Aku mengetuk pintu ruangan kramat yang beberapa hari ini sukses membuat tidurku selalui dihantui mimpi buruk. Yaitu mimpi di datangi sebuah cacing yang sangat besar (maklum saja aku phobia cacing) dengan wajah seperti si bos.
"Masuk"
Suara berat seoran pria yang dalam beberapa hari ini sudah langsung kuhapal terdengar.
Dengan pelan aku membuka pintu si bos, memamerkan senyum seramah mungkin.
Ternyata sudah ada orang lain di dalam ruangan si bos. Aku memandangi Emma, asisten pribadi pak Handoko, Manajer bidang HRD.
Emma tersenyum memandangku dan menggerakkan bibirnya, membentuk gestur menyapa.
Aku ikut tersenyum, sembari mengangguk membalas sapaannya.
"Bisa kesini sebentar Emma"
Suara Narendra terdengar. Tangannya terangkat, memberi isyarat agar Emma mendekat.
"Kalau kamu liat bagian ini, masih ada kesalahan dalam penentuan kriteria pengangkatan jabatan"
Ucap Narendra lembut, menunjuk bagian yang salah sambil sesekali memandang Emma.
Aku hanya bisa menganga menyaksikan apa yang terjadi di depanku. Wah, bisa-bisanya si bos sialan ini berlaku lemah lembut. Padahal saat menjelaskan kepadaku, dia selalu menggunakan intonasi galak, tak sedikitpun memandangku. Tanpa sadar aku meremas berkas di tanganku. Kalau lah saja bukan bos dan mengingat efek yang bakal di dapat divisiku, sudah kusumpal saja rasanya kertas ini ke mulut si Narendra.
"Oke Emma, saya tunggu perbaikannya setelah makan siang ya"
ucap Narendra sambil menyerahkan berkas yang ada ditangannya kepada Emma, senyum ramah masih tersungging di sudut bibirnya.
Lagi-lagi aku melongo saat mendengar ucapan Narendra. Apa yang dia bilang tadi? Serahkan perbaikannya setelah makan siang?. Wah, emosiku benar-benar sudah di ujung tanduk sekarang. Bisa-bisanya dia meminta Emma menyelesaikan perbaikannya setelah makan siang sementara aku hanya dalam 15 menit? Oh dunia, dimana keadilan itu??.
"Hei, kamu kok ngelamun"
Suara Narendra menyusup ke dalam gendang telingaku, menghentikan khayalan gila yang mulai kurencanakan untuk melampiaskan kekesalanku kepada bos aneh satu ini.
"Ah, maaf pak"
Aku lalu melangkah ke depan, meletakkan berkas ke meja milik Narendra.
"Gausah dekat-dekat. Kamu cukup berdiri di situ aja"
Ucapnya dengan satu tangan terangkat, mengisyaratkanku untuk tak maju barang selangkah lagi.
Aku menghela nafas berat. Dalam hati terus-terusan menyabarkan diriku, agar tak memulai baku hantam dengan bos gesrek ini.
"Sudah lumayan bagus. Tapi tolong perbaiki dua kata ini ya, masih ada yang salah pengetikan, saya nggak suka"
Dia lalu meletakkan kembali berkas di meja.