Alasan pertama mengapa ia membenci ayahnya adalah perangainya sangatlah buruk. Ia selalu menghadapi sesuatu dengan amarah dan kekerasan pada yang lebih lemah dari dirinya.
Perangai sang ayah sangat buruk dan menurutnya sama buruknya dengan wajah ayahnya itu. Bukan hanya wajah,menurutnya semua yang ada pada diri ayahnya buruk.
Dari kulit sawo matang namun lebih cenderung kusam,kering dan terbakar karena sering terbakar sinar matahari dan terpapar debu. Tubuh yang kotor karena sering bergelut dengan sampah industri,dan proporsi tubuh yang jauh dari kata ideal karena sanga ayah jarang sekali olah raga dan tidak suka makan sayur.
Ia sering menggebu-gebu tatkla ayahnya menyakiti dirinya dan sang ibu. Jika mempunyai masalah di luar rumah lelaki yang berstatus ayahnya itu akan melampiaskan pada orang-orang rumah yang tidak tahu menahu masalahnya karena ia tak berbicara.
Alih-alih berkomunikasi dengan baik sang ayah malah meluapkan emosi bahkan hingga melakukan kekerasan pada dia dan sang ibu.
"Ayah selalu membawa masalah dari luar dan melampiaskannya pada kami. Dia sangat tidak dewasa dalam menyikapi sebuah masalah dan malah menyakiti aku dan mamah hingga kami terluka. benar benar buruk seperti rupanya"
Waktu-waktu menggila ayahnya adalah sebelum adik lelakinya terlahir ke dunia. Kurang lebih tujuh tahun lamanya ia menghadapi dan memperhatikan sikap ayahnya itu. Dan waktu itu adalah waktu yang sangat sulit untuk mengisi masa kecil.
Saat itu pertengkaran adalah hal tabu bagi seorang gadis kecil bernama Nana. Baginya perdebatan kecil bukanlah masalah besar karena setidaknya itu lebih baik dari pertengkaran hebat yang sering ia saksikan secara langsung.
Dan pertengkaran yang ia saksikan secara langsung itu berakhir dengan kekerasan.
"keluargaku itu penuh dengan KDRT"
Menurutnya pertengkaran atau perdebatan itu adalah hal yang harus terjadi setiap harinya. Adegan kekerasan yang dilakukan sang ayah pada ibunyapun menjadi tontoan yang harus ia saksikan mau tidak mau.
Mendengar kata keinginan sang ibu yang ingin bercerai.
"mamah cerai ya?"
"mamah cerai aja sama ayah kamu,selagi kamu belum punya ade?"
Atau mendengar kata keinginan untuk mengakhiri hidup dari mulut ibunya sendiri/
"mamah ga kuat lagi nana. Mamah pengen mati"
"mamah cape nana,gapapa ya mamah matii?"
"mamah bisa mati na,kalau kaya gini terus"
Menjadi hal biasa yang harus ia dengar ketika pertengkaran berakhir. Bahkan ia harus mendengarkan kata-kata menakutkan dan tangis ibunya itu setiap hari karena hampir setiap hari juga orang tuanya bertengkar.