera masuk kelas. Pelajaran geografi akan segera dimulai di jam pertama. Namun, aku sempat melirik sebentar sebelum mencapai tempat dudukku. Apalagi kalau bukan untuk melihat anak laki-laki tadi yang ternyata berdiri di luar seperti menunggu.
…
“Selamat siang, Anak-Anak!” Bu Mayang memberi salam pembuka pada jam pelajaran pertama.
“Siang, Bu.” Para siswa menjawab.
“Hari ini, kita kedatangan siswa baru.” Bu Mayang menerangkan.
Seisi kelas menengadah. Sebagian kasak-kusuk.
“Ayo, silakan masuk.” Bu Mayang mempersilakan seseorang untuk masuk.
Dan seketika itu juga terdengar suara seperti napas tertahan dari anak-anak perempuan. Sepertinya mereka kagum dengan penampilan fisik siswa baru tersebut.
“Perkenalkan, ini Ferry, teman baru kalian. Ferry, silakan kamu memperkenalkan diri.”
Ferry melempar senyum dan kemudian memperkenalkan diri.
“Selamat siang, teman-teman. Nama saya Ferry. Saya pindahan dari Bogor. Saya ke sini karena orang tua saya ditugaskan ke Jakarta.”