Terkadang, menjadi tidak enakan itu tidak enak.
"Ini buku kamu." Pak Taki mengembalikan buku Kak Danish.
"Maaf untuk beberapa waktu telah menyakiti kamu."
Aku tersenyum, menggeleng bilang tidak apa-apa, "Terima kasih, Pak."
"Baiklah, saya mau kamu sungguh-sungguh dalam belajar, mengerti!"
"Mengerti!"
Usai bertemu Pak Taki aku langsung menuju kelas. Aku tersenyum lega. Masalah ini selesai. Meski aku punya masalah lain, aku merasa bahagia. Aku tetap bersekolah.
Begitu aku membuka pintu kelas. Mereka langsung mengerubungiku. Sebagian besar minta maaf karena telah menuduh. Sisanya tidak perduli, seperti Zelin, Yumna, serta Anin dan gengnya.
Manda riang menghampiriku. Bilang yes yes akhirnya aku selamat. Aku menggeleng aneh, bukan Manda namanya kalau tidak heboh. Dia berkoar mengatakan kalau topeng hitam itu adalah hero, dia bukan musuh. Beberapa orang mengangguk setuju.
"Hei Zelin! Kedengarannya Papa kamu nikah lagi ya, itu istri ke berapa?" Itu suara Reon. Kalian masih ingat Reon? Lelaki dengan rambut Jigrak.
Aku menoleh ke Janu. Dia tetap membaca buku, kenapa tidak membela pacarnya?
"Papa kamu ngeri juga ya, istrinya banyak." Mereka tertawa. Zelin terlihat menahan.
"Oh iya dong, banyak duit banyak istri." Tertawa lagi.
"Eh, Mama kamu datang tuh!" Siswa dari luar masuk tergesa-gesa ke dalam.
"Zelin, Mama kamu cantik banget gila, mana muda banget, seumuran ya sama kamu?" Orang yang menyampaikan pesan tertawa. Seisi kelas berbondong keluar melihat. Termasuk Manda.
Aku menoleh lagi ke Janu, dia tetap diam. Sementara Zelin juga ikut berlari keluar. Hingga, semua orang masuk ke kelas, tidak dengan Zelin. Kata Manda dia dijemput Mama barunya.
"Gila sih, semalam pas aku liat TV, masuk tuh berita Papanya nikah lagi." ujar Manda menghampiriku.
Papa Zelin cukup terkenal di dunia entertainment. Aku juga melihatnya, Mama baru Zelin memang muda. Mungkin berkisar empat atau lima tahun dari kami.
"Tau gak, ini istri yang ke sebelas Papanya." Manda terkekeh.
"Hah?"
"Papanya dia nikah cerai, jadi yang tersisa itu cuma empat."
"Tapi, Zelin gak pernah punya adik. Jadi, di antara istri papanya itu, dia anak tunggal. Mungkin Papanya sengaja kali ya, atau itu permintaan Zelin, dia gak mau nerima adik selain dari Mama kandungnya."
Aku menyudahi Manda. Manda berdecak, kembali menghadap depan.
Aku menoleh ke kanan. "Janu, itu pacar kamu, tadi kenapa gak dibelain?" tanyaku hati-hati.
"Bukan pacar lagi."
"Hah? Putus, sejak kapan putus, kenapa bisa putus, Janu?" Manda menyahut, bertanya heboh.
"Ih Manda! Ssst diem." Manda berdecak. Meski dia diam, aku tahu, rasa keponya tidak akan hilang.
Janu memilih diam. Dia tidak menjawab Manda, aku juga enggan bertanya.
***