"Dari titik yang saling bersinergi, bisa saling bertemu dan memberi arti."
_________________________
Keadaan kelas kembali hening. Tepat setelah Ummi Dina keluar, murid kelas X MIPA 3 langsung meletakkan kepalanya di atas meja, ada pula yang berbaring di belakang kelas. Di bulan ini memang banyak kegiatan. Mulai dari mukhoyyam tiga hari tiga malam, lalu dilanjut dengan UKT yang dilaksanakan dua hari di lingkungan pesantren.
Aku pun rasanya ingin sekali mengistirahatkan tubuhku sejenak. Tapi sebelum keluar tadi, Ummi Dina sempat menyampaikan pesan dari Bu Rosa untukku. Aku bergegas pergi ke kantor guru sebelum waktu istirahat habis. Berharap setelah selesai bertemu dengan Bu Rosa ada sedikit waktu untuk tidur.
Kantor guru hanya berjarak beberapa ruangan dari kelas X MIPA 2. Ruangan itu terlihat sepi. Hanya dua tiga guru yang berada di dalam. Bu Rosa terlihat sedang menulis sesuatu di meja kerjanya. Tampaknya guru lain sedang berada di kantor pusat di daerah sekolah putra yang berjarak satu kilo dari gerbang sekolah putri.
“Assalamu'alaikum...”
“Wa'alaikumussalam, sini Nay,” panggil Bu Rosa. Aku pun menghampirinya. Kemudian Bu Rosa memberikan buku dengan judul besar 'OSN Matematika'. Bu Rosa tersenyum melihatku yang tentunya heran tiba-tiba diberi buku seperti ini.
"Kamu pelajari ini, bulan depan kita ada sesuatu." Bu Rosa tersenyum penuh makna. Beliau selalu begitu, penuh kejutan. Hampir satu semester Bu Rosa menjadi wali kelasku, dan aku hanya bisa mengangguk tanpa bertanya apa pun.
"Assalamu'alaikum...." Dua orang santriwati menghampiri kami. Aku lupa namanya, yang kuingat mereka kelas sebelas.
"Bagaimana Gin, sudah bisa?" tanya Bu Rosa pada salah satu dari mereka.
"Masih ada yang bingung, Bu."
"Oh ya, Nay boleh kembali ke kelas. Tolong bagikan buku latihan teman-temanmu ini ya." Aku mengambil tumpukan buku di atas meja.
"Permisi ya, Bu." Bu Rosa tersenyum lagi. Ah, wanita muda itu memang selalu tersenyum.
Suasana kelas masih seperti tadi. Aku duduk di bangku setelah membagikan buku-buku di atas meja masing-masing. Aku mengamati buku yang diberikan Bu Rosa. Buku ini tipis dan tak terlalu besar, terlihat tidak membosankan untuk buku dengan judul yang membuat sebagian orang akan menghindarinya. Aku membolak balik isinya. Kira-kira untuk apa Bu Rosa memberikan buku ini. Apakah aku akan mengikuti lomba? Rasa kantukku hilang begitu saja. Lebih baik aku mulai mempelajari buku ini.
Tak terasa waktu istirahat sudah habis. Ustadz Hamzah masuk ke dalam kelas, sontak saja kami yang terjaga langsung membangunkan yang tertidur. Alya yang masih kelimpungan duduk di sebelahku.
"Wah, kamu mau ikut olimpiade Nay?" tanya Alya, matanya terbuka lebar saat melihat buku itu. Aku mengangkat bahu. Bingung ingin menjawab apa.
♡♡♡
"Nay, dicariin Bu Rosa tuh." Nabila mendekatiku yang sedang membereskan lemari.
"Bu Rosa-nya dimana?" Aku bertanya heran. Ada apa Bu Rosa mencariku di siang-siang begini.
"Di kantor." Aku mengerutkan dahi, bertambah bingung.
Nabila berkata lagi sebelum keluar dari kamar, "oh ya, kata Bu Rosa jangan lupa bawa bukunya."
Buku? Buku yang itukah? Sudah dua pekan sejak Bu Rosa memberikanku buku itu. Aku tak pernah bertanya pada Bu Rosa tentang buku itu. Bahkan beberapa hari ini, aku tak menyentuh buku itu sama sekali.
Aku pun berjalan di bawah teriknya matahari dengan membawa buku catatan serta penanya dan tak lupa juga buku itu. Firasatku hari ini akan mulai belajar untuk olimpiade. Meskipun hal itu belum diberitahu dari Bu Rosa langsung. Tetapi, siapkan payung sebelum hujan, tak apa kan.
Sekolah sudah sepi, kantor guru pun tampak sunyi. Entah kenapa, jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya. Aku melepas sandal, lalu berdiri di depan daun pintu yang terbuka.
"Assalamu'alaikum." Di dalam terlihat Bu Rosa sedang berdiri di depan papan tulis kecil.
"Wa'alaikumussalam. Sini Nay, masuk." Bu Rosa menyuruhku duduk di antara meja-meja guru. Ketika mencium tangan Bu Rosa, sekilas aku melihat kepala seseorang yang sedang duduk di samping meja. Aku mengira-ngira bahwa aku dan orang itu akan ikut lomba olimpiade. Aku tak bisa melihat wajahnya, kami terhalang meja guru yang cukup besar. Yang jelas dia adalah seorang santri ikhwan.
"Materi pertama kita adalah 'Himpunan Bilangan Real'. Bilangan Real itu ada bilangan rasional dan bilangan irrasional.…" Bu Rosa menjelaskan sambil menulis di papan tulis. Gaya mengajarnya berbeda dari biasanya. Penjelasannya lebih cepat dan hampir tak memberi waktu untuk aku menulis. Namun tak masalah, sejauh ini aku masih bisa menangkap penjelasannya.
"Oke, sekarang kalian coba jawab soal-soal ini." Aku mencerna lima soal di papan tulis itu, lalu mencoba menjawabnya.
"Nomor satu, berapa jawabannya, Pal?" tanya Bu Rosa sembari menatap anak itu.
"Eh... sembilan per empat, Bu," jawabnya.