Autumn In Your Heart

Some Landry
Chapter #7

Takdir Sebuah Janji

Tiga bulan telah berlalu, dengan kesibukanku bekerja paruh waktu sebagai salah satu masalahku sendiri, aku yang sedang bergantian shift dengan temanku bersiap menuju tempat makan malamku. Aku melihat Alexa yang sedang menungguku diujung jalan keluar pom bensin, aku menghampirinya dan dia mengatakan bahwa hari ini anak-anak ingin makan malam bersama. Dan aku mengiyakannya

Tepatnya dua bulan lalu aku memutuskan untuk mengakhiri hubunganku dengan Alexa, sulit baginya menerima permintaanku tetapi dia memerlukan alasan untuk menerima tentang putusnya hubungan sepihak itu. Aku mengatakan bahwa aku menyukai orang lain, dan dia tahu itu. Dia hanya pura-pura tidak tahu bagaiman caraku memandang wanita itu dan dirinya yang sangat berbeda pada saat pertama kali bertemu. Dia mengatakan bahwa dia tahu bahwa aku tidak mencintainya, hanya dia terlalu takut mengakuinya. Selama satu tahun dia menungguku, berharap mungkin suatu hari nanti hatiku akan berubah kepadanya tetapi aku malah menyukai wanita lain. Itu jelas menyakitkan baginya, dan aku hanya bisa meminta maaf telah membuatnya menunggu dan terluka seperti ini.

“Kamu sungguh tidak menjenguknya?” Alexa memulai obrolan diantara musik didalam mobil dan aku memilih tidak menjawab. Aku tidak perlu menjawab pertanyaannya itu, dia telah berjanji padaku maka aku tidak akan meragukan janjinya itu. Dia akan baik-baik saja aku yakin itu.

“Untuk program kuliah terakhir, apa yang mau kamu buat? Aku dengar beberapa anak sudah mengajukan Tesis mereka kedosen pembimbing.” Alexa mengalihkan.

“Entahlah, belum terpikirkan olehku, aku hanya sedang mencari bahan tulisan yang bagus tapi sulit mencari inspirasi.” Aku menjawab santai.

“Si duo Combo juga lagi kebingungan. Ya aku juga sih.” Alexa berbicara tanpa henti dan aku tidak mendengarkannya. Aku masih memikirkan pikiranku sendiri, aku tidak tahu sedang memikirkan apa, kepalaku dipenuhi dengan segala hal mulai dari pekerjaan, kuliah, rumah dan dia. Aku menyentuh kepalaku yang sediki sakit.

“Aku pikir aku pasti gila. Dari banyaknya masalah hidupku sempat-sempatnya aku malah memikirkan dia.” Kataku tiba-tiba memotong omelan Alexa.

“Brahm bilang dia.”

“Stop. Lex. Ku bahkan gak mau menjadi lebih gila dari pada ini.” Aku tahu alexa sedang menatapku, mungkin dia berfikir aku benar-benar kacau dua bulan terakhir ini.

“Mau pulang aja? Ku pikir kamu lagi gak enak badan.”

“Ya. Sepertinya itu yang terbaik.” Jawabku memejamkan mataku dan kurasakan mobil Alexa yang mengubah arah tujuannya.

Lihat selengkapnya