Awan Jingga

Zahrae
Chapter #1

Chapter 1

Aku rela tersesat di hutan, asal berdua bersamamu.

Kulihat di sana ada sebuah pintu. Terlihat kuno, namun tetap nampak kokoh. Awalnya aku takut untuk mendekat ke pintu tersebut, tapi karena rasa penasaran yang sangat kuat dengan ragu aku memasukinya.

Aku memegang gagang pintu, dengan mata terpejam, kubuka pintu itu secara perlahan, lalu melangkahkan kaki ke dalam. Saat membuka mata, betapa terkejutnya aku melihat tempat ini. Indah, kata itulah yang menggambarkan tempat ini. Bak berada di dunia fantasi, aku amat kagum melihat pemandangan di sini.

Tempat ini luas, sejauh mata memandang, seperti hutan. Kita bisa melihat bukit yang besar, dan lembah-lembah tinggi yang mengalir air terjun bersandar di ngarainya—cantik, jernih dan bersih.

Di awan ada seberkas pelangi yang tak terang, warnanya pudar, namun tetap indah—saat aku mendongak menatap langit.

Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling, pohon-pohon di sini bentuknya unik, mengagumkan. Jauh di sana terlihat sepasang unicorn, mereka lari ke dalam hutan. Tak lupa, tempat ini juga banyak hewan-hewan lucu, seperti kelinci, tupai, kupu-kupu juga beterbangan ke sana ke mari.

Bunga-bunganya juga berbeda dari umumnya, ukurannya lebih besar. Semerbak harum memancar, dan beberapa di antaranya disinggahi kumbang.

Tak jauh di depanku ada tempat teduh dengan tiang-tiang tinggi. Di sana tersedia cermin besar, seukuran tubuh manusia. Bingkainya dari kayu yang diukir. Aku jadi ingin bercermin di situ. Eh tunggu, kulihat ke arah tubuhku, what? Kenapa penampilanku berubah? Tadinya sebelum memasuki tempat ini aku memakai seragam SMA. Dan kini lihatlah diriku. Bagaikan seorang putri kerajaan.

Baju putih kembang ini sangat pas di badanku. Aku merasa ada sesuatu yang memberati kepala, saat diraba ternyata mahkota.

Aku bergegas jalan menuju cermin. Di situ terpantul bayanganku. Cantik sekali, kagumku pada diri sendiri. Di leherku terpasang kalung mutiara berkilau, jemariku terpaut cincin emas putih, dan di pergelangan tanganku ada gelang mewah, tetapi nampak elegan.

Kuangkat bajuku, oh ternyata kakiku juga memakai sepatu, iya, sepatu kaca seperti cinderella.

Tak kalah dari hal itu, ada hal yang lebih mengejutkan, dan kali ini membuat dadaku sesak—adalah saat aku berbalik tak kutemukan pintu masuk tadi. Aku sangat takut, bagaimana caranya aku pulang nanti. Mataku berair, aku terus mencari keberadaan pintu itu, siapa tau berpindah. Tapi nihil, pintu itu tak ditemukan di manapun.

Aku terduduk lemas di bawah pohon. Kini aku menangis, memeluk lutut dan menenggelamkan wajah di lipatan tangan.

Tak berapa lama aku merasa ada seseorang yang berdiri di sebelahku, dia menyentuh bahuku. Iya seseorang itu menyentuh bahuku pelan. Aku mendongak ke atas, melihat siapa gerangan itu. Dia mengulurkan tangannya untuk membantuku berdiri.

Deg!

Aku termangu kaget melihatnya, tapi, aku tetap menerima uluran itu.

Jangan tanya perasaanku. Disituasi seperti ini aku dibuat bingung berkali-kali lipat. Air bening meluncur di pipiku, sisa tangisan tadi.

Sosok yang di hadapan tersenyum.

"Jangan bersedih tuan Putri," tuturnya menghapus air mataku. Deg, dia mengusap pipiku. Dan perkataannya tadi jawabannya adalah tidak. Aku tidak bersedih. Sekarang aku bahagia, seolah melupakan kejadian pintu tadi. Bagaimana tidak bahagia, saat orang yang disukai berada di hadapan, berlaku manis pula.

Tidak apa, aku rela tersesat di hutan, asal berdua bersamamu.

Kupandangi ia dalam-dalam, aku tersenyum begitupun dia, juga menampilkan senyum termanisnya. Dia memajukan wajahnya, hingga dapat kurasa deru napasnya. Aku memejamkan mata sejenak, dan saat merasa depanku tidak ada sesuatu—aku membuka mata, dia tidak ada. Aku mengedarkan pandangan ke sekitar, kutemukan dia di satu titik. Di balik pohon besar. Dia tersenyum kemudian menghilang. Bersembunyi entah di mana. Aku mengejarnya, mencari di balik pohon besar.

"Pangeran ...," panggilku, tiba-tiba saja aku memanggilnya dengan sebutan itu. Entahlah, aku tidak tahu kenapa.

Aku masih mencari sang Pangeran, tapi belum juga ditemukan. Saat aku hendak berbalik badan mataku ditutup oleh seseorang. Aku terhenyak, meraba tangan yang masih bertengger menutup mataku. Tangannya halus, senyumku langsung terbit. Aku yakin ini sang Pangeran. Aku memutar badan ke belakang, mengarah ke sang Pangeran, dan dia melepaskan tangannya, mata kami beradu, senyum saling sapa, sedangkan hati tak karuan.

Sang Pangeran menempatkan posisi tangannya di bawah telingaku, tepat di samping leher dan menyentuh pipi. Dia memajukan wajahnya, kali ini lebih dekat.

Jantungku. Jantungku berdetak saat engkau ada di dekatku. Eh, kenapa malah nyanyi sih.

Lihat selengkapnya