Palais Garnier adalah gedung megah di Paris - Prancis. Gedung tersebut digunakan sebagai acara besar dan tentunya pertunjukan opera, kabaret, teater, dan orkestra. Palais Garnier didesain oleh Baron Haussmann tahun 1858, kemudian mulai dibangun Charles Garnier tahun 1861. Gedung tersebut bisa memuat kurang lebih 2000 orang.
“Sebentar lagi gelap, malam ini akan ada beberapa pertunjukan balet.” Diah datang bersama Emilie Calandre perempuan asli Prancis yang dibesarkan neneknya. Orang tua Emilie menghilang sejak tahun 1940.
Nenek sangat dekat dengan orang tua Emilie, bisa dikatakan kami berdua bersahabat. Selama di paris kedua orang tua Emelie lah yang membantu semua keperluan kami. Namun naas, setelah peristiwa itu mereka berdua menghilang dan tak pernah kembali. Meraka bicara empat mata, bertukar cerita, dan rasa rindu kepada malam.
"Kenapa orang indonesia selalu menggunakan hati." ucap Emelie.
"Maksud kamu?"
"Aku tau banyak dari nenek kamu, dia selalu cerita tentang penduduk indonesia, cerita bagaimana mereka selalu berusaha menggapai mimpi, bahkan bercerita sampai air mata keluar dari matanya."
"Apa yang dia ceritakan?" tanya Diah.
"Rasa penyesalan, cinta yang sudah di korbankan, serta rindu."
"Sebelumnya aku tak merasakan rindu, karena memang aku baik-baik saja, segala sesuatunya telah kudapatkan. Ku putuskan bermimpi, menjelajahi hati yang lagi kesepian. Sampai seketika tujuan itu musnah, apa yang ku anggap biasa malah membuyarkan segala mimpi."
"Maksudnya, kau bertemu mereka setiap malam."
Sejenak Diah terdiam, mengawasi tangga megah berwarna coklat tua. Sesekali merlirik lampu tergantung di atas kepalanya.
"Itulah, mengapa aku anggap biasa." Berbalik dan memandang Emelie.
"Seharusnya kau bersyukur, sekalipun aku tak pernah bertemu mereka, meski dalam mimpi." Menghampiri Diah dan memeluk erat tubuh itu.