"Bermimpilah dalam hidup, jangan hidup dalam mimpi." ~Andrea Hirata~
_________________________
"Limbah adalah SDA yang telah kehilangan fungsinya. Bisa berbentuk padat maupun cair. Bisa berasal dari rumah tangga maupun pabrik. Karena manusia tidak bisa lepas dari limbah, maka diperlukan pengolahan limbah. Bayangkan saja jika sampah-sampah kita setiap harinya saja yang banyak itu dibiarkan menumpuk begitu. Bisa penuh bumi kita dengan sampah-sampah dan limbah," jelas Bu Sari panjang lebar. Sesekali tangannya menulis gambaran di papan tulis supaya memudahkan kami untuk memahaminya.
"Pengolahan limbah tentunya yang bisa menghasilkan keuntungan untuk manusia dan lingkungan sekitarnya. Bisa berubah menjadi daya jual dan tentunya aman untuk lingkungan." Gaya berbicara beliau yang menarik membuat tak ada satu pun yang tertidur di kelas. Bahkan, Mifta yang biasanya cuek saat belajar selalu bersemangat jika jam pelajaran Bu Sari.
"Cara mengolahnya bisa dengan 3R. Ada yang tahu?" Ini yang paling kami sukai, Bu Sari selalu mengajak kami untuk berdiskusi.
Ika mengangkat tangan, lalu menjawab, "Reduce, mengurangi, contohnya dalam pemakaian plastik dan tisu. Reuse, menggunakan kembali. Bisa menggunakan tas kantong dan sapu tangan. Yang terakhir Recycle, mendaur ulang."
"Tepat sekali. Nah, kalau 3R itu tetap tak bisa dilakukan juga. Ada tiga cara lagi, di kelas ini ada yang tahu?" Semua terdiam, tak ada yang pernah mendengar cara lain selain 3R tadi. Aku pun mengangkat tangan.
"Pertama, sanitary landfill atau penimbunan. Kedua, insinerasi atau pembakaran. Terakhir kompos," jawabku. Aku pernah membaca hal ini sekilas di buku perpustakaan yang aku pinjam.
"Benar, Ibu tambahkan sedikit ya. Insinerasi atau pembakaran ini adalah cara yang paling efektif dibanding tiga cara lainnya. Dengan cara ini bisa membakar 90% limbah dan panasnya bisa menjadi penghasil listrik dan pemanas ruangan. Kalau sanitary landfill adalah menimbun sampah-sampah di dalam lubang besar. Tapi cara ini bisa merusak lingkungan sendiri jika mengandung bahan berbahaya. Sedangkan pengomposan hanya bisa mengolah sedikit limbah. Tetapi cara ini yang paling aman untuk lingkungan, karena biasanya limbah sayur-sayuran, kotoran hewan…"
"Bau dong Bu," celetuk Nabila.
"Ya iyalah, Bil. Tapi lebih bau kotoran kau sih," timpal Mifta. Nabila melotot, siap membalas.
"Bu, apa kandungan kotoran hewan sehingga bisa menjadi kompos?" tanyaku, memotong pertengkaran Nabila dan Mifta.
"Nah, pertanyaan bagus. Pupuk organik mengandung banyak bahan organik daripada kadar haranya. Kompos dari kotoran hewan bisa disebut pupuk kandang juga ini bermanfaat untuk menyediakan unsur hara makro dan mikro dan mempunyai daya ikat ion yang tinggi sehingga akan mengefektifkan bahan - bahan anorganik di dalam tanah, termasuk pupuk anorganik. Selain itu, pupuk kandang bisa memperbaiki struktur tanah, sehingga pertumbuhan tanaman bisa optimal." Aku menjadi tertarik mempelajari hal ini lebih dalam.
"Sebenarnya panjang sekali jika kita membahas pupuk kandang ini. Ada yang padat dan cair, ada juga yang panas dan dingin. Kalian bisa membaca buku-buku di perpustakaan," tambah Bu Sari.
"Kalau kotoran Mifta bisa dibuat pupuk nggak, Bu?" tanya Nabila dengan cengiran. Sengaja sekali dia membalas candaan Mifta.
"Sudah, sudah. Tolong bagikan hasil ujian harian kalian kemarin, Bil." Bu Sari memberikan kertas-kertas ulangan kami ke Nabila yang memang selalu duduk di bangku depan.
"Ya, minggu depan kalian sudah mulai ujian. Ibu minta maaf selama mengajar ada kekurangan. Semoga sukses untuk kalian semua," tutur Bu Sari.
"Yah… ini pertemuan terakhir dong Bu," sahut Almira. Tentu saja kami sedih sudah tidak diajar lagi dengan Bu Sari yang gaya mengajar selalu kami sukai.
Minggu depan kami akan mulai menghadapi berbagai macam ujian untuk menilai apa yang sudah kami dapatkan setahun ini. Ujian di pesantren lebih banyak dan berat dibandingkan sekolah lain. Mulai dari ujian tahfidz, ujian bahasa, ujian tulis dan praktek. Semua itu dilaksanakan dalam waktu satu bulan ini. Bulan yang benar-benar padat dengan ujian-ujian.
♡♡♡
Entah kenapa malam ini udara terasa panas. Cuaca makin tak menentu, akibat ulah manusia juga yang terus meningkatkan teknologi tanpa memikirkan nasib bumi dan alamnya yang kian menua. Merasa membutuhkan udara segar agar bisa belajar dengan fokus, aku, Mifta, Alya, dan Gita mencari tempat yang cocok. Akhirnya pilihan kami jatuh di depot air minum.
Depot air milik pesantren yang dikelola oleh Mang Cecep—masih kerabat dekat Almarhum Ustadz Syam—ini memiliki teras yang cukup luas. Di teras ini terdapat freezer yang menyimpan es teh, yoghurt, dan tentunya es krim dan aneka macamnya. Selain menjaga depot air minum, Mang Cecep juga menjual makanan dan minuman beku itu tiap malam. Di teras ini juga aku, Mifta, Alya, dan Gita duduk dengan buku-buku.