Awas Ada Si Bos!

Nazmul Asri
Chapter #2

2. Bos Baru

Semenjak kandasnya hubunganku dengan Aryan, aku lebih memilih menutup diri, sembari mencari aktifitas lain yang dapat mengalihkan pikiranku. Tentu saja, kehadiran Dimas menjadi salah satu hiburan tersendiri, terkadang aku bersyukur, tak selamanya Dimas bersikap gila dan absurd. Dia juga bisa bersikap tenang dan dewasa saat dibutuhkan.

Setelah itu aku memutuskan kontak dengan Aryan dan Sarah. Lumayanlah, salah satu cara agar lukaku lebih cepat sembuh. Ya walaupun alasan sebenarnya sih supaya aku nggak kelepasan dan mencakar wajah mereka berdua. Maklumlah, jiwa bar-bar sudah terlalu lama melekat didiriku.

Dan kini, sudah hampir 8 tahun berlalu, terpaksa menahan lelah hati dan pikiran menghadapi pertanyaan perihal kapan nikah. Bahkan saking kesalnya, ayah dan ibuku pernah mengancam akan menjodohkanku dengan siapapun pria pilihan mereka. Sebagai wanita yang tumbuh dengan melihat kemesraan ayah dan ibuku yang mirip-mirip dengan kemesraan almarhum pak habibie dan bu Ainun, tentu saja memotivasiku untuk menikah atas dasar cinta. Tapi sejauh mata meneropong, sepertinya hilal jodoh tak kunjung juga terlihat. Jangankan jodoh, gebetan aja nggak muncul batang hidungnya.

"Lu nikahin gue aja ya Dim, kalau sampe menjelang 40 gue belum nikah"

Pernah sekali aku mengucapkan kalimat itu kepada Dimas saat rasa putus asa melanda diriku. Bukannya mendapat jawaban, Dimas justru hanya memandangku datar kemudian pulang ke rumahnya. Esoknya, ibu Dimas bilang bahwa Dimas demam tinggi dan semalaman dia mengigau bilang nggak pengen nikah. Akhirnya saat itu juga aku datang ke rumahnya, memandang lekat-lekat dirinya yang terkulai lemah di kasur. Aku lalu mengangkat dan menggenggam tangannya sambil berbisik

"Ga jadi Dim, becanda gue"

Dan seketika sorenya Dimas kembali sehat wal afiat. Dasar tuh anak, apa sebegitu nggak pengennya menikah denganku?.

Padahal tawaran itu kuajukan setelah semalam suntuk memikirkan pro dan kontra, untung dan rugi apabila aku menikahi Dimas. Sekalipun lebih banyak ruginya dari pada untung, setidaknya kalau dengan Dimas aku sudah mengenal dia luar dalam, bahkan jadwal pergantian pakaian dalam yang dia gunakan aku juga tahu (ups). Selain itu Dimas juga sudah paham betapa brutalnya aku saat marah. Sudah tentu dia akan selalu setia kalau tak ingin tulang rusuknya begeser menjadi tulang paha. Tapi ya begitulah, si Dimas ogah menerima tawaranku. Dia bilang dia masih belum siap harus hidup bersama satu wanita, apalagi diriku. Katanya hidup denganku bakalan bisa mempersingkat usianya 2 tahun lebih cepat. Gila memang tuh anak.

Sekalipun Dimas begitu absudr dan aneh, tak pernah sekalipun aku melihat dirinya jomblo, selalu saja menggandeng wanita berbeda setiap bulan. Kadang aku suka heran ngeliatnya, kenapa aja masih ada cewek yang demen dengan playboy cap kaki tiga seperti dia. Lagian tuh anak, sok bilang Aryan fucek boy. Toh dia juga sebelas dua belas dengan Aryan.

"Op, jangan samakan jaenab, gue pacaran 1 kali 1 periode. Gak bisa main banyak"

Ucapnya membela diri saat aku meledeknya dengan panggilan fucek boy. Aku hanya bisa mendengus sebal mendengar ucapannya. Toh setelah mengamati dengan seksama, dimataku Dimas dan aryan Ibarat ikan teri dan ikan asin, sama-sama menimbulkan rasa asin berlebih di hidup yang sudah asin ini.

Ya intinya begitulah perjalanan cinta dalam hidupku. Dan sekarang aku selalu memandang langit setiap keluar rumah, berharap menemukan jodoh ketika aku melangkahkan kaki keluar. Nasib-nasib...

***

"Mbak, dah ditunggu bang Dimas tuh"

Aku membalikkan tubuhku, menghadap ke arah Randi yang kini menyelipkan kepalanya di pintu kamarku yang sedikit terbuka. Aku hanya mengangguk sekilas sebelum kembali menata penampilanku di depan cermin.

Seperti biasa, aku selalu nebeng Dimas saat berangkat kerja. Lumayanlah buat menghemat ongkos. Toh Dimas juga nggak bakalan berani menagih uang bensin. Dia paham bahwa menebengiku setiap hari dan membelikanku makanan secara berkala adalah bentuk lain dari uang 'keamanan' yang harus dia setorkan padaku.

Lihat selengkapnya