Ayu khawatir tentang Adiknya yang belum tiba hingga malam hari. Ayahnya memberitahu Ayu perihal adiknya. Ayu menduga-duga Adit saat ini sedang marah padanya dan Ayah. Sengaja untuk tidak pulang ke rumah mereka di Pasarbaru.
Ayu ingin sekali menghubungi kepolisian tapi dibatalkan lantaran Ayahnya tau persis kemarin Adit pergi kemana. Mardi akan mencari Adit keesokan harinya, bertanya melalui tukang ojek di jalan besar.
Ayu tak bisa tenang di rumah. Sulit sekali untuknya memejamkan mata malam itu. Memikirkan nasib Adit yang entah pergi kemana sepulang dari rumah Ayahnya.
Malam itu Ayu merasa bersalah pada adiknya karena menyembunyikan semua ini dari dia. Andai Adit ada di sini, ingin sekali menceritakan hal ini padanya agar dia tak lagi kecewa.
Ayu merasa dia tak seharusnya bersedih seperti ini, karena mungkin saja hati yang sedang patah adalah adiknya sendiri.
~~~
Subuh itu Adit mengumandangkan adzan yang Ia suarakan ke seluruh masyarakat sekitar berkat bantuan dari pengeras suara mesjid.
Adit menemukan kembali harapannya di sini. Tempat barunya yang Ia pikirkan akan jadi masa depannya kelak, menjadi marbot masjid pun bukan masalah untuknya. Nanti Ia akan perbaiki jalan hidupnya dari sini. Anak ini memang kadang memikirikan sesuatu yang terlalu melewati batas wajar. Bukan untuk sesuatu hal yang buruk memang.
Kalau hidupnya terpaksa harus dimulai dari awal, dia ingin semua bermula dari sini. Anak ini selalu cepat sekali untuk menentukan pilihan atas nasibnya.
Selepas subuh, Adit membersihkan lantai mesjid dari bercak-bercak tai burung. Mengepel lantainya hingga mengkilap. Beruntung saat tertidur kemarin tak ada satupun tai burung yang jatuh ke kepalanya, atau jatuh saat dia sedang menganga saat tidur.
Adit sesekali mengaji di waktu senggangnya. Terkadang teringat hari-harinya di sekolah yang Ia harus tinggalkan.
Adit berusaha memberikan tenaganya di hari pertamanya menjadi marbot masjid. Pekerjaannya tak sulit, hanya bebersih dan mengumandangkan adzan. Pekerjaan yang mudah untuknya.
Ustad Hasyim menghampiri Adit menjelang waktu dzuhur siang itu, terkesima dengan bersihnya mesjid yang Ia tinggalkan subuh tadi. Lantainya mengkilap seperti cermin.
“Nak Adit, bagaimana di sini?”, tanya Ustad Hasyim padanya.
“Alhamdulillah ustad, saya senang di sini. Sekali lagi terima kasih ustad”.
“Ya syukurlah, saya juga senang kamu baik-baik disini”, ucap Ustad Hasyim, “hanya saja saya sebagai orang tua yang menerima kamu di sini ingin sekali tau apa yang membawa Nak Adit ke sini”.
“…”, Adit hanya menghela nafas pelan-pelan, tak siap menerima pertanyaan seperti itu sekarang.
“Saya yakin keluarga kamu sedang cemas saat ini, mungkin mereka sudah kemana-mana mencari Nak Adit. Apa tidak sebaiknya Nak Adit menghubungi mereka?”.