Setelah Adellia memutuskan untuk menyembuhkan Steven dengan bertatapan langsung. Aku berencana mengajaknya dan Steven ke daerah yang lebih sepi, tempat dimana aku berkelahi dengan Arif dulunya. Aku tidak memilih dikost-an, karena tidak mau mengganggu penghuni kost-an yang lain. Selain itu, aku juga ingin menjaga nama baik dari Steven, jadi aku dan Adel memutuskan untuk merahasiakannya.
Besoknya, bagaikan mata-mata, aku kembali mengikuti Steven secara diam-diam sejak sore menjelang malam hari. Seperti dugaanku, dia masih saja menemui wanita yang sama dan begitu juga dengan lokasinya yang tetap mewah. Aku berencana menunggunya di warung nasi yang tak jauh dan berseberangan dengan lokasi mereka. Karena menunggu mereka membutuhkan waktu yang lama, sampai-sampai pemilik warung tersebut mengajakku berkenalan. Hitung-hitung lumayan juga untuk mengisi waktu luang, ketimbang aku harus melamun terus-terusan.
Setelah berjam-jam aku menunggu, akhirnya mereka muncul keluar dari pintu cafe sambil bergandengan tangan. Jika kuperhatikan, sepertinya mereka masih belum berniat pulang, padahal saat itu layar dihandphoneku sudah menunjukkan jam sepuluh malam. Aku tak tahu apa yang akan menjadi rencana kegiatan mereka selanjutnya, aku hanya bisa membuntuti mereka diam-diam.
Ternyata destinasi mereka selanjutnya adalah sebuah toko pakaian yang tak jauh dari posisi cafe sebelumnya. Tanpa kusadari, aku telah menunggu Steven hampir semalaman, disaat dia sedang bersenang-senang, aku hanya bisa bermain game di handphone seraya menunggunya pulang. Aku hanya bisa menanti dan berharap mereka bisa pulang secepat mungkin. Lalu setelah kisaran setengah jam kemudian akhirnya mereka keluar membawa beberapa bungkusan. Tampak Steven dan wanita itu berpelukan, lalu sesudahnya mereka langsung berpisah dijalan.
Akhirnya Stevenpun pergi pulang menuju arah kost, akupun bergegas mengikutinya. Aku tak lupa mengirim pesan ke Adellia untuk datang dan bersiap dilokasi yang sudah kami rencanakan. Saat posisi Steven sudah mendekati kost-an, aku langsung berlari mencegatnya.
"Ven, gw mau ngomong sama lo sebentar, bisa ikut gw gak?" ucapku
Steven tampak terkejut melihatku yang muncul dihadapannya tiba-tiba.
"Mau ngomong apaan emangnya Ram? Kalo lo cuma mau nasehatin gw kyk kemaren, mending kita gausah ngobrol Ram." jawabnya dingin
"Gak kok ven, ada masalah lain yang mau gw omongin, kalo ngobrol dikost-an, takut ada yg dengerin entar." ucapku dengan ekspresi gelisah.
Melihat ekspresi gelisah dariku, tampaknya Steven mulai percaya dan akhirnya menyetujui mengikutiku. Tak lama kami berjalan, akhirnya kami sampai dilokasi, aku melihat Adellia yang sedang berdiri sembari bersandar didinding. Steven tampak bingung dan memandang kami dengan curiga setelah melihat keberadaan Adellia.
"Ini maksudnya apaan Ram? Terus ngapain ada Adellia disini?" tanya Steven dengan curiga.
Aku hanya diam tak menjawab pertanyaannya. Aku hanya memandang Adellia yang mulai bergerak mendekati kami. Suasana malam yang tadinya hening, mulai berubah menjadi mencekam. Muncul perasaan tak nyaman, sebab aku merasa seperti banyak pandangan mata yang tertuju kepadaku.
Tiba-tiba banyak muncul suara tawa cekikikan, bercampur dengan tangisan dan juga jeritan wanita dari berbagai arah. Bulu kudukku bergidik, spontan aku langsung bergerak mengambil jarak menjauhi Steven lalu mendekat dengan Adellia.
Saat aku memerhatikan sekitarku, aku menyadari bahwa kami sudah dikelilingi oleh kain putih yang sedang beterbangan. Ternyata sudah muncul banyak makhluk halus yang berwujud kuntilanak berwajah hancur. Jika kutaksir secara kasar, mungkin jumlah mereka ada sampai puluhan. Perlahan mereka mulai mendekati kami, tetapi Steven tak sadar akan hal itu, dia hanya berdiam diri dan memandangi kami berdua dengan tatapan yang kosong.
Tak lama kemudian, Kuntilanak merah yang kulihat kemarin muncul dalam seketika dan berdiri melayang disamping Steven.
"Jangan berani-beraninya kalian mengganggu urusanku." teriaknya sambil menatap kami dengan penuh dendam.
"Pergi dan jangan ganggu temanku lagi, atau kita perang sekarang juga." ucap Adel
"Hihihihihi, memangnya kamu itu siapa? berani-beraninya mengancamku!" jawabnya dengan senyum menyeringai.
Tiba-tiba muncul sesosok pria dibelakang Adellia, yang menggunakan baju zirah berwarna emas, berambut panjang dan wajahnya terlihat seperti pria paruh baya. Dia memegang sebuah tombak panjang sambil menatap lawan dengan ekspresi yang sangat serius.
"Apa perintah anda, nona?" ucapnya sambil membungkuk
"Binasakan mereka smua." perintah Adel
Seketika, semua kuntilanak yang mengelilingi kami berteriak histeris dan mulai bergerak menyerang penjaga Adellia. Tak tinggal diam, penjaga Adellia bergerak jauh lebih cepat dan menusuk para kuntilanak itu dengan membabi buta. Tusukan tombaknya berhasil membuat lubang besar ditubuh para kuntilanak itu. Mereka yang terkena serangan tombak itu menjerit histeris lalu lenyap menghilang seketika.
Tetapi berbeda dari ekspektasiku, para kuntilanak itu bukannya makin melemah, mereka malah semakin beringas menyerang pria itu dengan kuku panjang mereka. Sementara itu, pria itu dengan elegannya bisa menghindari dan menangkis setiap serangan dengan tombaknya.