Adzan Subuh berkumandang, Raka terbangun dari tidurnya jam menunjukan pukul 04.38. Dia pergi ke kamar mandi untuk mengambil wudhu dan menunaikan shalat Subuh. Adit masih tertidur pulas, setelah selesai membaca Al-Quran Raka membangunkan sahabatnya itu.
“Dit bangun!!” Raka menggoyangkan tubuh Adit.
“Haaah.” Adit tidak bergeming.
“Bangun udah subuh!”
“Iyaaa,” dengan menahan kantuk Adit membuka matanya.
“Aaaahhhhh,” Adit menggeliat.
Raka kembali mengerjakan soal latihan semalam, sementara Adit sedang menunaikan shalat Subuh. Tidak ada hari yang indah tanpa tumpukan buku latihan soal bagi Raka.
“Ka?” tanya Adit menghampiri Raka.
“Hmmm,” jawab Raka singkat.
“Ada suatu hal yang ingin aku lakukan, tapi aku gak mau melibatkan kamu dan Fadhli, jadi apapun yang terjadi jangan ikut campur!” ucap Adit serius.
Raka terdiam sejenak, menutup buku dan membalikan badanya ke arah Adit.
“Ok, jelaskan dulu apa yang mau kamu lakukan?” tanya Raka.
“Soal Gina.”
“Kenapa Gina?”
“Aku mau cari tahu lebih jauh soal hubungannya dengan Pak Burhan. Jadi gini ka, I know kamu polos, sangat-sangat polos. Denger baik-baik! Gak mungkin dua orang yang sudah cukup umur, sering jalan berdua dan mereka gak punya hubungan apa-apa. that's impossible Raka.
Pasti ada sesuatu yang lebih, entah mereka pacaran atau apa aku pun gak tahu, makanya aku mahu cari tahu.” Adit mencoba membuat Raka mengerti.
“Ok, anggaplah mereka pacaran, masalahnya buat kamu apa? you are jealous?” tanya Raka membuat Adit sedikit kaget, pemikirannya tak sama.
Adit mengela napas panjang, dia bingung harus dengan cara apa menjelaskan maksud pemikirannya.
“It doesn't have to do with my jealousy, the problem is something else than that Raka,” jelas Adit kembali mengela napas panjang.
“Aku pernah cerita kan sama kamu dan Fadhli. Aku sering lihat Pak Burhan di Café Kenanga. Dia sering gunta-ganti perempuan yang di ajak kesitu, aku sempet satu kali lihat dia bawa cewe masuk ke Hotel Palasari,” jelas Adit.
“Mungkin karena udah malem, mereka memutuskan untuk menginap, kamu juga kan gak tahu bisa aja mereka pesan dua kamar kan?”
“Astagfirullah, udah lah Ka, intinya jangan ikut campur! Kamu tuh polos apa bego si,” serah Adit dia sudah tidak bisa berkata-kata.
“Kamu sepeduli itu dengan Gina, kamu suka sama Gina?”
“Iya, aku suka Gina.” jawab Adit.
“Berarti ya masalahnya di kamu, kamu cemburu.”
“Udah lah Ka, TERSERAAAH!!!” pasrah Adit.
“Aku mau balik, pusing aku.”
Matahari mulai terbit, Adit bergegas pulang ke rumahnya.
“Kalau aku telat, bilang aja kejebak macet!” Raka hanya mengangguk.
“Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.”
Terdengar suara Sepeda Motor Adit semakin menjauh.
Jam istirahat pertama telah tiba, Adit dengan terburu-buru meninggalkan ruang kelasnya tanpa memberi tahu ke dua sahabat baiknya itu. Fadhli yang merasa aneh mencoba mengejar Adit, namun Adit sudah terlalu jauh dan menghilang di kerumunan siswa-siswi lain. Fadhli kembali masuk kedalam kelas, menghampiri raka yang sedang memasukan buku kedalam tasnya.
“Tuh anak kenapa Ka?” tanya Fadhli.