Shining Rise Bar, 09.00 pm
Bar terkesan santai sekarang, melodi lembut DJ mengalun membuat setiap pasangan beranjak dari tempat duduknya dan berdiri dilantai dansa. Aku yang sedari tadi menyugguhkan minuman sedang duduk bersantai melihat suasana malam ini.
Shining bar tidak pernah sepi pengunjung walaupun kebanyakan pengunjung merupakan orang dipertengah umur 30 an sampai dengan 40 an, lebih tepatnya mungkin dikarenakan pemilik dari Bar ini juga berumur 35 tahun dan entah karena tidak bisa lepas dari masa mudanya atau dia memang menyukai kehidupannya di era 90 an, Bar ini benar-benar memilki nuansa kental era 90 an dengan piringan hitam berada disisi meja, lampu disco yang jarang digunakan, minuman keras tersusun rapi di antara rak-rak dibelakang bartener, meja dan kursi terkesan tua namun kuat meminggul para peminum yang mabuk ditengah malam nanti.
Aku melihat sang pemilik sedang mengobrol dengan beberapa wanita yang baru saja dia temui, tertawa dan sesekali mendentingkan gelas minuman mereka seakan sudah mengenal sangat lama. Dia membisiskan sesuatu kepada wanita berambut pirang sebelahnya, menyelipkan sedikit rambut sang wanita dibelakang telinganya dan sekarang berhasil mencatat sesuatu diponselnya. Aku tersenyum melihat kelakuan orang tua itu, yah bukan salahnya menjadi lajang diumurnya yang terbilang cukup itu, tapi pesonanya yang menjadi pokok permasalahanya.
“Siap pergi dengan wanita baru, Mr. Andrean?” aku tersenyum mengejek saat dia datang kemeja panjangku untuk meminta minuman tambahan.
“Yah, begitulah.” Kami tertawa bersama dan menyiapkan beberapa wiski kesukaannya.
“Aku harus berusaha lebih agar usahaku ini tidak bangkrut, kamu tahukan aku memilki karyawan yang hanya bermodal tampang saja tapi selalu muram setiap malam.” Dia meminum kembali minumannya.
“Maafkan aku kalau wajahku ini tidak memberi pemasukan yang cukup banyak untuk bos ku satu ini.” Aku santai kembali dihadapannya.
“Yah bukan salahmu terlahir dengan wajah seperti itu. Wajah pas-pasanku ini saja bisa membuat wanita jatuh hati kepadaku, apalagi kamu.”
“Aku tidak sekeren anda, lihatlah wanita itu mulai memanggil anda lagi.” Dia memalingkan wajahnya melihat siapa wanita yang kumaksud.
“Ah, wanita itu siapa ya namanya, Gabriella. Iya Gabriella, aku sudah tidur dengannya tiga minggu yang lalu.”
“Edan.” Kataku sembari melihat kembali wanita berambut kecoklatan panjang dikuncir kuda dengan lipstick berwarna merah berlebihan diwajah cantiknya.
“Apa gunanya kalau kamu hanya tampan, mumpung kamu masih muda cobalah bersenang-senang.” Kata Mr. Andrean.
“Jangan pernah dengar kata-kata playboy tua ini Daf. Kamu akan kena kutuk ibumu nanti.” Kata Atel yang tiba-tiba duduk di sebelah kiri Mr. Andrean dan disusul oleh kedua kawanku lainnya.
“Ah.. hanya kalian sekumpulan anak muda yang datang keBar ku. Apa kabar kalian?”
“Yah baik sih setelah melihat bapak disini.” Kata Atel yang berusaha duduk dikursi tingginya.
“Mau ku gendong nak?”
“Tidak perlu repot-repot, A- Aku bisa sendi-ri. Ah., akhirnya. Bisa gak sih bapak gak sah pake kursi begini. Naiknya aja susah tambah nanti turunnya.” Kata Atel yang tidak diperdulikan sang pemilik.
“Alexa yang cantik, mau minum apa kamu, biar kakak yang bayar ya.” Kata pemilik Bar yang membuat kami semua tertawa dengan sebutan kakak yang baru saja dia lontarkan.
“Om,. Pak.. bukan kakak tapi Om.” Kata kami berbarengan.
“Inilah kesulitan anak muda, tidak suka dengan orang yang lebih tua, tampan, mapan dan lajang daripada dirinya.” Mr. Andrean beranjak dari kursinya dan meninggalkan kami dengan lantunan lagu yang sedikit aneh.
“Apa dia itu tidak ada kerjaan ya, setiap malam selalu disini.” Kata Atel yang masih melihatnya menggoda wanita berambut pirang tadi.
“Kamu pikir ini Bar punya siapa?” kata Bastian yang mengikuti tatapan Atel. “Jujur saja aku menyukainya, dia seperti Om-Om kaya raya yang keren.” Alexa dan Atel mengangguk setuju.
“Apa dia tidak punya istri?” Sekarang Alexa yang bertanya.
“Kamu. Kamu gila ya hilangkan pikiranmu yang tidak masuk akal itu sekarang, dasar wanita gila. Dia 7 tahun lebih tua dari pada kamu. Jangan aneh-aneh Lex.” Atel tiba-tiba ngegas terhadap wanita disebelahnya dan dibalas putaran mata Alexa yang tidak percaya apa yang dikatakan Atel.
“Setahuku tidak ada, dia bujangan bebas.” Kataku yang sudah memberikan minuman kepada masing-masing temanku.
“Siapa yang tahu apa yang berada dirumahnya, bisa saja dia bilang bujangan berjas kepada setiap wanita disini, tapi saat dirumah dia hanya seorang pria tua berkaus kaki, bersinlet dan beranak dua. Jangan terlalu percaya orang-orang seperti itu.” Atel mulai mengangkat gelasnya. “Kenapa hanya aku yang dapat air soda disini sih?”
“Karena kamu yang akan menyetir nanti, Sob.” Bastian memukul pundaknya. “Aku tidak tahu kenapa kamu sangat benci dengan dia.” Lanjut Bastian.
“Dia menghinaku.”