Malam tenang berubah jadi gemuruh. Petir menyambar tanpa malu, hujan turun sangat lebat. Tanah tandus mulai tergenang air, segala daun telah terpuaskan karena rahmat senantiasa terkucur deras.
Semua alam asik menikmati anugerah dari Sang Pencipta kecuali satu rumah tua yang hampir rubuh.
Terlihat air masuk lewat celah retakan genteng lapuk tergerus waktu, di pojok salah satu gedek melambai lembut terkena angin membuat sebagian dinding agak terbuka. Beberapa bagian rumah sudah ada penyangga akibat miring menanggung umur yang tak lagi muda. Banyak botol minum, wadah berkat, bak ukuran besar tepat di atas dipan menjadi penampung air sementara yang terus turun tanpa sungkan. Angin berhembus masuk kedalam rumah menerpa kulit yang menggigil hebat.
Tak kalah, tangisan memecah malam mengadu dengan suara petir. Tak ada yang mengalah. Suasana pecah betapa keadaan sungguh memilukan. Sang anak hampir setengah jam menangis menahan lapar.
Kakaknya melihat iba, melihat adiknya memegang erat kain tipis menggigil kedinginan terkena angin malam. Tangannya meraba jauh lebih dalam merasakan hawa panas sekitar perut. Sorot mata melotot, bingung bercampur khawatir.
Amak, Herawati panas. "Memanggil ibu".
Tangisan semakin menjadi. Semua orang panik, mereka bingung harus berbuat apa menenangkan sibuah hati. Padahal tangisan anak itu perkara lapar belum makan sejak kemarin. Semua orang juga merasa sengsara, mereka menahan rasa sakit yang berlapis.
Hujan semakin menjadi, tak ada tanda akan mereda. Petir sesekali menyambar hebat, mereka yang lemas semakin merasa was-was kaget dengar suara gemuruh. Saat petir kedua terdengar, Herawati tak menangis, matanya tertutup, tubuhnya tak terlihat menggigil seperti tadi. Bahkan wajah sang anak sangat pucat. Nafasnya perlahan menghilang, genggamannya mulai terlepas. Tangganya lemas tergulai ke tanah.
Amak, Herawati mak. "Mencoba membangunkan sang adik".
Wati, bangun ndok. “Ucap sang ibu”.
Ibu herawati berusaha mengusap wajahnya dengan air hangat, menggosok tangannya dengan harapan tetap hangat namun naas anaknya tak merespon semua usaha sang ibu.
Lia, kamu kerumah pak Rt. " Suruh anaknya".
Iya mak. "Bergegas pergi"