Hal yang paling aku benci adalah menunggu, menunggu seorang kakak untuk menjemput adiknya adalah hal yang paling aku benci. Jam menunjukan 21.00, aku dan Nesya menunggu seseorang yang setengah jam lalu mengatakan on the way untuk menjemput adiknya tapi belum juga kelihatan batang hidungnya.
“Kakak masuk aja, nanti kakak telat untuk kerja.”
Aku tidak menjawab perkataan itu,
“Atau aku ikut masuk menemani kakak kerja.”
“Banyak asap rokok dan laki-laki minum disana.”
“Aku kan pake masker.” Katanya polos. Aku menyentuh wajahnya untuk melihatku.
“Bisa gak kamu itu turutin omonganku sekali aja. Sekali enggak. Ya enggak.” Aku tertawa geli melihat wajahnya yang gembung ditanganku.
Lima belas menit kemudian aku melihat mobil yang kukenal mendekat kearah kami. Sang pemilik keluar dari mobil itu diikuti wanita berambut pendek bergelombang. Bram meminta maaf kepada Nesya, bukan kepadaku. Hebat sekali dia, setelah meningglkan seorang perempuan secara paksa dia malah meminta maaf pada orang sebaliknya. Bram menjelaskan mengapa dia bisa terlambat seperti ini dikarenakan oleh wanita di belakangnya yang di sambut tidak terima oleh Alexa. Aku menyudahi hal tidak berguna itu dan menyuruh Nesya memasuki mobil.
“Aku pulang dulu. Kakak akan menghubungiku setelah selesai kerja kan?”
“Aku selesai jam 02.00 pagi, tidurlah duluan.” Kataku sembari mengacak-ngacak rambutnya dan memasuki tempat kerjaku diikuti oleh Alexa dibelakangku.
“Nanti aku menyusul ya.” Kata Bram kepada kami berdua. “Ayo Nes. Udah jangan diliatin terus.”
Aku sudah mengganti baju baristaku dan aku melihat Alexa dicahaya redup duduk dimeja barista tepat didepanku. Dia memesan yang biasa dia pesan dan mulai menceritakan kejadian tadi sore bersama Bram.
“Aku pikir kalian cocok.” Kataku sembari membuat minuman orang lain.
“Kalau kamu cemburu sekarang, terimalah karmamu.” Kata Alexa menyumpahi, yang ku jawab dengan senyum kecil.
“Bagaimana denganmu? Kupikir waktu yang kuberikan cukup panjang. Kelewatan kalau kamu belum menetapkan hatimu sekarang.”
“Sudahku tetapkan. Tapi tetap saja aku merasa ini tidak benar.” Kataku sembari mengelap gelas.
“Persetan dengan logika saat kamu jatuh cinta. Apa yang benar dan salah itu urusan belakangan.” Aku tidak menjawab pernyataan itu dan memilih melayani pelanggan.
“Apakah aku pernah bilang kalau aku akan magang di SinarPost?” Kataku yang mulai duduk dihadapan Alexa.
“Ya aku sudah melihat namamu di daftar list magang. Aku pun akan mulai bulan ini.” Kata Alexa memakan cemilannya. “Jangan menatapku seperti itu. Aku tidak melakukan apapun, kamu masuk murni karena otakmu. Mantan papa mertuamu juga kurang suka orang yang tidak berotak. Kamu tahu itu."
“Ya aku percaya padamu.” Kataku mengikuti kegiatannya.
“Sekarang bagaimana caranya kamu membelah badanmu. Kamu membantu professor kita, bekerja di Pom pada hari liburmu. Dan malamnya kamu ada disini. Kalau aku jadi kamu aku akan mengalami kebotakan dikarenakan stress.”
“Mungkin aku tidak bisa bekerja dengan professor lagi.”
“Pilihan yang bagus. Walaupun pekerjaan magang ditempat kami gajinya masih kecil tapi kalau kerjamu bagus kamu bisa langsung diterima disana saat kamu lulus nanti. Kamu tahukan siapa pemilik penerbitan terbaik disini.” Alexa membanggakan hidupnya dan aku hanya bisa tertawa melihatnya.