Ternyata kau tumbuh jadi perempuan cantik. Silahkan duduk.
Alisnya terangkat ke atas, bola mata indah itu bingung harus menjawab apa. Senyum yang memaksa masih terlihat manis dan menggemaskan. Bahkan tangannya salah tingkah saat dipersilahkan duduk.
“Sebentar, sebelumnya saya minta maaf! Mungkin anda salah orang. Tujuan saya bukan kerumah ini, dan siapa dia? Kenapa dia bisa tau namaku. Dan satu lagi, siapa anda?” Mencoba menjelaskan kebingungan yang dia hadapi.
Nenek itu, hanya duduk dan tersenyum santai. Mengalihkan wajah keriput kearah perapian. Kedua tangan memegang kuat kursi sofa dan berusaha bangkit dari duduknya, belum sempat berdiri perempuan yang ada di belakangnya menghampiri membantu mengangkat tubuh tuanya.
“Sudahlah, aku tau kamu akan datang ke Prancis.” Mencoba menjelaskan.
Tau! "Matanya semakin penasaran dengan kalimat yang diucapkan oleh nenek tua itu, dirinya masih bingung dan mencoba mengingat, mungkin ada keluarga jauh yang tidak ia ketahui." Seingat saya, orang tua saya tidak punya saudara, karena mereka anak tunggal. Atau, sebentar, tolong jangan buat saya bingung. Dua jam lalu tujuan saya kesini adalah melanjutkan studi kuliah saya.” Tiba-tiba tubuhnya lemas.
Diah mulai cemas, kepalanya pusing. Bahkan semakin lama semakin sakit. Sekilas potongan kenangan melintas sangat cepat dan membuat matanya berat.
Sekuat tenaga Diah mencoba kuat. Saat semua perlahan membaik nenek itu sudah ada di depannya memberikan sebuah buku. Tak lama kemudian nenek itu kembali duduk dibantu perempuan lainnya.
“Bacalah buku itu. Didalamnya ada jawaban atas semua permasalahan yang kau alami.”
Tak ada tulisan di bagian awal. Buku polos berwarna coklat tua perlahan dibuka. Bagian kedua tertulis Diary Salim.
“Itu nama ayahmu.” Memotong Diah.