Aurat

Delly Purnama Sari
Chapter #8

Chapter 8. Pernikahan

"Bukan cinta namanya kalau mempunyai syarat," kata Furqon setelah kejadian lalu yang terus diingat Marzieh.

Dekorasi pernikahan telah disiapkan di segala penjuru rumah denganmegah dan indah. Semua orang diliputi aura kebahagiaan kecuali Marzieh.

Zi memandang hampa letupan kembang api di langit. Suara gelegarnya terasa menggetarkan rumah. Itu idenya Zulfa dan anak-anaknya, serta beberapa saudara yang lain. Abi tidak begitu suka, tapi tidak juga melarang, hanya minta jangan terlalu banyak kembang api yang diletupkan. Itu salah hal tumben yang dilakukan Abi, khusus pada pernikahan Marzieh saja.

"Zi, makanlah. Kamu belum makan. Besok pernikahanmu. Jangan sampai kamu pingsan saat acara itu." Aisha masuk ke kamar Zi membawa nampan makanan yang diletakkan di meja dekat ranjang.

"Makasih, Kak. Nanti aku makan," kata Zi pelan.

Aisha hanya menepuk pelan bahu Zi, tidak ingin memberi nasihat atau kalimat penghiburan lagi. Ia mengerti Zi sudah terlalu banyak menerima hal itu.

Terlarut dalam kesedihan dan kenangan. Hanya itu yang dilakukan Zi menghabiskan hari-harinya. Entah dia adalah calon pengantin wanita paling sedih sedunia atau memang semua yang mengalami arrange marriege merasakan jatuh terombang ambing seperti ini.

Raut kesedihan Joseph yang tak terperi masih melekat kuat dalam ikatan Zi.

Bertahun-tahun persahabatan mereka terjalin, tidak pernah sekali pun keduanya menyinggung apalagi memaksakan keyakinan masing-masing. Tidak dengan cara frontal. Batas itulah yang membuat persabatan mereka awet. Namun, akhirnya batas itu juga yang memisahkan mereka secara nyata.

Syarat? Cinta Zi dan Joseph mempunyai syarat. Tidak bisa dipungkiri hal itu memang benar. Syarat yang teramat berat dan tidak mungkin mereka sanggupi. Syarat yang tersebutkan di saat rasa cinta mulai mereka sadari dan diungkapkan. Ironis.

Kenyataan bahwa Furqon mempunyai firasat tentang perasaan Joseph pada Zi mengguncang Zi. Bukan cuma Aisha, Zulfa, Furqon, bahkan Abi dan Umi pun menyadari perasaan yang kian hari kian tumbuh di antara dua orang anak manusia. Begitu pula orang tua Joseph. Hal yang mereka takutkan dan gagal dicegah. Namun, bodohnya Zi dan Joseph malah belakangan mengetahui hal itu.

Zi sudah lelah menangis. Ia membuka lembar demi lembar buku harian bergambar miliknya. Sebenarnya itu buku sketsa. Buku yang selalu ia sembunyikan dari Abi karena tidak mau kena amukan akibat menggambar banyak makhluk bernyawa. Setiap lembar berisi gambaran dia dan Joseph dari masih bocah kecil, remaja, hingga dewasa. Sebagian gambar Joseph dan sebagian gambarnya. Bisa dibilang petualangan mereka hampir lengkap didokumentasi di buku itu. Perburuan anak udang di sungai yang dimenangkan Zi, Joseph tercebur ke got karena membantu Zi mengambil perahu kertasnya, Zi dikejar dan hampir digigit anjing peliharaan bibi tertua Joseph. Semakin lama masuk ke fase menyedihkan di mana menggambarkan Zi menangis mengantar kepergian Joseph melanjutkan pendidikan SMU di asrama khusus ilmu teologi. Setelah itu banyak halaman yang kosong. Buku itu Zi beri judul "The Adventure of JoZi", JoZi adalah penggabungan nama mereka. Joseph dan Marzieh.

Zi mencium buku tersebut penuh haru lalu memasukkannya ke dalam salah satu koper. Ya. Barang-barang Zi jauh hari sudah dikemas. Begitu menikah, ia akan dibawa pergi sang suami.

***

Aisha dan Zulfa menyertai Zi di sebelah kanan dan kirinya begitu mereka keluar dari kamar. Zi terlihat luar biasa cantik hari itu mengenakan lehenga Pakistan lengkap dengan hijab yang menutupi rambutnya dan dupatta, serta perhiasan.

Zi akan dibawa ke ruang tengah tempat di mana ia akan menunggu calon suaminya mengucapkan ijab qabul di ruang utama.

Seluruh tubuh Zi gemetaran, air matanya jatuh, dan langkahnya terhenti mendadak.

"Bismillah, Zieh," ucap Aisha menuntun Zi. Perlahan-lahan Zi berusaha melanjutkan langkahnya bersama para kakak yang sudah berdatangan menyambutnya. Sebagian wanita berkumpul di ruang tengah bersama Zi.

Zi menunggu detik demi detik berlalu penuh ketegangan dan perasaan yang campur aduk, seperti menanti proses eksekusi.

Orang-orang di sekitar Zi tampak antusias saat dari arah depan terdengar riuh kedatangan rombongan pengantin pria. Segera saja sebagian dari wanita yang ada di situ buru-buru ke depan dengan membawa nampan-nampan berisi kelopak-kelopak bunga mawar. Sebagaimana prosesi nafastari dilaksanakan, kelopak-kelopak mawar itu mereka taburkan ke iringan calon mempelai pria yang datang.

Zi hanya pasrah begitu terdengar suara langkah-langkah kaki rombongan pengantin pria memasuki ruang utama. Semuanya mengenakan pakaian khas Pakistan, kurta dan lehenga khusus muslimah. Lalu ia diajak turut serta masuk ke ruang utama. Dari balik selendang tipis pembatas yang dibentang memisahkan kelompok laki-laki dan wanita, Zi samar-samar melihat laki-laki itu.

Lihat selengkapnya