Jembatan kayu yang baru dibuat dekat padang ilalang tempat Marzieh dan Joseph biasa menghabiskan waktu bermain. Di bawah jembatan itu ada sungai kecil di mana mereka sering menangkap ikan dobi dengan saringan kelapa parut bekas.
Kehadiran sungai itu membuat hati Zi semakin berbunga-bunga. Tempat kesukaannya jadi semakin indah. Meskipun beberapa tumbuhan bunga liar kering akibat cuaca panas, tapi bunga-bunga kembang sepatu yang tumbuh tak sengaja, serta kumis kucing tetap tegak sehat bugar memamerkan bunganya.
Jari jemari Zi menyusuri tepian pagar jembatan ketika dia berjalan. Senyuman manis menghiasi wajahnya. Rambut cokelat tembaga sepinggang yang selalu ia banggakan berkibar ditiup angin. Langkah Zi terhenti tepat ketika melihat sosok rupawan di ujung lain jembatan. Mata Zi tak henti menatap makhluk indah tersebut.
Itu Joseph. Joseph-nya. Namun, lelaki itu terlihat sangat berbeda. Senyuman dan ketampanan yang sama, tapi penampilannya sungguh tidak seperti biasa. Lelaki itu mengenakan teluk belanga putih, pakaian yang biasa dipakai Furqan, bawahan celana bahan longgar, dan kopiah putih senada dengan bajunya. Wajah Joseph begitu cerah seakan memancarkan sinar tersendiri.
“Zi ....” panggil Joseph. Tatapan matanya begitu dalam menembus hati Zi.
“Joseph ....” Zi merentangkan tangannya ke arah Joseph. Kini pemuda itu berjalan semakin mendekat ke arahnya. Hanya Allah yang tahu betapa senangnya perasaan Zi saat itu.
Kesenangan itu berakhir dengan datangnya kabut menghalangi di antara Zi dan Joseph. Sosok Joseph yang berjalan mendekat semakin lama semakin menghilang, senyuman menawannya semakin memudar.
“Joseph ... Joseph ....” Zi berusaha berjalan meraih Joseph di balik kabut. Mendadak seperti ada beban rantai berton-ton beratnya yang mengikat kaki Zi. “Joseph ....” Zi hampir putus asa dan menangis.
Kemudian perlahan kabut putih menghilang. Pemandangan berubah dari padang ilalang menjadi langit-langit kamar Zi. Dia ada di rumah Abi, bukannya di padang ilalang. Zi masih setengah merasakan dingin kabut menyapu kulitnya ketika terdengar suara Aisha memanggil-manggilnya disertai tepukan pelan beberapa kali di pipi.
“Zieh ... astaghfirullah, Zieh ... bangun, Marzieh ....” ujar Aisha lembut dan sabar.
Marzieh akhirnya sepenuhnya membuka mata dan cukup lama menatap mata Aisha di antara niqab-nya.
“Kak Aisha ....” Zi akhirnya menyadari bahwa ia tadi sedang tertidur dan bermimpi tentang Joseph. Mimpi aneh yang masih membekas kuat dalam benaknya. Segera saja Zi mendengar suara adzan Magrib berkumandang. Ternyata dia ketiduran setelah pulang dari jalan-jalan dengan Joseph tadi.
“Istighfar, Dek,” kata Aisha cemas.
Aisha tampak buru-buru mau salat. Di luar pintu kamar tampak Furqan memandang heran Zi. Di samping Furqan ada Alisha, istrinya, yang juga sepertinya tahu apa yang terjadi pada Zi. Seketika Zi langsung kesal.
“Pada ngapain, sih, ngumpul di sini? Hargai privasi orang lain dong!” protes Zi.
“Udah, Zieh. Cepat bersiap, nanti telat, Abi marah. Kita ke musala sekarang,” kata Aisha memperingatkan Zi. Segera saja Zi ditarik ke sana ke mari. Furqan dan istrinya masih memandang Zi aneh.
“Maaf, Zieh, tadi Mbak mau pinjam buku kamu yang ....” kata Alisha, tapi Zi segera memotong dengan kesal. Selain suami Zulfa, dia juga tidak begitu menyukai istri Furqon. Menurutnya wanita itu suka pura-pura cengeng, tapi menusuk di belakang.
“Ambil saja, ‘kan? Nggak perlu sampai nonton aku juga di depan pintu?” tuding Zi. Dia menunjuk rak-rak bukunya di kamar yang isinya sudah banyak sekali berkurang. “Toh, biasanya juga kalian semua main ambil saja. Nggak izin dengan nelfon atau chat aku dulu,” timpal Zi.
Alisha jadi terlihat tidak enak, mengkerut di balik suaminya.
“Astaghfirullah. Nggak boleh ngomong gitu sama Mbak kamu, Zieh,” tegur Furqon.
“Kak Aisha, tolong, dong, kamarku ini dikunci aja kalau aku nggak di rumah. Jangan kasi siapapun masuk,” pinta Zi.
“Udah. Kenapa kok jadi debat? Nanti kita telat,” kata Aisha.
Mereka lalu bergegas ke musala untuk menjalankan salat. Zi masih saja penasaran dengan mimpinya dan tidak fokus.
“Kak, tadi aku mimpiin Joseph,” kata Zi pada Aisha.
Aisha langsung ketakutan dan menutup mulut Zi. “Ssssst! Astaghfirullah. Kakak tahu. Furqon dan Alisha juga tahu. Kamu menyebut-nyebut namanya saat ngigau tadi. Lupakan, Zieh,” sahut Aisha.
"Di mimpiku Joseph terlihat seperti Furqon. Dia pakai kopiah, Kak. Seperti baru saja mengucap syahadat," lanjut Zi tersenyum ceria.
Aisha terdiam sejenak sambil menatap Zi serius. "Zieh, jangan terlalu memikirkan mimpi. Bisa jadi itu godaan setan," kata Aisha.
"Tapi bisa jadi juga dari Allah," sahut Zi.
"Udah. Ayo salat! Jangan menunda-nunda salat. Itu godaan setan." Aisha menarik Zi masuk musala.
***