Aulia Putri

Ananda Febrika Zebari Putra
Chapter #1

Chapter 1. Semuanya Dimulai Disini...

Namaku Aulia Putri, aku lahir di Jakarta 27 oktober 1998. Kisah piluku ini dimulai saat aku duduk di kelas 4 Sekolah Dasar. Aku yang saat itu masih gadis belia tiba - tiba di kagetkan dengan suara ibu yang menangis saat aku pulang sekolah. Rumahku ramai orang, semua tertunduk lesu dan memasang wajah sedih. Aku belum tau apa yang sebenarnya sedang terjadi. Bendera kuning berkibar di depan jalan masuk menuju rumahku. Aku mulai masuk ke dalam rumah, mendekati ibuku, lalu ibuku datang memelukku dan berkata " Sabar ya sayang, kita semua bakal tetep kumpul."Aku diam, dan hanya ikut menangis bersama ibuku tanpa tau apa yang sebenarnya terjadi.

Satu orang yang aku cari setelah itu

" Ayahku "

Dimana dia di saat ibu menangis sendirian di rumah. Aku coba keluar rumah dan mencarinya, memanggil - manggil namanya

" Ayah... ayah... ayah. "

Bukan jawaban yang aku terima, tapi malah pelukan dari para saudara dan tetanggaku. Salah satu dari mereka berkata " Sabar ya nak." Aku bingung, kenapa mereka bersikap seperti itu padaku. Aku kembali ke dalam rumah dan bertanya pada ibuku " Bu, ayah kemana ?, kenapa ayah gak ada di sini bu ?" Ibuku sejenak diam, dia menghela nafasnya, mencoba sedikit menahan kesedihannya, dan berkata kepadaku " Ayah di sini nak," Sambil tangannya bergetar memegang sebuah keranda mayat yang ada di depannya.

Aku terdiam, dan setelahnya aku menangis sejadi - jadinya. Teriakanku membuat orang seisi rumah tak kuat menahan air matanya. Mereka semua menangis haru dan memelukku.

Itulah awal mula hancurnya perekonomian keluargaku. Ayahku yang dulunya tulang punggung keluarga kami, sekarang sudah tidak ada lagi. Ibuku yang memang hanya ibu rumah tangga tidak tau bagaimana cara untuk menghidupiku dan dirinya.

Akhirnya ibuku mencoba kerja serabutan untuk menghidupi kami berdua. Entah ini bisa di bilang kabar bahagia atau kabar buruk. Ternyata sebelum ayah meninggal, ibu sedang mengadung anak keduanya. Itu berarti aku akan mempunyai seorang adik.

Di tengah hidup yang tidak pasti ini, ibuku malah mengandung, jangankan untuk adikku nanti, untuk kami makan berdua saja ibuku harus bekerja banting tulang hingga malam.

Sudahlah, mungkin itu pikir ibuku, namanya anak adalah rejeki dari Tuhan, jadi kita harus ikhlas dan bahagia menerimanya. Tiap bulan ibuku berusaha menyisihkan uang, agar nantinya bisa untuk memeriksakan kandungannya.

Setelah kehamilan ibuku berusia 3 bulan, ibuku berusaha memeriksakan kandungannya ke dokter. Awalnya semua berjalan normal, tapi dokter curiga dengan tanda - tanda penyakit yang di alami ibuku. Kemudian dokter menyarankan ibuku untuk tes darah. Ibuku tidak berfikiran buruk apapun, dia hanya diam dan mengikuti saran dokter. Setelahnya kami menunggu berdua, untuk melihat hasil tes darah ibuku.

Aku bertanya ke ibuku " Bu, ibu sakit apa ?."

Ibuku yang terlihat sangat lelah saat itu berusaha menjawab pertanyaanku " Ibu gak sakit kok nak, itu pak dokternya cuma khawatir aja liat ibu kecapek an," begitu katanya seraya berusaha menghiburku dengan jawabannya.

Setelah kami menunggu cukup lama akhirnya hasil tes nya keluar. Ibuku di panggil dokter keruangnya. Aku di suruh diam menunggu di luar, tapi aku gak mau, dan berusaha memaksa ikut. Akhirnya ibuku yang sabar meng iyakan kemauanku.

Di dalam ruangnya yang dingin itu, pak Dokter duduk di kursinya dan memasang muka sedih sekaligus tegang. Saat ibuku datang, pak dokter berusaha mempersilahkan ibuku untuk duduk " Silahkan duduk bu." Di keheningan itu pak dokter memulai pembicaraannya " Jadi begini bu, dari hasil tes ini ... "Dia diam cukup lama, sambil seraya melihat wajah ibuku yang lusuh akibat terlalu lelah menanggung beban kami.

Lihat selengkapnya