“Kamu gak kedinginan?” Tanyaku pada perempuan disebelahku.
“Bagaimana bisa aku kedinginan, lihat aku. Aku pake syalku, aku pake jaketku, aku juga pake jaket kak Al sekarang. aku khawatir kakak yang akan sakit nanti.” Katanya.
“Ya itu salahmu yang hanya memakai sweater di cuaca berangin seperti ini.” Aku melihat gedung yang kami tuju sudah terlihat. Aku melepaskan genggaman tanganku padanya dengan tidak rela dia menatapku atas tindakan yang kulakukan.
“Aku tahu, tapi tolong beri aku waktu untuk memberitahu Bram tentang kita. Aku pikir sekarang bukan saatnya.” Kataku sembari menatapnya. Dia tidak bersuara atas kata-kataku. Aku mendekatkan diriku padanya bersiap memeluknya.
“Aku harap kamu mengerti, situasinya sekarang di pihakmu lah yang sedang tidak bagus.” Aku rasakan kehangatan saat memeluknya.
“Aku tidak mencintainya seperti ini.” Katanya.
“Aku tahu.”
“Aku juga tidak pernah memeluknya seerat ini, seakan aku takut kalau kita tidak bertemu lagi.”
“Aku tahu."
“Aku minta maaf sudah memposisikan kakak di posisi seperti ini."
“Aku juga.” Aku melepaskan pelukanku padanya dan menatapnya. “Aku tahu kedepannya akan sulit, tapi aku juga akan berusaha untuk mencari jalan keluarnya. Kamu hanya perlu tetap melihatku, memikirkanku, dan menurutiku. Mengerti.”
“Apa ini juga perintah?” Katanya tertawa mengejek.
“Aku tidak pernah memohon pada seseorang.” Kataku mencium keningnya.
Sembari menunggu, kami duduk dibawah pohon diseberang gedung dimana kakaknya berada. Dia menceritakan adik perempuanku yang ternyata setiap malam menghubunginya dan dianggap manis olehnya. Dikarenakan dia anak bungsu dia tidak pernah tahu rasanya punya adik, dan adanya anak perempuan penggangu yang setiap hari mengubunginya dan merengek padanya seakan-akan membuat dia menjadi kakak perempuan. Dia menyukai hal-hal yang merepotkan.
“Aku? Tidak ada hal khusus tentangku.” Kataku.
“Kenapa?”
“Karena ayahku sudah meninggal aku harus membantu ibuku dan yah aku selalu bekerja. Kamu tahu itu kan? Setiap jamku adalah tentang kesibukan.”
“Aku iri, setidaknya kakak melakukan apa yang ingin kakak lakukan.”
“Aku iri denganmu, kamu iri denganku, kita memang selalu melihat orang lain dari arah berlawanan seperti itu.” Kataku dengan tangan menyanggah dagu dan tersenyum melihat kecantikannya.
“Ada yang aneh denganku?”
“Em. Biarku lihat-lihat lagi, ada beberapa helaian kelopak bunga di atas rambutmu.”