Jam pelajaran ke dua, Pak Dedi selaku Guru PKN hanya memberi tugas mengerjakan soal di buku LKS. Adit dan Fadhli mendekati bangkunya Raka, mereka tahu Raka pasti sudah mengerjakan semua soal-soal yang ada di buku LKS. Secara apa si yang dilakukan seorang M. Raka Putra saat berada di Kosan, kalau gak baca buku, yah ngerjain soal-soal di buku paket atau buku LKS.
Fadhli yang merasa tak enak hati dengan Adit, dia terus memandangi wajah sahabatnya itu. Bekas pukulan di pipi sebelah kiri Adit nampak terlihat. Adit sadar sedari tadi sahabatnya itu sedang memperhatikan wajahnya.
“Kenapa Fad?” tanya Adit.
“Enggak… itu beneran mukamu gpp Dit?” tanya Fadhli khawatir.
“Gpp, pukulan lu gak berasa.”
“Buuuuk,” pukulan keras kembali mendarat di pipi Adit.
“Ahhhhhh,” Adit meringis kesakitan memegang pipi sebelah kanannya.
“Gimana Dit, pukulanku berasa kah?” tanya Raka memandang Adit tajam.
“Anjriiiiiit, kenapa lo Ka?” Adit tak henti meringis kesakitan, membuat semua teman sekelasnya bertanya-tanya apa yang terjadi dengan tiga sejoli itu.
Raka meremas kerah Adit, tatapannya dingin, penuh dengan kemarahan. Fadhli mencoba menenangkan Raka, “Plaaaak,” Raka menepis tangan Fadhli, membuatnya jatuh tersungkur ke lantai.
“Anjing!!! apa-apaan lo Ka,” teriak Adit. Dia bangun dari tempat duduknya dan meremas kerah Raka. Kini kedua sahabat itu saling berhadapan, Fadhli berdiri dari jatuhnya mencoba melerai kedua sahabatnya itu.
“Udah-udah!!” Fadhli menahan Adit melepaskan genggaman tangan Adit di kerah Raka dan menjauhkan mereka beberapa langkah.
Fadhli kini mendekati Raka, mencoba menenangkannya. Raka hanya terdiam dengan tangan yang gemetar.
“Duduk Ka,” pinta Fadhli.
“Kamu kenapa?” Fadhli berbicara pelan.
“Kamu gak denger tadi dia bilang apa!” jawab Raka dengan kesal.
“Udah ini gak bakal beres kalau disini, ayoo cabut!!”
Fadhli mengajak kedua sahabatnya untuk menyelesaikan masalah di luar kelas. Dia mengajak Adit dan Raka ke kantin sekolah.
“Sok sekarang kita beresin disini, biar gak ngerembet kemana-mana,” ucap Fadhli.
Raka dan Adit hanya terdiam. Raka menghela napas panjang, mengatur emosinya agar tidak kembali pecah.
“Kamu denger sendiri kan tadi dia bilang ‘Bukan urusan lo berdua!!’ aku gak habis pikir aja dia bisa ngomong gitu,” tegas Raka.
“Ok gue yang salah, gue minta maaf. Tapi emang gue bener-bener gak mau ngelibatin kalian berdua di masalah ini, ini gak ada hubungannya sama kalian berdua,” jelas Adit.
“Asal lo tahu aja Fad, gue udah bilang ke Raka semalem, mau cari tahu tentang hubungan Pak Burhan sama Gina,” sambung Adit.
Raka menatap Adit tajam.
“Gak ada hubungannya sama gue dan Fadhli? Lo anggep kita berdua apa?”
Adit hanya bisa terdiam, dia sudah membuat Raka sangat marah, dia sangat tahu Raka, dia tidak suka jika sahabatnya menanggung masalah sendirian. Dibalik sikap dingin Raka tersimpan kepedulian yang besar terhadap Adit dan Fadhli.