"Setiap cinta punya kisah, dan selalu mengandung unsur perjuangan didalamnya."
****
Khafi bersama dengan Fikha sudah pulang kerumah. Kali ini mereka sedang bercanda, seperti biasa. Dengan Khafi yang membawakan koper milik adiknya.
"Assalamu'alaikum rumah!" Sapa Fikha saat membuka pintu rumah.
"Waalaikumsalam Fikha." Jawab Khafi disertai dengan senyum manisnya.
"Selamat kembali ke rumah nona!" Kata Khafi dengan nada alaynya.
Seperti biasa dia menggunakan trik sulapnya, dan memberikan Fikha bunga. Apa lagi? Fikha bahagia? Tentu saja. Ia membuka mulutnya tak percaya, dan bersorak bahagia.
"Aaaa terimakasih tuan Faza. Hamba terpanah." Jawab Fikha dengan alaynya juga. Sama seperti yang dilakukan kakaknya.
"Fikha!" Sapa seseorang dari dalam rumah.
"Baba!" Teriak Fikha dengan nada semangatnya. Ia langsung berlari dan memeluk pria kesayangannya, selain Khafi tentunya. Mereka berpelukan cukup lama, dan saling menyalurkan rasa rindunya.
"Kamu mau pulang kok nggak ngabarin Baba nak?" Arjuna bertanya.
"Pengennya ngasih kejutan buat Baba. Rencananya habis ini Fikha mau nyamperin Baba ke kantor, eh ternyata orangnya dirumah. Gagal deh."
"Iya Baba libur hari ini. Lagi pusing pagi tadi. Tapi tenang aja! Kamu kan udah pulang kerumah, pusingnya langsung sembuh seketika." Ucap Arjuna dengan semangat 45 nya. Fikha dibuat tertawa karena kata kata Babanya.
Khafi jengah melihat adegan yang terpampang nyata didepannya, ia pun melewati dua insan yang sedang berbahagia itu begitu saja. Ia tidak ikut terlarut dalam kebahagiaan yang dirasakan oleh mereka. Mengapa? Karena dia sudah kehilangan kebahagiaannya saat mamanya pergi meninggalkan dia, dan juga Fikha karena Babanya.
Fikha yang melihat aura berbeda antara Baba dan kakaknya itupun langsung kehilangan senyumnya. Memang sudah lama, Khafi dan juga Babanya itu terlibat perang dingin. Semenjak Khafi kehilangan sosok Mama dalam hidupnya. Berbeda dengan Khafi, Fikha sama sekali tidak membenci Babanya. Karena ia tau apa alasan dibalik perceraian kedua orangtuanya.
"Kak Khafi masih sama Ba?" Fikha bertanya. Arjuna tersenyum dan membelai rambut Fikha dengan lembutnya.
"Yaaa.. Kamu tau sendiri kan bagaimana dia kalau ngelihat Baba. Kakakmu itu terlalu membenci Baba. Iya, memang Baba yang salah." Setelah mengucapkannya, Arjuna tak bisa menahan lagi air matanya. Bukan. Bukan karena lemah. Melainkan karena kecewa pada dirinya. Dialah yang membuat putranya jadi membenci dirinya.
"Enggak Baba. Baba nggak sepenuhnya salah."
"Baba salah Fikha. Baba yang membuat kalian berdua harus jadi kehilangan figur seorang Mama."
"Enggak Baba. Fikha tau, kalau sebenarnya Baba juga sayang sama Mama. Baba nggak sengaja ngelakuinnya."
"Baba membuat Khafi jadi kehilangan sosok ibunya. Dan bukan hanya itu, Khafi juga harus kehilangan Babanya. Khafi jadi benci sama Baba."
"Enggak Baba. Fikha juga tau kalau sebenarnya kak Avi itu sayang Baba. Nggak ada seorang Putra yang bisa membenci Ayahnya." Fikha berusaha menenangkan Arjuna.
"Baba tenang aja. Biar Fikha yang ngomong sama kak Avi. Kak Avi pasti mau dengerin Fikha." Lanjutnya lagi. Arjuna mengangguk dan setuju dengan apa kata putrinya. Ia benar benar berharap besar. Harapan suatu saat nanti Khafi akan kembali menyayangi dirinya, seperti dahulu kala.