Bantal disingkapkan Aisha dari wajah Zi yang sembap akibat terlalu lama menangis. Zi masih terisak saat Aisha menarik tubuhnya dari ranjang dan mencoba menghibur gadis itu.
"Udahlah, Zieh. Jangan nangis terus. Abi benar, kok. Orangnya baik. Bukan pilihan asal. Tidak seburuk bayanganmu," kata Aisha.
"Aku nggak peduli, Kak. Siapapun dia, yang jelas aku belum mau menikah." Zieh membenamkan wajahnya lagi ke bantal.
"Tenangkan dulu dirimu lalu pikirkan baik-baik," saran Aisha.
"Nggak ada yang perlu dipikirkan lagi, Kak. Pokoknya aku menolak lamaran itu. Aku nggak mau menikah."
"Mana mungkin, Zieh. Abi udah menerima lamaran dan tanggal pernikahanmu pun akan segera ditentukan. Nama baik keluarga kita dipertaruhkan. Coba pikirkan perasaan Abi dan Umi. Mereka pasti sedih sekali kalau kamu menolak lamaran itu," bujuk Aisha.
Kini air mata Zi jatuh berlinangan lagi. "Lalu bagaimana dengan perasaanku? Apa perasaanku nggak penting?" tanya Zi pilu.
Aisha membelai lembut kepala Zi. "Dengar, Zieh, menikah itu menyempurnakan ibadah. Bayangkan aja betapa senang Abi dan Umi melihat kamu akhirnya menjadi seorang istri, apalagi suamimu dari keluarga baik-baik. Kamu sayang 'kan sama Abi dan Umi? Kamu nggak tega 'kan mematahkan harapan mereka? Kelak kamu juga akan jadi orang tua, Zieh."
"Tapi aku ingin menikah dengan orang yang aku cintai, Kak," ujar Zi.
"Dan siapa itu? Siapa laki-laki yang kamu cintai, Zieh?" tanya Aisha seraya menatap Zi tajam.
Terasa seperti ada batu es membeku di dalam jantung Zi. Dia terdiam cukup lama memandang Aisha, tidak tahu harus menjawab apa. Laki-laki yang ia cintai ....
Tepat saat itu handphone Zi berbunyi. Ada notifikasi masuk. Zi segera mengecek dan langsung kaget membaca sebuah pesan dari Joseph.
Aku berangkat sekarang, Zi. Jaga diri baik-baik. Jangan telat makan. Oh ya, aku lupa mengabari kalau Maggie udah melahirkan, anaknya ada lima ekor, semuanya berbulu hitam dan lebih mirip ayahnya si Doberman sejati.
Zi memandang kosong pesan tersebut. Beberapa saat kemudian pesan baru datang lagi.
Zi? Hei, kamu baca, 'kan? Gimana pun, pokoknya, kamu hati-hati. Jangan terlalu suka berdebat di grup-grup medsos ataupun komunitas, apalagi sampai berkelahi. Jinakkan sedikit isi kepalamu itu. Mungkin sedikit kopi Wak Kole di persimpangan bisa menenangkanmu, dia baru buka kafe dengan nuansa baru. Kurasa kamu suka.
Zi masih diam membaca pesan kedua. Pesan ketiga masuk lagi.
Zi, kemarin malam aku mimpi tentang kamu. Aku lihat kamu memakai gaun putih cantik sekali, tapi wajahmu sedih. Mamaku bilang mimpi seperti itu tak baik. Kuharap kamu akan baik-baik aja hari ini, besok, dan seterusnya.
....
Hmm ... jangan cuma dibaca aja.
....
Zi ...? Hello? Nyonya Udang, jawab!