Entahlah, mungkin hari itu adalah hari yang buruk untuk Raka, untuk pertama kalinya dia mendapat nilai 87 untuk mata pelajaran Matematika. Sedangkan sahabat sekaligus pesaingnya Adit, dan Fadhli mendapat nilai yang jauh diatasnya. Jelas saja hari itu membuat Raka sangat kesal, bisa-bisa salah satu dari mereka yang menjadi juara kelas di XI IPA 2. Raka mencoba untuk berpikir jernih, karena baru satu hasil UTS (Ujian Tengah Semester) saja yang keluar, Raka masih di unggulkan di pelajaran lain, salah satunya Bahasa Inggris yang menjadi kelemahan Fadhli dan pelajaran Kimia yang menjadi kelemahan Adit.
“Eheem ada yang sedang kesal nih,” cetus Fadhli, menyapa Raka yang sedang duduk melamun di bangkunya.
“Sudah lah Ka, baru satu hasil ujian yang keluar saja sudah begini, apalagi kalau semua hasil ujianmu di bawah Aku dan Fadhli bisa-bisa kau gila Ka!” timpal Adit, sambil tangannya menepuk bahu kiri Raka.
Raka hanya menghela napas panjang dan tersenyum menjawab ucapan kedua sahabatnya.
Hari ke dua UTS di laksanakan, Fadhli merasa sangat gugup, karena di jam ujian pertama langsung disuguhkan dengan ujian bahasa Inggris. “Ka tolonglah aku, noleh kalau dipanggil, jangan pura-pura tuli,” ucap Fadhli. Tanpa menjawab, Raka hanya menganguk menandakan dia setuju dengan permintaan sahabatnya.
“Silahkan masukan segala jenis buku ke dalam tas! Di meja hanya ada alat tulis yang diperlukan, HP dan contekan kecil yang biasa kalian gunakan jangan harap bisa digunakan. Simpan tas kalian di depan!!!” Bagi Fadhli suara Pak Samsul seperti petir di siang bolong, yang seketika menghanguskan pikirannya.
Saat dihadapannya terdapat soal-soal bahasa Inggris yang harus dia jawab, detak jantung Fadhli meningkat, menyebabkan keringat dingin mulai mengucur dari tubuhnya. “Gusti cobaan apalgi ini?” gumamnya, sesekali mengusap keringat dari keningnya.
“Raka, sttt, sttt, Raka!”
“Ada apa Fadhli?” suara Pak Samsul membuatnya terkejut.
“Enggak Bu, eh Pak,” Fadhli menggaruk-garuk kepalanya kesal, seperti biasa Raka tidak mau menoleh seolah dia benar-benar tuli.
Sebenarnya Fadhli bisa mengerjakan soal itu dengan mudah jika dia fokus, hanya saja saat di hadapkan dengan soal bahasa Inggris, dia langsung gugup. Tidak masuk akal memang tapi ya itulah Fadhli ketika berada dalam tekanan, keringat terus keluar dari keningnya, Fadhli seperti mendengar suara yang memanggilnya, dia menoleh kearah suara tersebut, Raka sedang memerintahkan sesuatu “WC.” Fadhli membaca gerakan mulut Raka.
“Pak izin ke toilet,” Fadhli langsung menyambut isyarat Raka.
Disaat yang bersamaan Raka maju kedepan menghampiri Pak Samsul, bertanya seolah ada soal yang tidak dipahaminya, saat Fadhli mulai berjalan mendekat, Raka menjatuhkan sesuatu dari tangannya.
“Punten Pak,” Fadhli membungkuk mengambil sesuatu yang dijatuhkan Raka di lantai.