Aku sudah memutuskan untuk pergi dari masa lalu bukan untuk melupakan, bukan karena aku tidak menerima, bukan karena aku lari dari kenyataan, bukan… aku sudah memahami bahwa kejadian-kejadian di masa lalu bukan untuk dilenakan. Aku tak mau terlena dengan masa lalu, tak ingin di hantui oleh masa lalu. Aku mengerti, masa lalu yang menyakitkan seharusnya dijadikan pelajaran agar suatu saat nanti tidak akan ada kejadian menyakitkan yang sama lagi. Aku sudah siap untuk menuju masa depan yang cerah, aku sudah siap mengubah langitku yang semula mendung menjadi cerah kembali.
Di antara kegelapan dan cahaya
22 Mei 2017
“Hai Nay! Lagi apa?”
“Eh Tan, kapan datang?” Aku terkejut melihat Tante Tiara sudah berada di depan pintu kamarku.
“Baru sampai tadi, Tante langsung samperin kamu di sini,” ujar Tante Tiara lalu memelukku, keponakan kesayangannya.
Kami memang sangat dekat, aku selalu mencurahkan isi hati dan pikiranku padanya. Aku pun menjadikan Tante Tiara sebagai salah satu idolaku, hatiku selalu merasa tenteram jika melihatnya yang berkerudung panjang itu. Tante Tiara adalah alumni pesantren di salah satu pondok pesantren di sebuah kota kecil. Ilmunya sangat luas, maka tak heran setiap aku bertemu dengannya selalu mendapatkan pencerahan.
“Gimana hasil UN nya?” tanya Tante Tiara sembari duduk di atas ranjang. “Kata Mamamu, keponakan tante yang paling cantik ini, nilai UN-nya tertinggi di sekolah ya?”
“Iya Tan, siapa dulu dong tantenya,” ujarku seraya terkekeh kecil.
“Ah, kamu bisa aja. Terus mau lanjut ke mana?”
“Belum tau Tan, kata Papa SMAN 1.” Jujur, aku tidak tertarik untuk melanjutkan sekolah di sana. Walaupun nilai UN-ku lebih dari cukup, tapi… entahlah ada rasa yang mengganjal di hatiku.
“Tante boleh usul nggak?” Aku menatap Tante penasaran. “Tante tau apa yang memberatkan hatimu. Tante paham karena pernah merasakan apa yang kamu alami, Nay. Saran Tante, lebih baik kamu cari tempat yang cocok untuk menenangkan hatimu." Aku tertunduk diam.