Tidak bisa dimungkiri, suasana Kota Bandung di malam hari luar biasa indah. Mungkin benar adanya, Tuhan menciptakan Bandung saat sedang tersenyum. Setiap sudutnya terasa begitu enak kala di pandang dengan mata telanjang, temaram lampu di malam hari menciptakan suasana yang hangat dan penuh kasih.
Raka dan kedua sahabatnya mengelilingi Kota Bandung tanpa arah tujuan yang pasti. Raka hanya memandang lurus keluar kaca jendela mobil, Adit dan Fadhli yang sibuk membicarakan perempuan. Seketika dia teringat dengan Hanum, gadis yang memiliki senyum indah itu, aah bagaimana bisa dia dengan mudahnya terpikat.
“Terus, terus, kok bisa kamu jadian sama Hanum Fad?” tanya Adit dengan tangan memegang kendali mobil yang berjalan pelan, tatapan mata lurus melihat jalan.
Mendengar nama Hanum, Raka mebetulkan posisi duduknya dan mulai memperhatikan pembicaraan kedua sahabatnya itu.
“Bisalah, pas tahu Hanum pindah ke sekolah kita, aku langusng temuin dia, yah udah, dari situ kontek-kontekan, sering ketemu,” jelas Fadhli.
“Sering ketemu? bukanya sehari-hari kita bareng terus,” ucap Raka, mulai penasaran.
“Kita kan gak 24 jam sama Fadhli Ka,” timpal Adit.
Raka hanya mengangguk, sedikit terdiam ada perasaan yang tidak nyaman dirasakannya. Dia merasa tidak senang ketika Fadhli membicarakan Hanum, bagaimana bisa? Pikirnya.
Esok harinya saat jam istirahat, ketua kelas memberitahu Raka untuk menemui Pak Burhan di ruang kesiswaan, Raka sangat terkejut, ada apa? Dia tidak merasa memiliki masalah dengan pak Burhan. Ketika masuk ke ruang kesiswaan Raka terkejut disana sudah ada Hanum.
“Permisi Pak.”
“Duduk Ka!” pinta Pak Burhan, Raka duduk disebelah Hanum.
“Haaai…,” Hanum tersenyum menyapa Raka. Deg…deg… ritme detak jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya, Raka hanya tersenyum.
“Jadi begini, mengenai Olimpiade Matematika. Saya dan Pak Agus memutuskan untuk memilih kalian berdua mewakili sekolah.”
“Saya Pak?” Raka merasa terkejut, bukannya besok baru di adakan seleksi untuk siswa yang ingin ikut Olimpiade, bagaimana bisa dia yang terpilih, dilihat dari hasil UTS saja dia tidak mendapat nilai terlalu bagus.
“Iya kalian berdua.”
“Maaf Pak… dari hasil UTS saja banyak siswa lain yang nilainya di atas saya,” tutur Raka.
“Saya tidak melihat hasil dari situ, makannya saya meminta saran Pak Agus, beliau merekomendasi kamu,” jelas Pak Burhan. “Apa kamu tidak yakin dengan kemampuanmu sendiri?” lanjut Pak Burhan.
“Bukan begitu pak, saya siap!” tegas Raka.
“Bagus, itu yang saya harapkan,” pungkas Pak Burhan.
Setelah selesai Raka buru-buru meninggalkan Ruangan Kesiswaan, jantungnya terasa mau pecah, setiap detaknya terasa sampai di kepala, dengan tergesa-gesa dia berjalan menelusuri koridor sekolah. Dia hanya tertunuduk, semua siswi di sepanjang koridor menatap ke arahnya. Raka merupakan murid yang cukup terkenal di sekolah dengan prestsinya.
Raka masuk ke ruang kelas, langsung duduk di bangkunya, mengatur napas seperti semula, dia seperti orang yang habis lari keliling lapangan 10 kali. Raka mengelap keringat dari pelipisnya dengan sapu tangan. Adit dan Fadhli yang baru masuk ke ruang kelas langsung menghampiri Raka.